Berita Ende
Pesan Uskup Agung Ende di Konferda WKRI, Bukan Hanya Untuk Umat Katolik
Uskup Agung Ende, Mgr.Vincentius Sensi Potokota mengingatkan WKRI Ende jangan hanya dikenal karena jargon-jargon luar biasa tetapi dalam karya nyata.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Oris Goti
TRIBUNFLORES.COM, ENDE- Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Dewan Pengurus Daerah (DPD) Keuskupan Agung menggelar Konferda IV selama tiga hari dimulai Jumat 1- 3 April 2022 di Aula Susteran Emaus.
Konferda IV ini dihadiri oleh Uskup Keuskupan Agung Ende, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Ketua Presidium Dewan Pengurus Pusat (DPP) WKRI, Ketua Yayasan Universitas Flores (Uniflor) Laurentius Gadi Djou dan Assisten III Setda Ende, Hiparkus Hepi.
Mgr. Vincentius Sensi Potokota, mengatakan WKRI mesti terus berbenah baik secara internal organisasi maupun dal aspek peran sosiopolitik. WKRI hadir bukan bagi umat Katolik saja, tetapi seluruh masyarakat dengan tetap berpegang pada identitas dan nilai - nilai Kekatolikan.
Kehadiran WKRI, kata Mgr. Vincentius, jangan hanya dikenal karena jargon - jargon yang luar biasa, tetapi harus diaktualisasikan dalam karya nyata.
Baca juga: Rutan Maumere Terima Penghargaan dari KPPN Ende
"Tidak ada pilihan lain selain kaum perempuan harus menunjukan kelasnya. Jangan hanya sebatas puas dengan jargon-jargon seperti pemberdayaan perempuan dan emansipasi wanita," kata Mgr. Vincentius.
Sementara itu, Justina Rostiawati dalam sambutannya, menguraikan, akhir Agustus 2015 dirinya hadir dan mendampingi Konferda III DPD Keuskupan Agung Ende diputuskan pemekaran wilayah dan lahirnya DPD WKRI Keuskupan Maumere. Setahun kemudian, lahirlah DPD WKRI Keuskupan Maumere. Kelahiran DPD Keuskupan Maumere, kata Justina menandai perlunya penataan wilayah kerja WKRI di Flores.
"Dalam hal penataan wilayah ini, Wanita Katolik RI harus berterima kasih kepada Mgr. Sensi selaku Uskup Agung KA Ende yang sangat mendukung dengan memberikan ruang khusus bertemu dan bicara dengan para Bapa Uskup dalam pertemuan dengan para uskup se wilayah Keuskupan Agung Ende tahun 2015," ungkapnya.
Menurutnya, penataan wilayah kerja di Keuskupan Agung Ende masih berjalan. Penataan wilayah kerja yang cukup rumit dan kompleks ini, lanjutnya perlu dikawal dan didampingi oleh orang-orang yang benar-benar memahami situasi dan kondisi setempat dengan memahami permasalahan organisasi.
Baca juga: Wakil Bupati Ende Akan Tempati Rumah Jabatan Bupati Ende
"Di sini saya banyak berdiskusi dengan Mama Paulina, yang sekarang masih menjabat sebagai Ketua Presidium DPD. Saya harap Mama Paulina masih mau turut mengawal penataan wilayah kerja yang belum selesai ini," harapnya.
Justina menjelaskan, awalnya WKRI sebagai organisasi perempuan katolik diproklamasikan dengan nama Poesara Wanita - yang kemudian bernama Wanita Katolik RI. Menurutnya sekelompok perempuan muda zaman itu mengawali lahirnya Wanita Katolik RI ini dengan spirit bela rasa - membela yang lemah, yaitu perempuan buruh pabrik rokok cerutu negresco.
Ibu Maria Soelastri, lanjut Justina, memimpin kelahiran Wanita Katolik RI dengan gigih memperjuangkan nasib dan kesejahteraan buruh perempuan. Kala itu, Maria Soelastri, tidak turun ke jalan tapi langsung bernegosiasi
menggunakan dasar Ensiklik Rerum Novarum - ensiklik pertama yang dikeluarkan Paus Leo tahun 1891.
"Ensiklik ini memperjuangkan nasib dan kesejahteraan buruh khususnya agar mendapat kebebasan berserikat. Ibu Soelastri melihat bahwa situasi dan kondisi buruh perempuan di pabrik itu juga perlu diangkat agar harkat dan martabatnya sebagai manusia dihargai," ungkapnya.
Baca juga: Sudah Dua Bulan,Tak Ada Stok Minyak Goreng di Bulog Ende
Dia menguraikan, Wanita Katolik RI sebagai salah satu ormas perempuan katolik zaman sebelum kemerdekaan. Bahkan jauh sebelum NKRI terbentuk, sudah ada bersama organisasi perempuan yang sudah lebih tua yaitu Aisyiyah (dari Muhammadiah) turut memperjuangkan kemerdekaan dan terbentuknya NKRI.