Berita NTT

PGRI NTT Beberkan Kerugian Masuk Sekolah Pukul 5 Pagi

Editor: Egy Moa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua PGRI Provinsi NTT, Simon Petrus Manu

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG -Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pengurus Provinsi NTT membeberkan berbagai alasan dan menilai kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi bukan indikator keberhasilan.  Pembelajaran ini lebih cocok untuk sekolah dengan sistem asrama.

"Perlu dilakukan kajian mendalam dan sosialisasi terkait pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar (KBM) pukul 05.30 Wita yang melibatkan stakeholder dibidang pendidikan," kata Ketua PGRI NTT, Simon Petrus Manu, dalam keterangan tertulis, Rabu 1 Maret 2023. 

Simon menyebutkan usia rata– rata peserta didik pada jenjang SMA/SMK adalah 15 hingga 17 tahun dan masih berkategori anak– anak yang membutuhkan waktu istirahat yang cukup.

Kesulitan ketika waktu pagi hari adalah akses transportasi umum ke sekolah.  Bahkan bagi siswa perempuan akan sangat rawan terhadap ancaman begal hingga tindakan asusila seperti pemerkosaan dan kekerasan seksual.

Baca juga: Komisi V DPRD NTT Soroti Kebijakan Sekolah Pukul 5 Pagi, Ciptakan Kegaduhan Masyarakat

Selain itu, kemungkinan untuk sarapan bagi siswa amat kecil, karena siswa membutuhkan persiapan ke sekolah antara Pukul 04.30 – 05.30 pagi untuk tiba di sekolah dan dapat berefek pada kesehatan.

"Materi yang akan disampiakan oleh guru tidak maksimal diterima oleh peserta didik dikarenakan akan ada banyak siswa yang masih dalam keadaan ngantuk," jelas dia.

Bagi PGRI, untuk mencapai target prestasi pendidikan 200 sekolah terbaik di Indonesia mulai KBM pukul 05.30 pagi bukanlah indikator keberhasilan baik dari aspek biologis dan psikologis.

PGRI berpandangan jika kebijakan KBM Pukul 05.30 pagi tersebut dibuat untuk alasan penguatan pendidikan karekater peserta didik, maka tidak akan efektif.

Baca juga: Sekolah Jam 5 Pagi, SMA di Nagekeo Minta Pemprov NTT Kaji Ulang Kebijakan

Oleh karena itu penguatan pendidikan karakter sebaikanya dilakukan melalui kegiatan ekstra kurikuler dan kegiatan merdeka belajar.

Kendati demikian, PGRI NTT mengaku  sebagai mitra strategis pemerintah mendukung setiap kebijakan Pemerintah Provinsi NTT dalam membangun kualitas pendidikan di Provinsi NTT, namun bukan seperti kebijakan ini. 

Untuk itu, PGRI NTT menawarkan alternatif bagi pemerintah agar perlu duduk bersama semua pihak untuk mengkaji indikator keberhasilan  belajar terkait menuju 200 sekolah terbaik di Indonesia.

"Perlu dilakukan peningkatan sarana dan prasarana guna menunjang proses pembelajaran termasuk jaringan internet," tambah dia.

Baca juga: 4 Kebijakan Gubernur NTT yang Pernah Menjadi Sorotan, Satu Diantaranya Wajib Berbahasa Inggris

Untuk mengejar persentase diterimanya lulusan SMA/SMK dari NTT ke berbagai perguruan tinggi (PT) ternama di Indonesia dan sekolah kedinasan maka pemerintah perlu melakukan pendampingan kepada siswa kelas XII. 

Pendampingan itu guna mempersiapkan diri baik untuk mengikuti seleksi masuk PT dan Sekolah kedinasan dalam bentuk bimbingan belajar tambahan di setiap satuan pendidikan.

Halaman
12