Berita NTT
RDP di DPRD NTT Bahas Kasus Bank NTT, Dirut Bank NTT 3 Kali Tidak Hadir, DPRD Ancam Pakai Hak Angket
Dalam RDP itu diketahui, Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Alexander Riwu Kaho sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan DPRD mengikuti RDP.
Laporan Reporter POS-KUPANG. COM, Eklesia Mei
TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Senin 6 Maret 2023.
RDP bersama pihak Bank NTT itu membahas terkait kasus Bank NTT yang menjadi sorotan beberapa pekan terakhir.
Dalam RDP itu diketahui, Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Alexander Riwu Kaho sudah tiga kali tidak memenuhi panggilan DPRD mengikuti RDP.
Kegiatan RDP ini hanya dihadiri tiga tokoh utama yakni Amos Corputty selaku mantan Dirut bank NTT sekaligus sebagai pemegang saham Bank NTT, Izhak Eduard Rihi selaku mantan dirut Bank NTT dan Eddy Nganggus mantan Kepala Cabang (Kacab) Bank NTT Kefamenanu untuk menyampaikan masalah-masalah terkait Bank NTT.
Baca juga: Komisi V DPRD NTT Soroti Kebijakan Sekolah Pukul 5 Pagi, Ciptakan Kegaduhan Masyarakat
Ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean, mengatakan 3 orang tersebut memberikan masukan di komisi III terkait hal-hal yang menjadi masalah dari Bank NTT, yang nantinya hasil RDP akan memberikan rekomendasi untuk tindakan selanjutnya.
"Ketidakhadiran dirut Bank NTT sudah 3 kali dipanggil untuk mengikuti RDP tetapi tidak datang," kata Jonas Salean.
Jonas mengatakan, setelah dilakukan RDP tersebut, DPRD akan memanggil OJK untuk melakukan RDP.
Dimana menurutnya, OJK sudah tahu masalah-masalah terkait MTN Bank NTT di tahun 2017.
"Izhak Eduard Rihi menjabat sebagai dirut selama 1 tahun 11 bulan saja, diturunkan dari jabatannya karena alasan tidak mencapai laba. Sedangkan Alexander Riwu Kaho menjabat sebagai Dirut sudah mencapai 2 tahun lebih, tidak diturunkan walaupun laba selalu turun. Kenapa demikian?" tanya Jonas
Menurut Jonas, hal itu berarti ada standar ganda yang dipakai pemegang saham sebagai pengendali untuk memecat dirut.
Dalam kesempatan ini, Amos Corputty selaku mantan Dirut bank NTT sekaligus sebagai pemegang saham Bank NTT menyampaikan bahwa dirinya memahami perkembangan Bank NTT dari krisis moneter 1998 hingga saat ini.
"Semakin berkembang masalah-masalah yang ada di Bank NTT ini, mulai dari pemecatan tidak dengan hormat, kredit tidak beres, kredit fiktif, pembelian MTN. Masalah-masalah itu tersebar di media. Memang sudah ada masalah, tetapi kenapa tidak ditindak hal-hal yang merugikan seperti,"kata Amos.
Dikatakan Amos bahwa sebagai pemegang saham, dirinya tidak menerima masalah-masalah yang terjadi seperti itu.
Amos pun meminta agar Bank NTT melakukan audit forensik, karena menurutnya, sistem digital perbankan di Bank NTT kurang bagus.
"Sistem kita ini kurang bagus. Sehingga kalau ditanya laba belum jelas, perlu audit ulang. Harus diaudit ulang barang elektronik, harus ada audit forensik," tegas dia.
Amos menambahkan, masalah lain yang ada di Bank NTT adalah laba dan deviden Bank NTT yang tiga tahun terakhir mengalami penurunan, tapi pengurusnya tetap dipertahankan.
"Ini yang saya ribut terus agar semua diclearkan. Tujuan bank ini adalah kesejahterakan masyarakat. Tempatkan manusia yang berkarakter dan bermoral di Bank NTT," tegasnya.
Menurut Amos, sebenarnya kredit tidak ada masalah, karena ada lembaga penjamin, tapi pelaksanaan di lapangan yang tidak betul, sehingga perlu adanya kontrol di lapangan.
