Berita Belu

Sekda Belu Sebut KTP WNA Bangladesh Tidak Dikeluarkan oleh Dukcapil Belu

Sekda Johanes menyatakan setelah mengetahui kejadian ini, dirinya langsung memanggil kepala Dukcapil untuk melakukan pemeriksaan terhadap dokumen.

Editor: Gordy Donovan
POS-KUPANG.COM
KTP PALSU - KTP Palsu yang digunakan oleh 8 WNA Bangladesh saat ditemukan di Atambua, Belu, NTT. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur

TRIBUNFLORES.COM, ATAMBUA - Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Belu menegaskan bahwa kartu tanda penduduk (KTP) yang dimiliki oleh dua orang WNA dari delapan WNA asal Bangladesh tidak dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Belu.

Kejadian ini mencuat setelah delapan WNA tersebut menunjukkan KTP yang menyatakan bahwa mereka adalah warga dari Kabupaten Belu, Kota Kupang dan Sikka.

Sekda Johanes menyatakan setelah mengetahui kejadian ini, dirinya langsung memanggil kepala Dukcapil untuk melakukan pemeriksaan terhadap dokumen kependudukan yang dimiliki.

"KTP yang dimiliki oleh WNA tersebut tidak dikeluarkan oleh Dukcapil Belu," tegasnya.

Baca juga: Imigrasi Atambua Sebut Paspor 8 WNA Bangladesh Ditahan Majikan di Malaysia

 

Sekda juga menyatakan proses penanganan delapan imigran tersebut sepenuhnya diserahkan kepada kepolisian dan imigrasi, dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku.

Sekda Belu juga mengingatkan para camat, kepala desa, lurah, hingga tingkat RT agar lebih waspada dan memeriksa warga dari luar daerah yang masuk ke Belu, terutama warga negara asing yang tidak dikenal.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Belu, Getrudis Didoe menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan penelusuran.

"Data kependudukan dari dua NIK yang tercantum dalam KTP tersebut satunya tidak valid, sementara satunya terdata di dukcapil Belu tetapi atas nama orang lain (tidak sesuai KTP yang ada), ini indikasi KTP Palsu," jelasnya.

Bahkan saat melihat KTP tersebut, juga banyak kejanggalan karena dari Kop KTP dan isi data diri tidak sinkron.

"Kop KTP menuliskan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Belu, sementara data diri beralamat di Kelurahan Namosain dan Kecamatan Alak, yang faktanya di Kabupaten Belu ini tidak ada kelurahan Namosain, Kecamatan Alak," terangnya.

Diberitakan sebelumnya, delapan orang imigran tersebut, setelah diamankan oleh aparat kepolisian Resort Belu dan Imigrasi Atambua di Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, kini delapan WNA tersebut berada di Rumah Detensi Imigrasi atau Rudenim Atambua.

Baca juga: 3 Sekolah Ramah Anak di Kota Kupang Dilaunching, Singgung Era Digital hingga Generasi Cerdas

Ditahan Majikan

Sebelumnya, delapan Warga Negara Asing (WNA) asal Bangladesh, yang diamankan oleh aparat Polres Belu bersama Imigrasi Atambua di Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu pada Minggu, 10 Desember 2023, mengakui bahwa paspor mereka ditahan oleh majikan di Malaysia.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kantor Imigrasi Kelas IIB TPI Atambua, Indra Maulana, ketika dihubungi Pos Kupang, Rabu, 13 Desember 2023.

Maulana menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan kedelapan WNA, mereka sebelumnya bekerja di Malaysia dan masuk ke wilayah Indonesia melalui jalur ilegal di Sumatera Utara dengan tujuan bekerja.

"Mereka masuk melalui jalur ilegal karena paspor mereka ditahan oleh majikan mereka di Malaysia. Mereka melarikan diri tanpa membawa paspor dan tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI)," terang Maulana.

Selama di Malaysia, kata dia, mereka berkenalan dengan seorang Warga Negara Indonesia (WNI).

"Mereka tidak diajak, tetapi diberitahu bahwa bekerja di Indonesia lebih mudah dan nyaman. Di Belu, mereka ditampung oleh salah satu keluarganya hingga akhirnya diamankan oleh Kepolisian dan Imigrasi berdasarkan laporan masyarakat," ungkapnya.

Meskipun begitu, pihak Imigrasi masih terus melakukan pemeriksaan lanjut hingga selesai.

Maulana juga menegaskan bahwa kedelapan WNA tersebut bukan pengungsi Rohingya dan juga bukan imigran.

"Mereka adalah WNA biasa yang mencari pekerjaan di Indonesia, namun melalui jalur ilegal," tegas Maulana.

Dalam pengakuan WNA tersebut juga, jelas dia, mereka mengaku kewarganegaraan Bangladesh, yang dibuktikan dengan foto halaman identitas paspor berkebangsaan Bangladesh yang mereka tunjukkan melalui telepon seluler.

Selain itu juga, mereka juga menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan domisili di Kota Kupang, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Belu yang dicurigai palsu.

Terkait hal itu, Imigrasi Atambua akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang menerbitkan KTP kedelapan WNA untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Diberitakan sebelumnya, usai diamankan oleh Satuan Intelkam Polres Belu bersama Imigrasi Atambua, salah satu WNA bernama Awang (Sesuai KTP Indonesia) mengakui bahwa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang mereka miliki dibuat di Medan, Sumatra Utara.

Awang mengungkapkan bahwa layanan tersebut diberikan oleh seorang warga dengan membayar sejumlah uang.

"Kami membuat KTP di Medan, Sumatra Utara, dengan menggunakan jasa seorang warga, dengan membayar Rp 300 ribu per orang. Kita tidak tahu dia siapa, dia ambil uang 300 ribu setiap orangnya. Dia tidak ada gambarnya dan nomornya padam (tidak bisa dihubungi lagi)," terang M.B Nadim pemilik nama asli sesuai KTP Bangladesh.

"Setelah mendapatkan KTP tersebut, kami langsung berangkat menggunakan pesawat dari Medan ke Kupang dan terus ke Atambua secara bertahap," tambahnya.

Ia juga mengakui bahwa mereka sudah berada di Desa Takirin sejak tanggal 26 November lalu atau kurang lebih 2 minggu.

Menurutnya, tujuan kedatangan mereka ke Atambua adalah untuk bekerja. "Tujuan kami datang ke Atambua untuk bekerja, intinya bisa makan," pungkasnya. (cr23).

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved