Berita Sikka

Kisah Doksia Bura: 15 Tahun Merajut Asa dari Jual Tenun Maumere di Pasar Wairkoja

​Awalnya, Doksia menjajakan dagangannya di Pasar Geliting, yang kini telah direlokasi ke Pasar Wairkoja, Desa Wairkoja

Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/STEVANI
​​PEDAGANG SARUNG - Doksia Bura (55) berdagang sarung tenun ikat Maumere dengan beragam motif di lapak sederhananya di Pasar Wairkoja, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, Jumad (7/11/2025). Dari hasil penjualan tenun inilah ia menopang ekonomi keluarga dan membiayai kuliah anaknya. 

Laporan Reporter Magang TRIBUNFLORES.COM Stevani Thresia

TRIBUNFLORES.COM, ​MAUMERE - Di tengah hiruk pikuk pasar tradisional di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, sosok Doksia Bura (55) berdiri tegak sebagai pejuang ekonomi keluarga. 

Berasal dari Dusun Baobatun, Desa Ian Tena, Kecamatan Kewapante, Doksia telah mengabdikan dirinya selama kurang lebih 15 tahun untuk berjualan sarung tenun ikat Maumere yang kaya motif dan warna.

​Awalnya, Doksia menjajakan dagangannya di Pasar Geliting, yang kini telah direlokasi ke Pasar Wairkoja, Desa Wairkoja, Kecamatan Kewapante. 

Setiap hari Jumat, pasar tersebut menjadi 'arena'nya mengadu nasib. Tak hanya itu, perempuan paruh baya ini juga rutin hadir di Pasar Alok Maumere setiap hari Selasa dan Pasar Nangahale pada hari Jumat.

 

Baca juga: Harga Bahan Pokok Sayuran dan Bumbu di Pasar Alok Maumere

 

 

​Keuntungan dan Tantangan Pedagang Sarung

​Dengan beralaskan karpet, Doksia bersama pedagang lainnya menggelar lapak lesehan. Di hadapan mereka, tersusun rapi berbagai sarung tenun Maumere, memanjakan mata dengan motif beragam, mulai dari corak kecil hingga ukuran besar bergambar burung, rusa, hingga naga. 

Sarung-sarung tersebut dipajang menarik, bahkan ada yang dibentangkan di tiang pembatas lapak, memudahkan pembeli melihatnya dari kejauhan.

​Sarung-sarung yang dijual Doksia ia peroleh dari hasil jual beli dengan para pengrajin tenun ikat. Dari tiga pasar yang ia jadikan tempat berjualan, Doksia mengaku mampu meraup keuntungan bersih sekitar Rp 1 juta. 

Keuntungan ini, diakui Doksia, sangat membantu menopang perekonomian keluarga, terutama untuk membiayai kuliah anaknya di Universitas Nusa Nipa.

​Meski demikian, Doksia tak luput dari tantangan. Ia mengeluhkan banyaknya pembeli yang berutang namun tak kunjung melunasi. 

"Banyak yang datang utang, kita sudah bantu tapi tidak pernah mau bayar, tetapi saya selalu sabar," tuturnya pasrah.

​Selain masalah piutang, dagangan sarungnya juga mengalami masa sepi saat memasuki musim penghujan, yakni Januari hingga April. 

Namun, pedagang seperti Doksia akan kembali tersenyum saat memasuki bulan Juni, karena musim tersebut identik dengan perayaan pesta, seperti komuni suci pertama, acara perkawinan, dan sejumlah acara adat lainnya yang mendongkrak penjualan sarung.

​Merajut Mimpi di Sela Aktivitas Pasar

​Ketika tidak berjualan di hari pasar, Doksia mengisi waktu di rumah dengan membuka kios sembako sederhana. Bersama suaminya, ia hanya menggantungkan hidup dari berdagang sarung dan mengelola kios kecil, mengingat hasil panen pala dan kelapa di kampungnya tidak menjanjikan.
​Aktivitas Doksia dimulai sejak subuh.

Sekitar pukul 4 WITA, ia sudah bergegas menuju pasar untuk mempersiapkan dagangan, tak lupa membawa termos air panas, kopi, dan gula sebagai bekal penghilang kantuk. 

Untuk menambah variasi dagangan, ia juga sering berburu sarung hingga ke Pasar Nita.
​Dalam upayanya meringankan beban modal dan kebutuhan rumah tangga, Doksia bersama sejumlah pedagang sarung di Pasar Wairkoja membentuk kelompok arisan senilai Rp 250 ribu per minggu.

​Jerih payah Doksia selama ini terbukti membuahkan hasil. Dari hasil berjualan sarung, ia kini mampu membeli sepeda motor untuk kelancaran aktivitas dagangannya, dan yang paling membanggakan, Doksia sudah berhasil membangun rumah dari yang awalnya berdinding bambu menjadi berdinding batu. 

Pencapaian ini bahkan sering membuatnya dirundung gosip oleh tetangga, yang tak percaya ia bisa membiayai kuliah anak dan membangun rumah hanya dari dagang sarung.
​Kisah Doksia Bura adalah cerminan semangat pantang menyerah, membuktikan bahwa ketekunan dan kesabaran dalam menjajakan warisan budaya lokal dapat menjadi tulang punggung bagi kemandirian ekonomi keluarga.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved