Berita NTT

Peneliti Temukan Kondisi Memprihatinkan Nelayan di Pulau Terluar Rote: Rawan Human Trafficking

Nukila Evanty, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Perdagangan Orang dan Penyelundupan manusia (Koalisi), serta Direktur Eksekutif Women Working Grou

Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/HO-IST
Nukila Evanty, Ketua Koalisi Masyarakat Sipil Lawan Perdagangan Orang dan Penyelundupan manusia (Koalisi), serta Direktur Eksekutif Women Working Group (WWG) dan Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) Nukila Evanty melakukan penelitian di pulau Rote, NTT dan menemukan hal-hal yang memprihatinkan di Desa Tanjung Papela, Kecamatan Rote Timur, Rote Ndau. 

Mereka juga menyebut, orang-orang dinas datang ke tempat mereka, mendata warga, setelah itu hilang tak ada kabar.

"Saat masa kampanye, janji-janji tak kunjung ditepati. Sudah 3 kali pemilu, masih sama nasib kami," Iya mengeluh.

Desa Tanjung Papela dengan jumlah kepala keluarga sekitar 200 orang, umumnya adalah nelayan tradisional yang masih mengandalkan perahu mesin untuk mencari ikan. 

Menurut data Kementrian Kelalutan dan Perikanan (KKP), Pulau Rote adalah salah satu pulau kecil terluar di Indonesia. 

Menurut Nukila Evanty, desa Tanjung Papela mempunyai banyak nelayan dan pelaut ulung. Mereka sudah biasa melaut bahkan ada beberapa yang terdampar di laut yang berbatasan dengan Australia.

Kalau pemerintah tak peduli, bisa jadi nelayan-nelayan ini akan terus membanjiri laut perbatasan Australia untuk mencari teripang yang menurut nelayan lebih bagus dan tumbuh di perairan Australia.

Harga teripang kering 1 kg bisa mencapai 4 jutaan rupiah lebih menurut beberapa situs belanja online. 

Belum lagi kondisi perempuan dan anak-anak yang rawan direkrut untuk pekerjaan tanpa kontrak kerja dan tak jelas. Mereka bisa saja terperangkap perdagangan manusia (human trafficking).

Nukila menyebutkan kondisi nelayan -nelayan yang marjinal tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengantar orang-orang yang minta diselundupkan ke Australia.

Jelas nelayan-nelayan tak bisa disalahkan menurutnya. Mereka tak mengerti batas wilayah Indonesia-Australia, tak mengerti hukum internasional, tak mengerti digitalisasi karena kurangnya program pemberdayaan ekonomi .

"Terus menerus pemerintah menyebut daerah 3 T ( tertinggal, terdepan dan terluar ) yang harus ditingkatkan ekonominya termasuk manusia, fasilitas dasar dan layanan dasar. Tetapi ternyata di lapangan tak seindah rencana program pemerintah yang selalu digaungkan. Menyedihkan sekali," ujar Nukila.

"Pemerintah daerah dan pemerintah pusat, cobalah berkunjung ke desa-desa di pulau Rote ini, buat kajian sekaligus menentukan intervensi program apa saja yang pas, rawan sekali dan membahayakan jika dibiarkan terus menerus dari perspektif ketahanan nasional, nelayan-nelayan ini harus diperkuat untuk menjaga perbatasan kita,"  tutup Nukila.

 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved