Berita Sikka

SMAK St. Benediktus Hadir di Palue, Rd Leksi Luna: Kami Bantu Orangtua

Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) St.Benediktus Palue menjadi satu-satunya sekolah Menengah Atas (SMA) di Pulau Palue, Kecamatan Palue, Sikka.

Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES. COM/GORDY DONOFAN
BELAJAR - Siswa-siswi SMAK St.Benediktus Palue saat ikut KBM di sekolah mereka di Desa Malariwu, Kecamatan Palue, Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Jumat 20 Januari 2023. Kepala SMAK St.Benediktus Palue, Rd.Leksi Luna, menjelaskan sekolah ini merupakan dibawah naungan Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia. Kehadiran sekolah ini dapat membantu umat di wilayah Palue. 

TRIBUNFLORES.COM, PALUE - Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) St.Benediktus Palue menjadi satu-satunya sekolah Menengah Atas (SMA) di Pulau Palue, Kecamatan Palue Kabupaten Sikka, NTT.

SMAK St.Benediktus Palue didirikan sejak tahun 2018 dan merupakan kerinduan masyarakat di Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka.

Kepala SMAK St.Benediktus Palue, Rd.Leksi Luna, menjelaskan sekolah ini merupakan dibawah naungan Dirjen Bimas Katolik Kementerian Agama Republik Indonesia.

"Kita membantu orang tua dalam hal ekonomi. Pemerintah mendekatkan pelayan kepada masyarakat. Meskipun masih ada memang anak-anak sekolah ke luar. Tapi kami disini setiap tahun ada peningkatan jumlah siswa. Tahun pertama itu 78 siswa, setiap tahun meningkat dan tahun 2023 tahun keempat ada 214 siswa dan guru 23 orang. Gurunya 19 dan tenaga kependidikan ada 4 orang. Kalau disini guru honorer semua. Guru ini dua orang dari Sikka yang lain dari Palue,"ujar Rd. Leksi saat dijumpai TRIBUNFLORES.COM Jumat 20 Januari 2023.

Baca juga: Kisah Yasinta Melahirkan di Atas Perahu Motor saat Dirujuk ke Maumere

 

Ia mengaku uang sekolah per siswa pertahun yaitu Rp 2 juta rupiah dan dibayar cicil.

Ia mengaku di sekolahnya tidak ada guru PNS.

"Honor banyak dan PNS tidak ada. Gaji guru honorer 700 ribu per bulan. Lihat usia kerja, kalau 700 ribu diatas tiga tahun. Sementara baru mulai bekerja upahnya 400 sampai 450 rupiah. Uang sekolah satu tahun itu 2 juta rupiah. Kita ambil angka terkecil sudah. Bayar cicil, harapan kita banyak anak-anak dibantu oleh pemerintah. Tapi memang anak Palue ini dengan penghasilan orangtua seadanya,"ujarnya.

Siswa-siswi SMAK St.Benediktus Palue saat ikut KBM di sekolah mereka di Desa Malariwu di Palue
Siswa-siswi SMAK St.Benediktus Palue saat ikut KBM di sekolah mereka di Desa Malariwu

Kata Rd Leksi, perjuangan mendirikan sekolah menengah atas memang kehendak masyarakat. Mereka berjuang tahun 2018 dan Dirjen Bimas Agama Katolik sangat mensuport itu dan kini anak Palue tidak harus ke Maumere untuk melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas.

"Sebelumnya kami membangun taman seminari. Ada dua taman seminari yaitu Ave Maria Bintang Laut Uwa Palue dan Taman Seminari Familia Palue. Itu semua dibawah Dirjen Bimas Katolik. Setelah itu muncul SMAK. Awalnya kami bangun ruangan darurat. Usia yang darurat sudah empat tahun. Ada empat ruang kelas yang darurat. Untuk gedung permanen sudah dipakai yaitu 6,"ujarnya.

Baca juga: Koramil Talibura Bantu Korban Angin Puting Beliung

Masalah Listrik

Ia mengatakan masalah yang dihadapi pihak sekolah saat ini adalah listrik. Mereka saat ini mengandalkan genset dengan bahan bakar bensin, meskipun ada PLTS milik PLN tapi kondisi PLTS tidak 24 jam.

"Sebelum-sebelumnya kami juga pakai genset. Solar sell tergantung matahari. Tapi kalau cuaca seperti ini (musim hujan) tidak bisa,"ujarnya.

Kepala SMAK Rd.Leksi Luna
Kepala SMAK St.Benediktus Palue, Rd.Leksi Luna

Ia mengatakan hal urgen itu listrik dan sangat membantu dari tingkat dasar sampai dengan tingkat SMA.

