Berita Sikka
Cerita Stefanus Sino Hidup dari Sampah Demi Menyokong Hidup Keluarganya
Stefanus Sino, sudah enam tahun bekerja di Bukit Sampah Wairi'i, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Maria Mangkung
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Stefanus Sino, sudah enam tahun bekerja di Bukit Sampah Wairi'i, Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka.
Sehari-hari ia mencari rongsokan seperti kardus, kaleng maupun botol air mineral dan besi scrap bersama teman-temannya.
Saat ditemui TribunFlores.com, Rabu 22 Maret 2023, Pria asli Desa Waturia, ini mengaku setiap hari ia mulai mencari barang rongsokan dari pukul 06.00 hingga 16.00 wita.
"Ini sudah menjadi mata pencarian saya, jam 06.00 pagi hingga jam empat sore saya bekerja disini, kalau orang lain gali tanah tanam jagung dan ubi saya gali tanah cari sampah," ujarnya sambil tertawa.
Baca juga: Peduli Kebersihan Kota Kupang, Bank NTT Serahkan CSR Berupa 52 Tempat Sampah
Dalam sehari pria yang biasa disapa Sino, ini dapat mengumpulkan rongsokan satu sampai dua karung.
Dari hasil mengumpulkan barang bekas tersebut, lalu ia jual kembali dengan harga 3.000 ribu rupiah perkilogram.
"Saya jual per dua minggu sekali dengan jenis rongsokan seperti botol bekas hasilnya mulai 200-300 ribu rupiah, kalau besi scrap atau besi tua hasilnya 100 ribu rupiah per kilogram," ucapnya
Pria yang sudah berusia 65 tahun, itu mengatakan uang yang ia dapatkan per dua minggu tersebut ia gunakan untuk membeli beras dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
“Saya hidup dari sampah, makan dari sampah, saya jual pelan-pelan sampah yang dikumpulkan itu untuk menyokong hidup kami sekeluarga,” katanya.
Walaupun usianya terbilang tak muda lagi Pria kelahiran 1958, ini terlihat begitu semangat saat mencari rongsokan di Bukit yang hijau itu.
Dirinya memiliki dua orang anak, dan satu orang istri di mana satu anaknya sudah lama pergi merantau di Batam dan satunya bekerja di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Maumere, sedangkan sang istri sehari-hari bekerja sebagai petani kebun.
"Selain dari sampah, saya juga dibantu istri mendapatkan hasil lain dari kebun kami, berupa kacang dan juga singkong, jika sudah saatnya panen kami bisa membeli beras untuk makan sehari-hari," jelasnya.
Pria yang tinggal di Dusun Watu Woga ini menyampaikan ia tak merasa gengsi ataupun malu berurusan dengan sampah.
Baginya bekerja ditumpukan sampah bukanlah pekerjaan hina, yang utama bekrja dimana pun asalkan itu menghasilkan uang yang halal untuk keluarganya.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.