Eks Kapolres Ngada Cabuli Anak

Hukum Harus Tegak: Kawal Kasus Kekerasan Seksual oleh Mantan Kapolres Ngada Sampai Tuntas

Editor: Ricko Wawo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RAPAT-Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT usai mengikuti rapat dengan pendapat di Kantor DPR RI, Selasa, 20 Mei 2025.

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG-Proses penanganan hukum terhadap eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma, oleh Polda NTT atas kasus kekerasan seksual terhadap empat perempuan — termasuk tiga anak di bawah umur, kini memasuki babak baru.

Pada tanggal 3 Juni 2025 lalu, Fajar dipindahkan dari tahanan Bareskrim Mabes Polri ke tahanan Polda NTT. Terbaru, per hari ini (10/06), Fajar dilimpahkan dari Kejati NTT ke Kejari Kupang untuk persiapan persidangan lebih lanjtu. Langkah ini sebagai tindak lanjut pasca Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) untuk dirinya dinyatakan lengkap (P21).

Ini merupakan progress yang baik dalam membuka keadilan bagi korban dan keluarga. Namun meskipun begitu, publik dan juga korban tentu menilai proses ini tidak cukup berarti. Apalagi kasus ini sempat terkatung-katung dan cenderung tertutup dari pantauan publik. Bahkan sampai dengan saat ini, Fajar pun tidak dijerat dengan UU TPPO, Padahal apa yang dilakukannya sudah terkualifikasi sebagai kejahatan TPPO.

Perkembangan penanganan kasus ini pun mendapat respon serius dari korban, pendamping dan juga Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT.

Baca juga: Kemensos Buka Seleksi PPPK Guru Sekolah Rakyat 2025, Ada 1.554 Formasi di 100 Lokasi

 

 

Salah satu orang tua dari korban, menyatakan, “kami hanya ingin dia dihukum seberat-beratnya, atau bila perlu hukuman mati. Karena Pelaku sebagai seorang aparat Polisi apalagi seorang Kapolres harus jadi pelindung tapi tega merusak anak kami yang berusia 5 tahun. Dia merusak masa depan anak kami. Keluarga kami tidak menerima hal ini.“

Senada dengan orang tua korban, Veronika Ata, selaku pendamping korban menambahkan “Keluarga korban mengalami tekanan psikis yang berat. Negara harus hadir tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memastikan perlindungan dan pemulihan menyeluruh bagi Korban.”

“Kasus ini menunjukkan betapa rentannya perempuan dan anak-anak di NTT dari kejahatan seksual, bahkan oleh mereka yang seharusnya melindungi warga. Negara harus memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu, dan menggunakan pasal-pasal pidana yang berat kepada Fajar, terutama pasal dalam UU TPPO dan Kejahatan Transnasional,” ujar Koordinator APPA NTT yang juga ketua Tim PKK NTT, Asti Laka Lena dalam keterangan pers yang diterima, Selasa, 10 Juni 2025.

Berdasarkan fakta penderitaan korban dan demi keadilan untuk kemanusiaan, kami Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak Nusa Tenggara Timur dengan ini menyatakan :

1. Mendukung penuh langkah Polda dan Kejati NTT dalam penanganan kasus ini secara indepnden, termasuk pelimpahan berkas yang telah dinyatakan lengkap (P21) pada 21 Mei 2025 serta penambahan pasal- pasal Pidana dalam BAP yang memberatkan pemidanaan Fajar sebagaimana tindak lanjut dari Rekomendasi Komisi III DPR RI dalam RDPU pada 22 mei 2025.

2. Menuntut proses peradilan yang transparan, akuntabel, dan berpihak kepada korban dengan menggunakan pasal berlapis yang memberatkan Fajar dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, antara lain : Pasal 81 ayat

(2) dan Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 ayat (1) huruf g UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) UU No. 1 Transaksi

Elektronik, serta Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 10 Jo Pasal 17 UU No. 21 Tahun

2007 tentang TPPO.

Halaman
12