Konflik Lahan di Adonara

Warga Bugalima Masih Gelisah dan Trauma Gegara Konflik Lahan di Adonara, NTT

Penulis: Paul Kabelen
Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WARGA BUGALIMA - Stefanus Sodi, 58 tahun (kiri) dan Nikolaus Suban, 73 tahun (kanan) saat mengantar wartawan melihat kondisi rumah warga Desa Bugalima, Adonara, Flores Timur, Jumat, 1 November 2024.

Tak ada biaya baginya untuk memperbaiki apa lagi membangun rumah baru. Uang dan harta benda hangus terbakar, termasuk surat-surat penting seperti akta kelahiran, akta nikah, KTP, dan kartu keluarga.

Beban semakin berat setelah mereka belum menggarap hasil komoditi kemiri dan mete di atas lahan yang menurutnya dekat dengan lokasi konflik.

"Iya, dekat sekali (lokasi konflik). Kami belum lihat kebun, kerja juga takut. Soalnya sempat ada informasi bahwa akan ada kejadian lagi," ungkapnya.

Stephanus dengan korban berjumlah 50 KK baru pulang dari Desa Wureh beberapa hari yang lalu. Selama mengungsi di Wureh, para korban diperhatikan dengan baik, termasuk pemerintah dan pihak ketiga yang memberi bantuan makanan.

Stefanus berharap ada mediasi lanjutan yang lebih meyakinkan, termasuk pemasangan pilar pada lahan yang sudah disepakati sejak awal. 

Data korban rumah terbakar dari Pemerintah Desa Bugalima, sebanyak 51 KK dengan total 201 jiwa. Rinciannya anak sekolah jenjang TKK sampai SMA 56 orang, sementara 145 di antaranya adalah orang dewasa.

Konflik tapal batas tahan antara warga Desa Ilepati dan Bugalima sudah ada kesepakatan damai setelah dimediasi Pemerintah Daerah Flores Timur bersama Polres Flores Timur dan Kodim 1624 Flores Timur.

Namun peristiwa berdarah hingga kini masih membekas. Air mata para korban terus berurai saat melihat abu dan puing-puing arang.

Polres Flores Timur saat ini menetapkan 21 tersangka, termasuk Kepala Desa Ilepati dan Kimakamak. Polisi masih memburu sejumlah pelaku lain yang membakar rumah warga itu.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News