Berita Manggarai

Prof.Yohanes Servatius Lon Dikukuhkan Jadi Guru Besar Ilmu Religi dan Budaya

Rektor Universitas Katolik (Unika) St Paulus Ruteng, Prof.Yohanes Servatius Lon, MA dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Religi dan Budaya.

Editor: Egy Moa
SCRENSHOT
Prof Yohanes Servatius Lon, MA (kiri) dikukuhkan oleh Kepala LLDikti Wilayah XV, Prof. Drs. Mangadas L Gaol, M Si.,Ph.D. 

Laporan Reporter TRIBUN FLORES.COM, Robert Ropo

TRIBUN FLORES.COM,RUTENG-Rektor Universitas Katolik (Unika) St Paulus Ruteng, Prof. Yohanes Servatius Lon, MA dikukuhkan menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Religi dan Budaya.

Pengukuhan dilaksanakan dalam sidang Senat Terbuka di Aula Assumpta Gereja Katedral Ruteng, Sabtu 27 November 2021, ditandai pengalungan tanda Guru Besar oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XV,Prof Drs Mangadas L Gaol, M Si.,Ph.D kepada Prof Yohanes.

Jabatan akademik terti Prof Drs Mangadas L Gaol, M Si.,Ph.Dnggi tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Nomor 64673/MPK.A/KP.05.01/2021 tertanggal 5 Oktober 2021.

Prof.Yohanes Servatius Lon, MA atau akrab disapa Prof John ini menyampaikan orasi ilmiah 'Perjumpaan Hukum Negara, Agama dan Adat dalam Kasus Perkawinan di Manggarai, Flores.'

Baca juga: Pasutri Muslim Manggarai Timur Masuk Gereja Dampingi Keponakan Sambut Baru

Prof John juga menyampaikan latar belakang tentang Budaya Lokal vs Hukum Universal berawal saat ia mengikuti kuliah Hukum Gereja Katolik pada Universitas Katolik Amerika di Washington D.C, Amerika Serikat.

Dosennya Prof McManus justru melakukan kajian mengenai gerakan kepeloporan Mgr. Van Bekkum sebagai salah satu perintis pemikiran dan pelaku praksis inkulturasi dalam Gereja Katolik. Dosen tersebut kaget ketika mengetahuiny berasal dari Manggarai, tempat Mgr Van Bekkum berkarya.

Dosen itu lalu berpesan kepadanya untuk belajar dan membaca hukum Gereja (universal) dalam semangat hukum lokal Manggarai.

Prof John juga mengenang kembali, pengalaman masa kecilNya. Tahun 1967 Ia masuk Sekolah Dasar.

Baca juga: Gelar Pasar Murah, Dinas Ketahanan Pangan dan Bulog Meriahkan HUT Kabupaten Manggarai Timur

Pada saat itu berlaku aturan bahwa bahasa resmi dan bahasa pengantar pembelajaran di sekolah adalah Bahasa Indonesia. Aturan ini sungguh menjadi masalah dan beban psikologis yang berat bagi Prof John yang datang dari lingkungan yang kuat berbahasa Manggarai.

"Masih segar dalam ingatan saya, karena tidak bisa berbahasa Indonesia yang baik, saya merasa tidak betah di sekolah. Bahkan perasaan demikian sangat kuat, sehingga saya tidak mau dan tidak berani lagi datang ke sekolah seminggu lamanya. Di masa itu, anak yang tidak bisa berbahasa Indonesia dicap bodoh, udik dan kampungan. Jadinya, saya semakin takut,"tuturnya.

Namun karena dukungan dan ajakan dari teman-temanya dengan menciptakan suasana dan lingkungan sekolah membuat ia berani datang ke sekolah.

Menurut Prof John, ada banyak stigma negatif dan tak berimbang terhadap sesuatu yang lokal. Pengalamannya itu mencerminkan politik dan kebijakan bahasa nasional yang dominatif dan sentralistik yang dapat merugikan anak didik yang berasal dari lingkungan yang kental dengan bahasa daerahnya.

Baca juga: Liang Bua di Manggarai, Rumahnya Manusia Purba Flores

"Kita seharusnya sepakat bahwa budaya lokal dari komunitas kecil sekalipun, tidaklah boleh dipandang sebelah mata. Setiap usaha untuk menyingkirkannya tidak dibenarkan. Sebaliknya, saya juga melihat aspek lain dari peristiwa sewaktu saya SD. Saya belajar dari pengalaman masa kecil itu, bahwa jika seseorang hanya mengenal budayanya sendiri dan hidup di ruang sempitnya tanpa perjumpaan dialektis dengan unsur lain (nasional, global, grand narration), ia juga akan menjadi katak di dalam tempurung,"ujarnya.

Menurut Prof John, lingkungan kultural yang memberi rasa nyaman bisa saja justru akan membatasi, menghambat dan memenjarakan seseorang, sejauh dia tidak membuka diri bagi dunia, pemikiran dan praktis yang lebih terbuka. Ia dapat menjadi penghalang bagi seseorang untuk maju ke dunia yang lebih luas di luar lingkungan budayanya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved