Kasus Kekerasan Seksual di Lembata
Anak Korban Kekerasan Seksual di Lembata Berpotensi Jadi Pekerja Seks Jalanan
Karena tak punya shelter atau rumah singgah yang menjadi tempat pemulihan korban kekerasan seksual, Maria acapkali secara
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA - Tidak adanya pendampingan serius dari pemerintah terhadap korban kekerasan seksual bisa menimbulkan masalah baru. Anak korban kekerasan seksual di Lembata yang tidak didampingi dengan baik bisa berpotensi menjadi pekerja seks jalanan.
Direktur LSM Permata, Maria Loka menceritakan hal ini kepada Tribun Flores, Sabtu, 27 Mei 2023, sesuai pengalamannya selama satu dekade terakhir mendampingi anak-anak korban kekerasan seksual di Lembata.
Karena tak punya shelter atau rumah singgah yang menjadi tempat pemulihan korban kekerasan seksual, Maria acapkali secara swadaya menjadikan rumah tinggalnya sendiri sebagai tempat penampungan anak korban kekerasan seksual di Lembata.
“Yang saya dampingi itu begitu. Ketika kita mau rehabilitasi, korbannya malah lari dari rumah. Ada yang sudah tinggal di rumah lalu malam-malam mereka keluyuran,” kata Maria.
Baca juga: Penggunaan Medsos Tidak Terkontrol Memicu Kekerasan Seksual Anak di Sikka
Beberapa anak korban kekerasan seksual ini malah ada yang sudah terjangkit penyakit infeksi menular seksual (IMS).
Maria Loka sendiri harus turun tangan merawat penyakit yang mereka derita sampai mereka dipastikan sembuh. Bahkan, LSM Permata sendiri punya program pendampingan rohani untuk para korban.
Ini masalah yang menurut dia tidak perlu terjadi kalau pemerintah daerah menyiapkan rumah singgah atau shelter bagi anak korban kekerasan seksual. Di rumah singgah, para korban bisa mendapat pendampingan rohani dan mental sebelum mereka kembali tinggal di tengah-tengah masyarakat. Jika tidak didampingi, korban memang berpotensi besar jadi pekerja seks jalanan.
Sebagai pegiat masalah perempuan dan anak, Maria tak menampik banyak pekerja seks jalanan di Lembata yang masih berusia sekolah. Ada yang sudah putus sekolah, ada pelajar yang masih aktif sekolah dan ada juga orang dewasa yang masih lajang atau belum terikat perkawinan resmi.
Menurut dia, perilaku seks bebas di kalangan anak muda dan semakin tak terkontrolnya pekerja seks jalanan bisa memicu melonjaknya angka kasus HIV dan Aids di Lembata.
Sementara itu, sejak tahun 2022, Pemda Lembata sudah memiliki delapan Klinik Voluntari Conselling and Testing (VCT) HIV/AIDS di setiap Puskesmas.
Layanan Klinik VCT ini bertujuan untuk membantu pencegahan, perawatan serta pengobatan bagi para penderita HIV/AIDS.
Saat ini, pemerintah juga sedang gencar melakukan sosialisasi, edukasi dan pemeriksaan kesehatan di sekolah-sekolah.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata Geril Huar Noning mengatakan, setelah sosialisasi dan pemeriksaan dia akan melaporkan data dan informasi terakhir mengenai kasus HIV dan Aids di Lembata.
Dari data yang dihimpun Tribun Flores, sejak tahun 2016-Oktober 2022 ada 298 kasus HIV dan Aids di Lembata. Rinciannya, Kecamatan Buyasuri 12 kasus, Omesuri 15 kasus, Lebatukan 15 kasus, Ile Ape Timur 27 kasus, Ile Ape 29 kasus, Nubatukan 156 kasus, Nagawutung 16 kasus, Atadei 14 kasus dan Wulandoni 10 kasus serta luar wilayah sebanyak 3 kasus.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Kasus Kekerasan Seksual di Lembata
Anak Korban Kekerasan Seksual
Pekerja Seks Jalanan
TribunFlores.com terkini
Kapolres Lembata : Jauhi KDRT, Kekerasan Anak Dan Perempuan Serta Perdagangan Orang |
![]() |
---|
Siswi Yatim Piatu Jadi Korban Kekerasan Seksual Petinggi Parpol di Kabupaten TTU |
![]() |
---|
Sekolah di NTT Dimulai Pukul 05.00 Rawan Tindak Kekerasan Anak Perempuan |
![]() |
---|
Kekerasan Anak Perempuan Dibawah Umur Dominan di Awal Tahun 2022 di Nagekeo |
![]() |
---|
Ego Sektor dan Belum Satu Hati Urus Korban Kekerasan Anak dan Perempuan di Nagekeo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.