Berita Manggarai
Irjen Pol Jhoni Asadoma Bicara Moderasi Beragama di Unika Santu Paulus Ruteng
Kepala Divisi Hubungan Internasional, Irjen Pol. Drs.Jhoni Asadoma, SIK,M.Hum, memberikan kuliah umum moderasi beragama di Unika Santu Paulus Ruteng.
“Civitas Academica Unika Santu Paulus Ruteng sangat beragam secara Suku, Ras, Agama dan Golongan. Puji Tuhan, sejauh ini keberagaman SARA yang ada di kampus ini telah dimaknai secara positif dan dipandang sebagai asset yang memperkaya kebersamaan civitas Academica di kampus ini,” tutur Prof. Jhon.
“Dosen, pegawai dan mahasiswa atau keluarga bersar Unika Santu Paulus Ruteng sangat komit dengan NKRI dan sangat setia dengan agamanya masing-masing serta sangat respek dengan perbagai perbedaan Suku, agama, ras dan golongan,” lanjutnya.
Moderasi Beragama Rajut Keberagaman
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen. Pol. Drs. Johni Asadoma, S.I.K., M.Hum mengungkapkan, munculnya istilah moderasi beragama pada beberapa tahun belakang ini disebabkan karena muncul kembali paham radikalisme yang dapat menyebabkan konflik antar umat beraga di Indonesia.
Baca juga: Tanam 245 Ribu Bambu, Mama-mama di Manggarai Raup Untung Rp 612 Juta Lewat Bank NTT
“Radikalisme adalah paham keagamaan yang mengacu pada pondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme yang tinggi dan seringkali menggunakan cara-cara kekerasan”, ungkapnya.
Menurutnya, apabila paham radikal ini dibiarkan berkembang, maka akan membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa bahkan dapat meruntuhkan NKRI.
oleh karena itu, lanjutnya, perlu dilakukan langkah-langkah preventif agar tidak merugikan bangsa dan negara melalui moderasi beragama
Mantan Wakapolda NTT ini menjelaskan jenis–jenis konflik agama, yaitu (1) konflik moral berkaitan dengan ketidaksesuaian antara nilai-nilai pribadi dan ajaran agama; (2) konflik sectarian, yang dikenal juga sebagai konflik intra agama. Konflik terkait isusektarian yang muncul karena adanya pemahaman yang berbeda antarkelompok dalam satu agama yang sama; (3) konflik komunal, dikenal juga sebagai konflik antar agama, yaitu konflik yang melibatkan dua atau lebih kelompok dari agama yang berbeda;
Baca juga: Ketika Gubernur NTT Tepati Janji untuk Warga Cibal di Manggarai
Jenis konflik agama selanjutnya yakni (4) konflik politik/kebijakan. Konflik yang timbul sebagai akibat penolakan oleh individu atau kelompok terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah; (5) konflik terorisme, seperti perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror/rasa takut secara meluas dan berakibat menimbulkan korban yang bersifat masal, kerusakan fasilitas publik, obyek vital yang bersifat strategis dan sebagainya dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Penting Bagi Indonesia
“Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, multicultural, multireligion, multi ethnic. Karena itu dibutuhkan paham keagamaan yang moderat. Moderat diinternalisasikan melalui moderasi beragama.
Moderasi beragama adalah sikap atau cara pandang prilaku beragama yang moderat, toleran, menghargai perbedaaan, dan selalu mengutamakan kepentingan bersama,” ungkap Jhoni.
Baca juga: Bank NTT Beri Pinjaman Daerah ke Pemda Manggarai Rp 250 Miliar
Menurut Kadiv Hubinter Mabes Polri ini, agama harus diterjemahkan sebagai basis yang merefleksikan kesejukan perdamaian, keharmonisan, dan menghindari konflik. Maka untuk mencapai basis ini diperlukan moderasi beragama.
Mantan Danyon Brimob Bogor Polda Jabar (2002—2003) ini menyebutkan empat indikator moderasi beragama, yaitu komitmen kebangsaan; toleransi, anti kekerasan, dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal.
Bukan Moderasi Ajaran