Berita Lembata

Thomas B Ataladjar, 30 Tahun Meneliti Jejak Peradaban Manusia di Lembata

Thomas B Ataladjar bukan nama yang asing di telinga para sejarawan dan peneliti di Indonesia. Berbagi buku sejatah telah dihasilkannya

Editor: Egy Moa
DOK.THOMAS ATALADJAR
Thomas B Ataladjar (kiri) dan Anggota DPR RI, Haji Sulaeman Hamzah berpose bersama dalam sebuah acara di Jakarta.  

Laporan TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA- Thomas B Ataladjar bukan nama yang asing di telinga para sejarawan dan peneliti di Indonesia.

Hijrah ke Jakarta tahun 1970-an, jalan hidup putra kelahiran Waiwejak, 12 November 1951 itu tak lepas dari dunia jurnalisme dan penelitian sejarah. Buku teranyar yang dia tulis adalah buku tentang sejarah peradaban manusia di Pulau Lomblen Lembata yang dia teliti selama hampir 30 tahun.

Buku berjudul ‘Lembata; Dalam Pergumulan Sejarah dan Otonominya’ ini mengulas secara lengkap jejak-jejak sejarah dan kebudayaan di Lembata yang selama ini belum tersingkap. Buku setebal 552 halaman itu rencananya akan dilaunching pada 12 Oktober 2022 di desa Hadakewa.

Buku tersebut diberi kata pengantar Prof. Dr. Alo Liliweri MS, Guru Besar Ilmu Komunikasi Budaya Universitas Nusa Cendana Kupang dan epilog ditulis Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum, dosen Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta serta editor buku Anzis Kleden, penulis dan wartawan senior kelahiran Waibalun, Flores Timur.

Baca juga: Telat Kunjungan Pertama dan Persalinan di Rumah, Masalah K1 di Puskesmas Loang

Kiprah Thomas dalam penulisan buku sejarah tak perlu diragukan.  Selain menulis di beberapa media massa, redaktur pelaksana tabloid ‘Catholic Life’ ini pernah menulis serentet buku sejarah, di antaranya Sejarah Jakarta, Sejarah Banten, Sejarah Sumatera Barat, Sejarah Aceh, Sejarah Kepulauan Seribu dan Sejarah Lembata. Dia juga menulis biografi sejumlah tokoh nasional dan lokal.

Ayah tiga orang anak ini pernah mendapat penghargaan Museum Bahari Award pada tahun 2013  dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Penghargaan ini merupakan apresiasi dari pemerintah ibu kota atas penelitian dan publikasi budaya bahari dan Pelabuhan Sunda Kelapa melalui sejumlah buku. Pertama, buku Toko Merah; Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung. Kedua, buku Si Jagur; Kisah Sejarah dan Legendanya. Buku ini diberi kata pengantar oleh Gubernur DKI Jakarta kala itu yang kini menjabat Presiden RI Joko Widodo.

Penulis Robert Bala, pernah mengungkapkan dalam salah satu tulisannya tentang ciri khas Thomas dalam mengulas sejarah.  Cara menulis Thomas Ataladjar berbeda dengan banyak penulis.

Bagi Thomas, menulis sebuah bab tidak harus dilakukan dalam pembagian yang ketat. Mempelajari buku-bukunya maka bab lebih merupakan penonjolan sebuah aspek yang kerap sebagai hentakan peristiwa-peristiwa kecil yang patut menarik perhatian.

Baca juga: DPRD Lembata Harap Kekerasan Terhadap Pekerja Media Dihentikan

Karena itu, menurut Robert Bala, buku-bukunya terkesan memiliki bab yang banyak. Padahal tidak seperti itu. Dengan mudah akan ditemukan kelezatan dan keindahan saat membaca. Tak disadari, seseorang akan segera melangkah dari bab yang satu ke bab yang lain. Cara penyajian seperti inilah yang sebenarnya menunjukkan kekhasan Thomas dalam menulis. 

Penggiat Budaya Lembata, Abdul Gafur Sarabiti, pun menyanjung Thomas Ataladjar sebagai sejarawan yang cerdas dan rendah hati.  Pengabdiannya di bidang penulisan sejarah, tandas Abdul Gafur, tak tertandingi. 

"Masyarakat Lembata patut bersyukur memiliki putra terbaik yang sudah menulis banyak hal untuk Lembata dah Indonesia. Karya-karyanya tentu saja akan abadi," pungkas Abdul Gafur Sarabiti. 

Berita Lembata lainnya


 
 
 
 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved