Banjir Bandang di Mauponggo

Kisah Warga yang Selamat dari Banjir Bandang Nagekeo: Listrik Padam, Kami Lari dalam Gelap

Suara gemuruh air bercampur batu dan kayu terdengar dari bukit. Warga berlarian menyelamatkan diri dalam gelap gulita karena aliran listrik padam.

|
Penulis: Charles Abar | Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/DOK-TRIBUN FLORES
SAKSI KATA KORBAN- Urbanus Lako (71) dan Edwin (dokter hewan), korban yang selamat dari bencana banjir bandang, warga Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, NTT, Selasa (9/10/2025). 

TRIBUNFLORES.COM, MBAY- Senin (8/9/2025) malam menjadi momen paling mencekam bagi warga Desa Sawu, Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sejak subuh hingga sore hari, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat mengguyur wilayah tersebut. Hujan yang tak kunjung reda memicu banjir bandang yang tiba-tiba menerjang permukiman warga, membuat kepanikan meluas.

Suara gemuruh air bercampur batu dan kayu terdengar dari bukit. Warga berlarian menyelamatkan diri dalam gelap gulita karena aliran listrik padam. Teriakan saling bersahutan, memperingatkan satu sama lain untuk segera mengungsi.

Urbanus Lako (71), seorang warga Desa Sawu, duduk termenung di halaman rumahnya yang kini dipenuhi lumpur dan puing. Bersama istrinya, ia berhasil selamat dari peristiwa yang tak akan pernah ia lupakan.

 

Baca juga: BPBD Nagekeo Laporkan 35 Rumah Warga Hanyut Disapu Banjir Bandang di Mauponggo NTT

 

 

 

“Sejak pagi hujan tidak berhenti. Sekitar jam tujuh malam, saya dengar suara gemuruh dari bukit. Tidak lama ada dentuman besar, tanah bergetar, rumah pun bergoyang seperti gempa,” tutur Urbanus dengan suara bergetar, Rabu (10/9/2025).

Ia mengaku panik saat mendengar warga berteriak “payu, payu!” yang berarti “lari” dalam bahasa setempat. 

Tanpa sempat membawa barang berharga, Urbanus dan keluarganya berlari di tengah kegelapan. Kabel listrik yang putus membuat desa gelap gulita. Semua lari terpencar.

"Kami semua lari terpencar. Kami hanya dengar bunyi yang sangat hebat. Rasanya seperti dunia mau runtuh sudah,” kenangnya.

Keesokan paginya, dia kembali ke rumah dan disambut pemandangan memilukan. Rumah-rumah warga hancur, jalan-jalan tertutup pasir setinggi lutut, dan kebun-kebun tersapu banjir.

 

Baca juga: Satu Jenazah Balita Korban Banjir Bandang Nagekeo Ditemukan, Total Tewas 5 Orang, 3 Masih Dicari

 

“Sekitar 70 pohon pala, cengkeh, kelapa, semua habis. Babi peliharaan hanyut. Puluhan tahun tinggal di sini, baru kali ini banjir sebesar ini,” kata Urbanus lirih.

Ia mengaku trauma mengingat malam itu. Air bah datang begitu cepat hingga banyak warga tak sempat menyelamatkan diri.

“Mungkin mereka terlambat berlari saat air turun. Kesempatan lari sudah tidak ada,” ujarnya.

Kini Urbanus dan keluarga selamat, namun ia cemas akan masa depan setelah lahan pertanian dan perkebunannya rusak parah.

“Tanaman habis semua, irigasi rusak berat. Bisa-bisa kami kelaparan ke depan. Mohon bantu perbaiki irigasinya,” pintanya.

Desa Sawu dan desa-desa lain di Nagekeo masih diselimuti lumpur, puing, dan trauma mendalam. Urbanus hanya bisa menatap hamparan tanah kosong di lokasi rumah dan kebunnya.