"Di Palue, ada 12 SD dan SMP ada dua. SMP Negeri dan swasta serta satu SMAK dibawa Dirjen Bimas Katolik Kemenag. PAUD dan Kober banyak. Saya sudah 10 tahun mengabdi di Palue. SMAK ini ijin operasionalnya 12 Desember 2018. Mulai KBM 2019.

"Untuk listrik ini BBM dalam sebulan ratusan ribu. Harga bensin per botol itu 25 ribu. Perbulan kami butuh bensin dan uang bensin 650 ribu. Kalau listrik kami gunakan untuk pelaksanaan KBM seperti Laptop, LCD dan Wifi, kami pakai Orbit. Kalau listrik tidak ada. KBM tersendat, siswa-siswi mengalami kewalahan. Kadang ada HP tapi listrik tidak ada,"jelas Romo asal Laja, Kabupaten Ngada ini.

Ia juga menjelaskan musim kemarau juga sama, daya solar sell juga tidak cukup. Daya untuk umat biasa 450 Watt. Kalau untuk sekolah dan instansi itu daya 2.200 Watt.

"PLTS memang selama ini tidak berfungsi maksimal. Katanya panel surya diatas tidak bisa menyanggupi daya listrik untuk kebutuhan masyarakat. Kita mengharapkan ada listrik, ekonomi tumbuh. Tapi harapan itu tidak mencapai. Walaupun listrik menyala hampir sudah satu tahun,"keluh Rd. Leksi.

"Listrik ini sungguh hadir di Palue. Kenyataan yang kami selama ini kami seperti kembali ke masa lalu. Bukan lagi Palue terang tapi gelap ya, kabur-kabur,"sambung dia.

Sementara untuk jaringan internet memang sudah sangat memadai tapi belum maksimal seperti daerah lain di Sikka.

"Ada sekitar 7 BTS tersebar di 8 Desa. Memang kendalanya ada di Listrik. Itu yang membuat kami cukup sulit bersaing dengan daerah lain,"ujarnya.

Ia mengaku listrik juga sangat membantu pelayan kesehatan di wilayah itu, tapi memang kendalanya adalah PLTS belum maksimal.

Baca juga: Jemput Paket Narkoba di Flores Timur, Seorang Pria Dibekuk Polisi

"Dengan adanya listrik sangat membantu pelayanan kesehatan masyarakat. Anjuran kita sebaiknya ada SOP tentang pelayanan kesehatan masyarakat,"ujarnya.

Siswa-siswi SMAK St.Benediktus Palue saat ikut KBM di Desa Malariwu
Siswa-siswi SMAK St.Benediktus Palue saat ikut KBM di Desa Malariwu

Ia juga menyinggung soal transportasi ke Maumere bagi pasien yang hendak dirujuk. Hingga kini di Palue belum ada ambulance laut sehingga masih kesulitan jika ada pasien yang hendak dirujuk ke Maumere. Warga harus menyewa perahu motor milik nelayan.

"Contoh kalau ibu hamil merujuk ke Maumere. Kalau rujuk cepat selalu kendala di transportasi. Transportasi untuk tanggap darurat, bertindak cepat. Wilayah Palue yang begini, susah kita. Pelayanan dibidang kesehatan harus cepat dan tepat,"ujarnya.

Ia mengaku sudah sering umat di Paroki Ave Maria Bintang Uwa mengalami kejadian berupa melahirkan di tengah laut saat hendak ke Maumere pakai perahu motor laut.

"Ada beberapa kejadian yang dialami masyarakat Palue, kalau tidak bisa ditangani di Palue. Di perjalanan melahirkan anak di atas motor laut. Ketika menghadapi situasi seperti itu melawan alam yang kurang bersahabat ke Maumere, itu kadang diantar oleh petugas kesehatan dari Palue dengan transportasi seadanya. Kapal ikan nelayan bisa dipakai untuk bawa pasien ke Maumere,"ujarnya.

Ia mengatakan di Palue sangat dibutuhkan infrastruktur pendidikan, jalan, listrik, air minum bersih, pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Baca juga: Tidak dapat Jatah Air Bersih, Warga Desa Tobotani Kabupaten Lembata Terlibat Perkelahian

Ia mengaku menyangkut pendidikan, kami wilayah 3T (tertinggal, terluar dan terpencil) yang merupakan bagian dari Sikka, bagian dari NKRI. Kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Daerah 3 T sebenarnya mendapatkan perhatian, misalkan soal kesejahteraan.

Ia juga mengatakan nelayan di Palue masih menangkap ikan dengan cara tradisional sehingga hasil tangkapanya tidak banyak.

"Nelayan atau warga disini masih pakai sistem tradisional, tidak bisa seperti nelayan lain di luar. Nelayan dari luar mancing di perairan Maluriwu. Nelayan disini jadi penonton saja, karena mereka tidak punya alat yang lengkap seperti nelayan lain. Kadang kapal dari luar datang kesini mancing,"ujarnya. (gg).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved