Perbatasan Indonesia dan Timor Leste

DPRD NTT: Tidak Boleh Ada Korban Lagi di Perbatasan RI-Timor Leste

Editor: Ricko Wawo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

OLAH-Pelaksanaan olah TKP oleh Satreskrim Polres TTU dikawal aparat kepolisian Polres TTU, Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Barat dan Anggota Kodim 1618/TTU,  Senin, 25 Agustus 2025.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG -Bentrok antar warga di Desa Inbate Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan warga Oecusse Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) pecah. 

Satu orang warga NTT dilaporkan menjadi korban dalam peristiwa itu. Fraksi PKB DPRD NTT meminta kejadian itu tidak boleh ada lagi korban, bahkan meluas. 

Ketua Fraksi PKB DPRD NTT Alo Malo Ladi mengatakan, Pemerintah Republik Indonesia agar segera menentukan batas wilayah secara jelas. Sekalipun sudah ada perencanaan ataupun pelaksanaan, langkah lebih maksimal diperlukan. 

Anggota Komisi I DPRD NTT itu mengatakan, memperjelas batas wilayah merupakan upaya mitigasi konflik yang berpotensi bisa kembali terulang. Ia mengaku pernah menyampaikan itu ke Badan Perbatasan Provinsi NTT. 

 

Baca juga: Akademisi Undana Minta Pemerintah Segera Tegaskan Tapal Batas RI-Timor Leste

 

 

 

"Kita prihatin terhadap hal tersebut, dimana terjadi insiden tersebut," katanya, Senin (25/8/2025). 

Menurut dia, batas wilayah bukan saja mematok pilar. Lebih dari itu, harus ada semacam pagar permanen yang memberi identitas sebagai pemisah antar wilayah.  

Ia menyebut perlunya mengunjungi wilayah perbatasan. Kondisi perbatasan antara RI dan Timor Leste membutuhkan perhatian dari semua pihak. DPRD berharap pagar pembatas bisa dibangun sebagai penentu perbatasan. 

"Kejadian seperti jangan sampai terjadi lagi. Jangan biarkan masyarakat jadi korban. Apapun bentuknya, batas negara harus dibuat mengindikasikan bahwa itu betul batas negara. Tidak saja pasang pilar," ujarnya. 

Alo Malo Ladi berkata, bila tanpa batas negara yang lebih jelas, maka bisa saja konflik bisa kembali terjadi. Sekalipun Pemerintah kedua negara memahami batas lewat peta atau kesepakatan, namun tingkat masyarakat lokal mungkin belum mengetahui itu dengan baik. 

"Tarikannya, bagi Pemerintah kedua negara mungkin paham. Tapi masyarakat mereka tidak terlalu paham, lekukan, belokan seperti apa. Sangat disayangkan masyarakat menjadi korban," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. 

Halaman
12