Renungan Katolik Hari Ini

Renungan Katolik Hari Senin 3 November 2025, Tinggalkan Mental "Do Ut Des"

Mari simak renungan Katolik hari Senin 3 November 2025. Tema renungan Katolik hari Senin  tinggalkan mental "Do Ut Des".

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / GG
PATER JOHN LEWAR SVD - Sosok Pater John Lewar, SVD.Mari simak renungan Katolik hari Senin 3 November 2025. Tema renungan Katolik hari Senin  tinggalkan mental "Do Ut Des". 

Namun, mungkin bisa kita tebak kalau kita mengetahui kepada siapa perbuatan baik itu ditujukan: Misalnya, memberi suatu hadiah: Bukankah kita biasa memberikan hadiah yang terbaik, berkualitas prima dan cukup mahal harganya kepada atasan atau orang yang kita 
hormati, sekurang-kurangnya kepada rekan kerja kita? Apakah hadiah 
yang sama juga kita berikan kepada misalnya, pembantu atau anak-anak 
cleaning service?

Biasanya kita memberikan hadiah yang kurang begitu berkualitas kepada 
orang-orang bawahan kita. Mungkin itu yang disebut “wajar” menurut 
ukuran kita. Dengan kata lain kita memberi sesuatu atau berbuat baik 
kepada orang lain biasanya dengan pamrih agar suatu hari orang itu 
membalas kebaikan kita juga. Inilah yang disebut mental “do ut des” 
(saya memberi agar kamu juga memberi). Inilah mental yang selalu 
mengharapkan pembalasan. Setiap kali berbuat kebaikan selalu ada 
pamrih pribadi yang lebih menguntungkan bagi dirinya.Jadi sebenarnya 
perbuatan kasih seperti itu kurang tulus dan selalu punya pamrih 
tertentu! Atau sudah dengan perhitungan bisnis: untung-rugi!

Dalam perikop Injil hari ini, Tuhan Yesus ingin membuka mata dan 
sekaligus menantang kita agar kita tinggalkan mental “do ut des” itu. 
Yesus tahu kebiasaan kita bahwa kalau kita mengadakan pesta atau 
syukuran yang biasa kita undang adalah atasan atau rekan bisnis atau 
rekan kantor yang selevel dengan kita. Jarang sekali atau hampir tidak 
pernah kita adakan suatu pesta khusus untuk orang-orang miskin atau 
terlantar. Maka kali ini Yesus ingin menantang kita. Dia mau membalikkan 
pola pikir kita dengan mengajukan suatu ajakan yang menantang: 
“Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, 
orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan 
engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk 
membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada 
hari kebangkitan orang-orang benar” (Luk.14: 13,14).

Yesus menuntut kita untuk membangun relasi berbobot yang didasarkan 
pada kasih. Kasih itu benar-benar tulus, bila kita sungguh peduli dan 
tidak bermental “do ut des.” Kasih itu merupakan keterbukaan hati yang 
bebas untuk menyapa siapa pun, tanpa pamrih pribadi dan tanpa 
perhitungkan latar belakangnya serta tidak mengukur “untung atau rugi”. 
Orang yang hidup dalam kasih sejati adalah orang yang rendah hati dan 
rela atau berani “turun status” agar dapat menyapa dan membangun 
relasi yang dekat dengan mereka yang kurang beruntung atau 
tersingkirkan. Yesus sendiri telah memberikan teladan nyata dalam 
hidup-Nya. Sanggupkah kita mengikuti teladan-Nya?

Rasul Paulus dalam Bacaan Pertama menegaskan: “Allah tidak menyesali 
Kasih karunia dan panggilan-Nya” (Rm.11: 29). Kemurahan hati adalah 
keutamaan yang tidak bergantung pada apa pun; ini adalah sebuah 
pilihan sikap yang datang dari hati yang terdalam. Bukan karena 
terdorong oleh orang lain yang bermurah hati kemudian saya tidak mau 
kalah bermurah hati pula. Murah hati adalah pilihan pribadi karena 
terdorong oleh kasih yang tulus. Itulah semangat kemurahan hati Allah 
yang tidak pernah disesali sebab kemurahan hati-Nya itu tanpa syarat 
apa pun dan juga tanpa pamrih! Apa pun balasan yang diterima dari 
manusia, tetapi kemurahan hati Allah tidak berubah sama sekali; dan 
Allah pun tidak pernah menyesal atas sikap Kasih NyaA itu.

Pernyataan Paulus itu mengungkapkan kemurahan hati Allah yang sangat 
mendalam karena cinta kasih-Nya yang tiada batas kepada manusia, 
sekali pun manusia sangat mengecewakan Allah! Jika kita sungguh 
menyadari kelemahan kita, apakah kita punya keberanian untuk 
merombak sikap mental kita selama ini yang penuh dengan pamrih 
tertentu? Sanggupkah kita mengakhiri praktek semangat “do ut des” itu?
https://penakatolik.com/3-november-2025)

Doa:

Tuhan Yesus yang penuh kasih, kami bersyukur atas sabda-Mu hari ini 
yang menegur dan menuntun kami untuk meninggalkan sikap hati yang 
penuh perhitungan dan pamrih. Engkau mengingatkan kami bahwa kasih 
sejati tidak mencari imbalan, tetapi memberi dengan tulus, sebagaimana 
Engkau telah lebih dahulu mengasihi kami tanpa syarat.

Ubahkanlah hati kami agar semakin menyerupai hati-Mu. Ajarlah kami untuk berbuat baik 
bukan demi penghargaan atau balasan, melainkan karena cinta yang lahir 
dari imman. Jadikan kami pribadi yang rendah hati, murah hati, dan peka 
terhadap mereka yang miskin, tersingkir, dan terlupakan. Semoga melalui 
setiap tindakan kasih kami, nama-Mu semakin dimuliakan, kini dan 
sepanjang segala masa...Amin.

Sahabatku yang terkasih. Selamat Hari Senin. Salam doa dan berkatku 
untukmu dan keluarga di mana saja berada: Bapa dan Putera dan Roh 
Kudus...Amin. (Sumber the katolik.com/kgg).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved