TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Cuaca siang itu cukup cerah. Suhu udara menyengat kulit. Sejumlah warga terlihat sibuk dengan aktifitas mereka. Ada yang menenun, ada yang gulung benang ada juga sedang asyik bercerita di rumah mereka masing-masing.
Tak jauh dari jalan rabat beton di tengah kampung, tampak berjejer ratusan lebih batang bambu kering. Panjang bambu sekitar 4-6 meter, penuh pada sebuah lembah di belakang rumah mereka.
Tampak juga sejumlah bambu kering berukuran 1-2 meter ditancap dalam tanah pada lubang yang kecil dengan kedalaman sekitar 40-50 Centi Meter.
Pemandangan itu terlihat jelas di Kampung Poa, Desa Rokirole, Pulau Palue, Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Penyulingan Air Minum dari Uap Panas Bumi Rokatenda, Kearifan Lokal Kebanggaan Warga Palue di NTT
Bambu-bambu kering yang terlihat di belakang rumah warga itu bukan dipajang sebagai hiasan. Tapi, sebagai wadah untuk bisa menyuling uap panas bumi yang bisa menghasilkan air minum layak konsumsi.
Bambu berukuran 1-2 meter yang sudah ditancap dalam lubang itu disambung dengan bambu lainnya dengan ukuran sekitar 4-6 meter menggunakan serat dari hutan agar tidak bocor ketika proses penyulingan berlangsung.
Agar airnya bisa mengalir lancar meskipun setetes demi setetes, Bambu mesti dipasang menurun atau lebih rendah dari ujung bambu yang ditancap dalam tanah.
Dibagian ujung bambu tempat air keluar, terdapat sebuah tempat untuk menyimpan wadah seperti jeriken, ember atapun gentong.
Tempat itu dibuat sedemikian rupa dan menggunakan kunci sehingga menghindari orang ambil air sembarang. Selain itu, agar kotoran tidak masuk ke dalam penampungan air.
Sudah menjadi hal biasa, pagi, sore bahkan siang hari sejumlah warga mulai menuruni lembah berbatuan.
Di tangan mereka tampak jeriken kosong berukuran 5 liter untuk mengambil air yang sudah ditampung sejak pagi ataupun siang harinya.
Mereka mulai mencari tempat penyulingan masing-masing untuk mengambil air untuk keperluan rumah tangga.
Penyulingan air minum dari uap panas bumi Rokatenda merupakan kearifan lokal kebanggaan warga Palue.
Pasalnya, kekurangan sumber air bersih tak lantas membuat warga menyerah dengan keadaan.