Tindak Pidana Perdagangan Orang
Modus Tindak Pidana Perdangangan Orang, Cek Data dan Sejarahnya
TPPO menjadi momok yang sangat menyakitkan, yang mengikis nilai-nilai kemanusiaan, iman, moral, etika, budaya, ekonomi dan aspek lainnya.
Penulis: Cristin Adal | Editor: Hilarius Ninu
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Kristin Adal
TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE- Pada tahun 2013, Majelis Umum PBB menetapkan 30 Juli merupakan Hari Anti Perdagangan Manusia Sedunia. Indonesia telah meratifikasi dan membentuk UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) adalah salah satu kejahatan transnasional yang terjadi di seluruh dunia. Praktik kejahatan ini kini merambah ke segala lini kehidupan umat manusia, dari ruang privat sampai ke ruang public, dari pelosok sampai ke tingkat internasional.
TPPO menjadi momok yang sangat menyakitkan yang mengikis nilai-nilai kemanusiaan, iman, moral, etika, budaya, ekonomi dan aspek lainnya. Karena itu menuntut keterlibatan aktif dari semua pihak.
Pada tahun 2000 lahirlah protocol Palermo di Italia yang mengatur tentang unsur-unsur dalam kejahatan perdagangan orang, yang mesti di lihat dari proses, cara dan tujuan seseorang diperdagangankan dan upaya penindakkannya.
Baca juga: Ribuan Lilin Peringati Hari Anti Perdagangan Manusia di Taman Doa Kristus Raja Maumere
Di dalam UU ini pada Pasal (1) angka 1 memberi makna “Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.
Dalam rilis yang diterima dari Koordinator Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRuK-F) Maumere, Suster Fransiska Imakulata SSpS mengungkapkan bahwa menjadi pelaku TPPO bisa orang terdekat (orang tua, paman/bibi, tentangga, pacar, teman), majikan, agen/calo/sponsor, sindikat perdagangan orang, oknum perusahaan perekrut PMI, oknum aparat pemerintah, oknum guru, jasa travel, pegawai/pemilik perusahaan, pengelola tempat hiburan.
Cara yang biasa di lakukan oleh pelaku adalah menggunakan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain dengan tujuan mengeksploitasi orang lain.
Menurut American Center International Labour Solidarity (ACILS) bentuk Perdagangan Orang di Indonesia sangat beragam seperti, buruh migran, mereka adalah orang-orang yang meninggalkan Indonesia untuk mencari kerja di negara lain seringkali ditipu oleh Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan pemotongan gaji.
Baca juga: Genova Menangis Dalam Adegan Ratapan Marta Disiksa Saat Kerja di Luar Negeri
Mereka untuk membiayai proses keberangkatan dari biaya imigrasi sampai membiayai akomodasi saat mereka menunggu penempatan ke luar negeri. Selain itu, di negara tujuan, kondisi kerja buruh migran tidak manusiawi dengan jam kerja panjang dan tanpa libur juga beresiko menghadapi pelecehan seksual dari majikannya.
Pembantu Rumah Tangga, para pekerja yang bekerja pada rumah pribadi memiliki resiko tindakan penyiksaan dan pelecehan seksual oleh majikannya. Pekerja Seks, pada awalnya mereka dijanjikan untuk bekerja sebagai pelayan restoran, pramusaji di karaoke, PRT dan lain-lain tetapi kemudian ditipu dan dipaksa bekerja pada industri seks.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.