Kesaksian Lain dari Desa Sawu

Edwin, dokter hewan dari Dinas Peternakan Nagekeo yang bertugas di Desa Sawu, juga mengalami langsung dahsyatnya banjir bandang tersebut.

“Hujan tidak berhenti sejak subuh. Air kali mulai meningkat sekitar pukul tiga sore dan puncaknya jam enam sore. Air dan material banjir mulai masuk ke rumah,” kata Edwin.

Barang-barang miliknya rusak, termasuk lemari pendingin penyimpanan obat-obatan dan vaksin ternak. Ia menyebut banjir bandang kali ini adalah yang terbesar di Desa Sawu.

“Saking hebatnya, banjir bandang ini membentuk kali baru yang besar dari lahan-lahan pertanian warga,” jelasnya.

Korban Jiwa dan Desa Terisolasi

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nagekeo mendata 35 rumah warga di Kecamatan Nagekeo tersapu banjir bandang, Senin (8/9/2025) lalu.

Rumah yang hanyut tersebut milik warga Desa Sawu, wilayah paling parah terdampak banjir bandang tersebut. 

Tak hanya kerusakan infrastruktur, bencana ini juga menelan korban jiwa hingga menyapu lahan pertanian yang menghidup warga setempat. 

Total korban tewas lima orang, tiga warga luka-luka dan tiga lainnya masih dalam pencarian Tim SAR gabungan. 

Akses jalan ke lokasi bencana ini memperihatinkan, jembatan Teodhae 1 dan Teodhae 2 di sekitar Puuboa–Sawu hingga rusak parah dan jalur Sawu–Mulakoli putus total karena dihantam banjir bandang.

Selain itu, 54 lahan pertanian rusak berat, serta jaringan irigasi seluas 72,5 hektar ikut hancur. Warga yang selamat kini mengungsi ke Kampung Guyuwolo, meninggalkan rumah dan harta benda.

Korban Meninggal dan Hilang

Hingga Kamis (11/9/2025), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nagekeo mencatat lima orang meninggal dunia dan tiga orang masih hilang. 

Korban terbaru adalah balita bernama Achiles Agustinus Busa Jago (14 bulan), ditemukan tim SAR sekitar dua kilometer dari rumahnya.

Bencana banjir bandang dan longsor melanda sedikitnya 21 desa di tiga kecamatan: Mauponggo, Nangaroro, dan Boawae. Sejumlah 18 desa sempat terisolasi akibat akses jalan tertutup material longsor.

Dalam operasi pencarian korban yang hilang, tim yang terlibat di antaranya Kansar Maumere, Unit Siaga SAR Ende, Batalyon Infanteri TP 834 Wakangamere, Polres Boawae, Kodim Ngada, Koramil Boawae, BPBD Nagekeo, TNI AL Ende, Babinsa Desa Sawu, Damkar Nagekeo, Pol PP Boawae, Dinas Sosial Boawae, TGN Boawae, tenaga Kesehatan Puskesmas Boawae, Puskesmas Sawu, aparat desa, masyarakat dan keluarga korban, Komsos Paroki Wolosambi, Institut Nasional Flores.

Untuk mendukung operasi pencarian, Tim SAR gabungan didukungan peralatan SAR yakni, rapid land SAR, alat erat tiga unit, palsar darat, dan palsar medis.

Status Tanggap Darurat dan Bantuan

Menyikapi penanganan darurat, Pemerintah Kabupaten Nagekeo menetapkan status tanggap darurat bencana cuaca ekstrem. Status tersebut tertuang dalam surat keputusan Nomor 330/KEP/HK/2025 yang berlaku mulai 9 hingga 30 September 2025.

Distribusi bantuan sempat terhambat akibat rusaknya akses jalan, padamnya listrik, dan terputusnya komunikasi. 

Pemerintah daerah bersama BPBD, TNI/Polri, dan Basarnas kini fokus membuka jalur darat dengan alat berat serta memanfaatkan kapal feri Kupang–Aimere untuk mempercepat pengiriman logistik.

Berita TribunFlores.Com Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved