Berita Sikka
Cerita Uskup Maumere Saat Gempa 92 di Sikka, Semua Bersatu Tak Ada Orang Kaya dan Miskin
Sebagai Pastor rekan, beliau merasakan sendiri ngerinya gempa bumi, disusul dengan tsunami yang melanda
Penulis: Nofri Fuka | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Hadir dalam acara talkshow Simponi Duka Ami Norang dengan tema "Budayakan Siaga, Kurangi Resiko Bencana", Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, Pr mengisahkan kembali peristiwa 30 tahun lalu saat beliau mengalami secara langsung peristiwa gempa bumi dan tsunami di Maumere bersama warga lainnya.
Tahun 1992, Uskup Keuskupan Maumere Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, Pr masih menjabat sebagai Pastor rekan di Paroki Santo Yosef Maumere ( yang sekarang beralih jadi Gereja Katedral Keuskupan Maumere).
Sebagai Pastor rekan, beliau merasakan sendiri ngerinya gempa bumi, disusul dengan tsunami yang melanda dan meluluhlantakkan Kota Maumere saat itu.
Di daerah pasar, kata Uskup Ewald, ada mayat mayat yang bergelimpangan. "Siapa yang mau membantu. Semua orang mau selamatkan diri, hanya tinggal satu dua orang yang menutupi mayat itu. Sehingga beberapa waktu kemudian bisa diungsikan ke rumah sakit," ungkapnya.
Baca juga: LIVE STREAMING: Talkshow Kilas Balik Ami Noran, Mengenang 30 Tahun Tsunami Flores
"Pada saat itu kita menyadari bahwa kita tidak punya apa-apa. kita hanya berserah pada penyelenggaraan ilahi pada saat itu," tambahnya.
Uskup Ewald menceritakan saat gempa terjadi semua orang berkumpul di Lapangan Kota Baru. Uskup Ewald mengakui waktu itu semua orang bersatu tidak ada lagi orang kaya atau miskin tidak ada lagi dari keluarga di sana atau keluarga ini semua bersatu di bawah tenda kolong langit yang sama.
Beliau menyebutkan tahun 1992 merupakan pengalaman yang sangat luar biasa baginya. Waktu itu beliau sebagai pastor rekan di paroki santo Yosef Maumere dan baru setahun ditahbiskan menjadi imam serta ditempatkan di paroki santo Yosef. Pastor Paroki saat itu, Romo Yakobus Soba.
Sebagaimana biasanya sebagai pastor paroki dan pastor rekan, selalu setiap hari sabtu sore ada jadwal untuk mengadakan pelayanan di gereja stasi Perumnas.
Terkait peristiwa 92 itu, awalnya Uskup Ewald dan yang lainnya menjalankan aktivitas seperti biasa. Hingga tiba tiba tanah terguncang hebat secara tiba-tiba.
Uskup Ewald mendeksripsikan bahwa goncangan yang disebabkan akibat gempa seperti menghentak. "Membuat kita seperti terloncat-loncat," jelasnya.
"Dan kami, dan pegawai sekertariat di paroki berusaha menyelamatkan diri keluar lewat pendopo pastoran ini kedepan. dan di hadapan pastoran santo Yosef itu sebenarnya ada satu tempat dengan nama Bangsa Lazarus dan disamping Paroki santo yosef ada bengkel santo Yosef. Disebelahnya itu kevikepan," demikian deskripsinya.
Jam 13.29 terjadi gempa yang begitu luar biasa. Uskup Ewald dan yang lainnya saat itu berusaha menyelamatkan diri ke bengkel santo yosef namun karena goncangan yang sangat luar biasa membuat mereka kesulitan berlari bahkan hampir jatuh.
"Kemudian kami harus menyelamatkan diri dengan memegang pohon. Dan pada saat itu di depan Paroki santo yosef ada yang namanya pohon evergreen dan kami semua pegawai dan anak anak yang bekerja di situ memegang pohon evergreen," imbuhnya.
Beberapa saat kemudian mereka melihat bahwa terdapat beberapa bagian bangunan dari bengkel santo yosef yang sudah runtuh dan bangunan kevikepan waktu itu yang sekarang menjadi komunitas Abdon longginus juga runtuh. Yang belum runtuh adalah bangunan Gereja.