"Bank NTT perlu dikelola secara baik dan benar. Orientasinya bisnis, bukan politik. Sehingga bank NTT bertumbuh menjadi bank yang sehat," ujarnya.
Baca juga: Polisi Tangkap dan Tahan Terduga Pelaku Pencabulan Anak Dibawah Umur di Manggarai Timur
Selanjutnya, Fredy Mui mempertanyakan kasus pembelian Medium Term Notes (MTN) atau Surat Hutang Jangka Menengah PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) senilai Rp50 miliar Tahun 2018.
"Sebagai kepala Devisi Bank NTT saat itu, apakah Harry Aleksander Riwu Kaho pantas memberikan dana sebesar itu tanpa sepengetahuan manajemen Bank NTT. Saya bukan membela Aleks secara pribadi. Tetapi pertanyaan saya, apakah Aleks secara jobdeks dimungkinan untuk menyetujui usulan kredit sebesar itu dengan level sebagai Kepala Devisi saat itu,” tanya Ferdy Mui
Ferdy Mui mengatakan tidak yakin, jika uang sebesar itu dikeluarkan dari Bank NTT tanpa sepengetahuan atasannya, atau manajemen Bank NTT.
“Tetapi saya melihat bahwa ada sebuah sistem, dimana kasus itu bukan kesalahan Aleks Riwu Kaho secara pribadi. Tetapi ini kesalahan institusi atau lembaga,” jelasnya.
Ferdy menambahkan, bahwa kemudian Aleks Riwu Kaho disalahkan, apakah jabatan Alex saat itu bisa memberikan kredit sebesar itu dengan jabatannya sebagai Kepala Devisi.
“Kalau tidak bisa, kenapa itu bisa terjadi? Sehingga di perbankan itu biasa dikatakan sebagai kerugian. Dan sampai kapan pun tidak mungkin bisa dikembalikan,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota DPRD NTT, Ince Sayuna mengatakan DPRD NTT akan menggunakan hak angket untuk memanggil Direktur utama (Dirut) Bank NTT, Alex Riwu Kaho yang sudah tiga kali tak hadir panggilan DPRD NTT.
"Kami akan gunakan hak kami yakni hak angket bagi teman-teman mitra yang tidak menghargai DPRD saat dipanggil," tegas Ince.
Ince mengatakan, hak angket tersebut digunakan untuk memaksa agar yang Dirut Bank NTT bisa hadir dalam rapat DPRD untuk mengklarifikasi berbagai persoalan yang ada.
"Saya sedang siapkan materi itu untuk dibahas secara internal di DPRD. Hal Ini dilakukan, untuk membuat efek jera kepada mitra DPRD yang berulang kali tidak mengindahkan panggilan DPRD guna mengklarifikasi masalah ini," tegasnya.
Ince menyebutkan panggilan DPRD kepada Dirut Bank NTT terkahir dilakukan pada bulan Februari 2023 lalu yang juga tidak dihadiri perwakilan Bank NTT dengan berbagai alasan.
"Kami panggil Dirut Bank NTT yang balas surat Komut Bank NTT dan tidak menjawab persoalan," tegasnya.
Dia mengaku DPRD sudah pernah memanggil BPK dan OJK terkait persoalan yang terjadi di Bank NTT, seperti kredit macetnya, kasus hukum dan lainnya.
"Kami ingin agar BPK komitmen untuk mengawal kasus MTN Bank NTT itu," tegasnya.
Menurut dia, BPK punya lembaga internal untuk menindaklanjuti temuannya, sebelum diambil alih Aparat Penegak Hukum (APH).
"Kami berharap semua temuan BPK ditindaklanjuti, sehingga bisa clear. Harusnya BPK bisa gunakan lembaga internal terhadap semua temuan yang berpotensi kerugian negara. Kami sudah ingatkan BPK soal itu," tegas Inche.
Dalam RDP itu, dia berterima kasih kepada pemegang saham seri B, Eddy Nganggus dan Izhak Eduard Rihi atas penjelasannya kepada DPRD.
"Terima kasih atas penjelasannya sehingga lebih memperjelas persoalan di Bank NTT," katanya (Pos Kupang.Com).
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.