Opini
Ijon dan Tengkulak : Rantai Dosa dalam Agribisnis Desa
Praktik ijon masih membelit petani, memaksa mereka menjual hasil panen dengan harga murah sebelum dipetik. Tengkulak menawarkan solusi instan
Oleh: Aventus Purnama Dep
Mahasiswa Magister Sains Agribisnis Institut Pertanian Bogor
Praktik ijon masih membelit petani, memaksa mereka menjual hasil panen dengan harga murah sebelum dipetik. Tengkulak menawarkan solusi instan tetapi pada kenyataannya menimbulkan kerugian jangka panjang. Kondisi ini terus menggerus kesejahteraan petani dan memperlemah posisi mereka di sektor pertanian.
Fenomena ijon nyata terjadi di berbagai daerah penghasil komoditas, karena pertanian tidak hanya bernilai ekonomi. Ia juga merupakan bagian dari identitas sosial dan budaya masyarakat yang melekat kuat. Pertanian dan budaya lokal saling terhubung, sehingga dampak ijon meluas ke aspek kehidupan sehari-hari.
Petani menghadapi tantangan besar berupa harga yang fluktuatif, akses pasar yang terbatas, serta minimnya perlindungan kebijakan. Situasi ini mendorong ketergantungan mereka pada tengkulak melalui sistem ijon. Akibatnya, kerentanan struktural semakin mengakar dan sulit diputuskan dalam jangka panjang.
Ijon memang menjadi solusi sementara bagi kebutuhan modal mendesak, tetapi dampaknya merugikan. Dalam jangka panjang, praktik ini melanggengkan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang mengikat petani. Mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan, sementara tengkulak terus memperkuat dominasinya di pedesaan.
• Injil Katolik Hari Selasa 7 Otober 2025 Lengkap Mazmur Tanggapan
Praktik Ijon dan Peran Tengkulak
Ijon merupakan praktik penjualan hasil panen sebelum matang dengan harga rendah, di mana tengkulak bertindak sebagai pemberi modal. Namun keuntungan utama selalu berpihak pada tengkulak, sedangkan petani hanya menerima pembayaran jauh di bawah nilai potensial panen. Keuntungan yang tidak adil ini menjadi sumber ketimpangan.
Petani terpaksa terikat dalam praktik ijon karena keterbatasan akses terhadap pasar, modal, dan lembaga keuangan. Kondisi tersebut membuat ruang negosiasi hampir tidak ada, sehingga ketergantungan mereka pada tengkulak semakin kuat. Akhirnya, struktur sosial-ekonomi pedesaan menempatkan petani pada posisi lemah.
Meskipun sering dianggap sebagai strategi bertahan hidup, praktik ijon menimbulkan kerugian jangka panjang. Melalui ijon, petani memang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan, atau kewajiban adat. Namun, praktik ini juga memperlihatkan keterikatannya dengan budaya serta hubungan sosial yang sulit dipisahkan.
Dampak Ekonomi, Sosial, dan Moral
Dari sisi ekonomi, ijon merugikan petani karena harga jual sangat rendah, sedangkan tengkulak meraih keuntungan besar. Ketergantungan ini memperkuat posisi tawar yang timpang, menghambat peningkatan kualitas, serta memperparah kemiskinan struktural di pedesaan. Situasi ini menciptakan lingkaran ketidakadilan yang sulit diputuskan.
Secara sosial, ijon menormalisasi ketidakadilan dan membatasi peluang petani untuk mengakses pasar atau memperoleh informasi. Keterbatasan ini menempatkan petani kecil pada posisi tidak berdaya, sehingga mobilitas sosial mereka terhambat. Akhirnya, kesenjangan sosial di pedesaan semakin melebar.
Dari segi moral, praktik ijon mengeksploitasi pihak yang lebih lemah dan mencerminkan ketidaksetaraan. Ijon bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga masalah sosial yang mengakar dalam kehidupan desa. Keuntungan hanya dinikmati segelintir orang, sementara mayoritas petani terus menanggung kerugian.
Dengan demikian, ijon dapat dipandang sebagai perilaku yang merugikan secara etis. Ia menempatkan keuntungan di atas keadilan sosial, merampas hak petani atas hasil kerja mereka sendiri. Situasi ini menjadikan ijon tidak sekadar praktik ekonomi, melainkan juga sebuah dosa sosial.
Perspektif Gereja Katolik
Selain dampak ekonomi dan sosial, praktik ijon juga memiliki implikasi moral menurut ajaran Gereja Katolik. Praktik ini bertentangan dengan prinsip keadilan, solidaritas, dan subsidiaritas karena menindas petani serta merampas hak mereka. Gereja menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh hasil adil dari jerih payahnya.
Ijon juga bertentangan dengan ajaran Katolik mengenai martabat manusia dan tanggung jawab sosial. Petani diperlakukan sekadar objek transaksi, sementara hak mereka untuk hidup layak diabaikan. Kondisi ini menuntut adanya perlindungan nyata dari komunitas serta lembaga yang berwenang.
Perspektif Gereja Katolik menegaskan perlunya reformasi struktural dalam sistem perdagangan. Prinsip keadilan menuntut intervensi moral dan sosial agar petani tidak lagi menjadi korban praktik merugikan. Sebaliknya, mereka harus diposisikan sebagai subjek yang memperoleh manfaat setara.
Menutup Dosa, Merajut Rantai Pasok Sehat
Praktik ijon dapat disebut sebagai “rantai dosa” dalam agribisnis karena menimbulkan ketidakadilan struktural. Ketergantungan pada tengkulak memperkuat kemiskinan, menekan motivasi, dan menghambat inovasi. Untuk memutus rantai ini, dibutuhkan kerja sama petani, koperasi, lembaga keuangan, pemangku kebijakan, dan masyarakat luas.
Alternatifnya adalah rantai pasok sehat, yakni sistem yang menempatkan petani sebagai subjek utama. Melalui mekanisme ini, petani memperoleh akses langsung ke pasar lewat koperasi atau platform digital. Harga menjadi transparan dan produksi dapat direncanakan sesuai permintaan nyata, sehingga risiko kerugian menurun.
Dalam rantai pasok sehat, produk diproses dan dikemas sesuai standar mutu yang seragam. Proses ini menjaga kestabilan harga sekaligus memastikan nilai tambah kembali ke tangan petani. Dengan demikian, kesejahteraan mereka dapat meningkat secara berkelanjutan dan tidak bergantung pada tengkulak.
Rantai pasok sehat juga mendorong kerja sama antarpetani melalui kelompok atau asosiasi. Integrasi teknologi pascapanen, sertifikasi kualitas, dan indikasi geografis memperkuat daya saing produk. Produk pun lebih terjamin mutunya, bernilai tinggi, dan mampu menembus pasar domestik maupun internasional.
Kelembagaan yang kuat menjadi kunci memperbaiki posisi tawar petani. Melalui koperasi, ketergantungan pada tengkulak dapat berkurang, bahkan dihapuskan. Pemerintah juga berperan dengan menyediakan kebijakan harga minimum, subsidi input, serta insentif bagi koperasi yang berhasil menembus pasar ekspor.
Dengan langkah terpadu ini, praktik ijon dapat ditekan dan petani memperoleh harga adil. Rantai pasok sehat bukan hanya mekanisme perdagangan, melainkan tindakan moral. Sistem ini menegakkan keadilan sosial, menghormati martabat petani, dan memberikan peluang nyata bagi kesejahteraan mereka.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.