Berita Manggarai
Cerita Noldy Katung, Pulang Merantau Sukses Jadi Penjual Tempe di Manggarai
Modal usaha saat ini tidak sulit lagi, Koperasi Kredit menyediakan pelayanan pinjaman produktif dengan bunga rendah.
Keputusan ini diambilnya saat itu dengan perhitungan yang cukup matang, dia melakukan pemetaan potensi permintaan tempe terlebih dahulu di sekitar wilayah Paroki Tanggar.
Ini dilakukannya untuk menambah keyakinan akan keputusannya menjadi penjual tempe produksi sendiri. Dia sangat yakin banyak keluarga yang suka makan tempe namun persedian tidak cukup. Tempe-tempe yang dijual di wilayah Tanggar berasal dari Ruteng.
Untuk memastikan tempe yang akan dihasilkannya nanti bermutu baik, tidak kalah enaknya dengan tempe buatan dari beberapa produsen tempe di kota Ruteng maka dia belajar tentang cara memproduksi tempe di Youtube.
Beberapa kali dia belajar di youtube namun masih ada keragu-raguan, apakah dia mampu menghasilkan tempe yang diterima pasar atau malah sebaliknya.
Baca juga: Pengurus PGRI Flotim Tatap Muka dengan Penjabat Bupati, Doris: Jadilah Guru Panutan
Keberaniannya untuk segera membuat tempe muncul, berawal dari suatu pengalaman bertemu dengan Stef Jegaut, staf agribisnis dari Yayasan Ayo Indonesia di Kapela stasi Nul.
Saat itu, Stef datang ke sana untuk memperkenalkan program pemberdayaan social ekonomi dari Yayasan Ayo Indonesia yang didukung oleh SDW/Steyler Missionprokur SVD Swiss kepada umat Stasi bertempat di Kapela Null.
Noldy yang hadir pada kegiatan itu, datang menghampiri stef di halaman depan Kapela untuk mengusulkan pelatihan cara membuat tempe kepada dia dan isterinya.
"Bersyukur usulan saya disetujui sehingga minggu berikutnya, kami bersama Stef membuat tempe menggunakan bahan baku ragi dan kedelai sebanyak 2 kg," cerita Noldy.
Pada pelatihan itu mereka berhasil memproduksi tempe sebanyak 24 lempeng, tempe-tempe itu dijual kepada tetangga, meskipun hasil penjualan hanya Rp 50 000 tetapi bagi noldy dan isterinya, hal ini merupakan satu pengalaman yang berharga dalam hidup mereka, meskipun nilai penjualan perdana sebesar itu, ternyata memacu semangat keduanya untuk memproduksi tempe lebih banyak lagi, dengan mengolah kedelai 10 kg per hari pada kegiatan produksi berikutnya.
”Saya bangga dengan isteri saya yang selalu sejalan dan searah dalam membangun ekonomi keluarga kami, dukungan dia luar biasa, hal ini menambah motivasi saya untuk fokus berbisnis tempe, dia tidak hanya dukung dengan kata-kata saja, tetapi dia juga ikut ambil bagian dalam proses memproduksi tempe. Saya bersyukur memiliki pasangan hidup seperti dia,”ungkap Noldi memuji isterinya.
Dalam menjalankan usaha ini, kata Noldy tidak semulus seperti yang dipikirkan, pernah menghadapi tantangan berat, kedelai yang sudah dicampur ragi sebagian besar busuk dan rusak saat proses fermentasi berlangsung, kerugian diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah, padahal kedelai yang diolah bermutu baik, takaran raginya sudah pas dan ruangan fermentasi telah dibikin rapih menggunakan rak-rak terbuat dari kayu.
Baca juga: Pater Jhon Prior SVD Meninggal Dunia, IFTK Ledalero Kehilangan Pengajar Terbaik
“Terhadap persoalan ini, kami tidak putus asa dan menerima hal ini sebagai tantangan dan resiko, menguji mental dan kesungguhan dalam berbisnis. Kemudian kami memproduksi lagi dan mengalami hal yang sama, kedelai yang telah difermentasi mengalami busuk, lalu saya dan isteri memutuskan untuk berhenti produksi dahulu dan saat itu, kami merasa stress dan terus berdoa,” cerita noldy, ayah dari 2 orang anak ini.
Selain berdoa untuk menghadapi tantangan ini, lanjut Noldy dia juga meminta nasihat atau pendapat dari stef selaku pendamping dan juga dianggap sebagai seorang Kakak.
"Stef menyarankan saya untuk melakukan evaluasi terhadap proses-proses produksi agar diketahui sebab musabab dari kegagalan ini, namun tidak ditemukan semacam kesalahan atau kekeliruan di setiap proses,"ujarnya.
“Mungkin situasi ini menguji ketangguhan mental saya sebagai pebisnis,”ungkap Noldy dengan nada optimis.