Program itu bertujuan mewujudkan bantuan sosial yang adil dan tepat sasaran. Sebab, salah satu persoalan yang berimplikasi ke penanganan kemiskinan ekstrem adalah penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran.
Dia menjelaskan, hingga kini pemerintahan masih mengacu pada tiga sumber data berbeda yakni DTKS, registrasi sosial ekonomi dan penasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Dia menyebut, kehadiran Badan atau lembaga untuk penanganan kemiskinan di Indonesia menjadi bukti keseriusan pemerintahan. Manajemen satu data menjadi upaya menghindari kebocoran data dan memastikan data itu benar sekaligus tepat sasaran.
Sepanjang tahun 2003 hingga 2023 presentasi penduduk miskin NTT turun dari 28,62 persen menjadi 19,96 persen. Angka itu berbeda dengan capaian nasional yang berada di 9 persen.
"Dalam hal ini kemiskinan ekstrem penurunan cukup signifikan dari 6,44 persen tahun 2021 menjadi 2,28 persen tahun 2024. Angka ini masih jauh dari target yakni nol persen pada tahun 2024 sebagaimana instruksi Presiden nomor 4 tahun 2024" ujarnya.
Salah satu persoalan penanggulangan kemiskinan di NTT adalah mengenai data yang kurang akurat dan mutakhir. Akibatnya terjadi pelaksanaan program yang tidak efektif. 6 dari 20 penerima bansos berdasarkan uji petik lapangan justru tidak layak menerima bantuan jika ditilik dari pendapatan perbulan dan kondisi rumah.
Upaya yang dilakukan oleh tim Baperida dengan dukungan USAID merupakan hal strategis. Dengan paduan data yang ada sejalan dengan program pemerintah yang ada. Padu padan data itu bisa digunakan dalam perencanaan program sehingga memitigasi kesalahan penanganan kemiskinan.
Tahun 2023-2024, terdapat 9 data sektoral yakni bantuan sosial beras, bantuan kelompok usaha bersama, bimtek pengolahan pakan ternak, pemberdayaan UMKM, penerima program pemberdayaan UMKM dan penerima bantuan pangan lestari, data penerima program kawasan lestari, data pokok pendidikan dan data penerima beasiswa.
"Melalui verifikasi dan validasi dengan data P3KI akan ditemukan data by name dan by address. Kita bisa memilih mana masyarakat penerima layak miskin ekstrem," ujarnya.
Data kemiskinan, pada umumnya bercirikan dinamis. Dia meminta pengelola dashboard agar terus melakukan pembaharuan data. Ia juga meminta pemerintah daerah agar ikut memperkuat data yang ada di Papadanke. (fan)
Berita TribunFlores.com Lainnya di Google News