Keuskupan Agung Ende

Sejarah Keuskupan Agung Ende Berawal dari Terbentuknya Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil

Cikal bakal Keuskupan Agung Ende berawal dari terbentuk-nya Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil pada tanggal 16 September 1913.

|
Penulis: Cristin Adal | Editor: Cristin Adal
POS-KUPANG.COM
GEREJA ONEKORE - Dua Remaja Masjid jaga parkir di Gereja Onekore, Keuskupan Ende pada Jumat, 2 April 2024 lalu. 

Dengan penetapan ini, Gereja Katolik di Indonesia yang sebelumnya merupakan Gereja misi (dua puluh Vikariat Apostolik dan tujuh Prefektur Apostolik) ditingkatkan statusnya menjadi Gereja lokal/keuskupan yang terbagi atas 6 wilayah provinsi gerejawi dengan 6 Keuskupan Agung dan 21 keuskupan su¬fragan.

Salah satunya adalah Provinsi Gerejawi Ende dengan Keuskup¬an Agung Ende sebagai Keuskupan Metro¬politan yang mencakup empat keuskupan sufragan, yaitu Larantuka, Ruteng, Denpasar, dan Atambua, menyusul Keuskupan Kupang (1967) sebagai pemekaran dari Keuskupan Atambua, Keuskupan Weetebula (1969), dan Keuskupan Maumere (14 Desember 2005) sebagai pemekaran dari Keuskupan Agung Ende.

Dengan ditingkatkannya Keuskupan Kupang menjadi Keuskupan Agung (1989), maka dibentuklah Provinsi Gerejawi Kupang yang mencakup dua keuskupan sufragan yaitu Keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetabula.

Kedua Provinsi (Ende dan Kupang) membentuk satu regio gerejawi yang disebut Regio Gerejawi Nusa Tenggara sebagai tanda kesetiaan pada sejarah da-ri Prefektur Apostolik dan Vikariat Apostolik Kepulauan Sunda Kecil.

Karya pastoral Gereja Keuskupan Agung Ende mulai diemban oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD yang diangkat sebagai uskup pertama Keuskupan Agung Ende (1961–1969).

Tahta Suci memutuskan untuk mengangkat seorang imam pribumi menjadi Uskup Agung. Pada tahun 1969, seorang imam pribumi lagi, yakni RP. Donatus Djagom, SVD diangkat menjadi Uskup Agung Ende (1969–1996) menggantikan Mgr. Gabriel Manek, SVD yang melepaskan jabatan karena alasan kesehatan.

Dalam masa jabatannya, Mgr. Donatus Djagom, SVD melahirkan program kemandirian Gereja Keuskupan Agung Ende dalam bidang iman, personalia, keuangan.

Sejak tahun 1987, dengan dukungan kuat dari Pusat Pastoral KAE, beliau menyelenggarakan Musyawarah Pastoral I, diikuti Musyawarah Pastoral II (1988), dan Musyawarah Pastoral III (1993) yang melahirkan upaya-upaya pembaruan karya pastoral Gereja KAE.

Pada akhir masa jabatannya, beliau memproses penggantinya sampai diangkatnya seorang imam diosesan, dalam diri RD. Abdon Longinus da Cunha, menjadi Uskup Agung Ende (1996).

Dengan ini, Mgr. Donatus Djagom, SVD memberi kepercayaan yang tinggi kepada imamnya sendiri sebagai pengganti Uskup Agung Ende.

Hal itu menjadi bukti semakin kuatnya kemandirian Gereja KAE di bidang personalia. Kemandirian ini seirama dengan keinginan kuat Tahta Apostolik bahwa pada akhirnya, Gereja lokal mesti digembalakan oleh seorang uskup yang berasal dari kalangan imam diosesan.

Mgr. Abdon Longinus da Cunha menggembalakan umat KAE selama 10 tahun (1996–2006). Tugas jabatannya terhenti oleh kematian karena penyakit yang dideritanya.

Selain melanjutkan program pastoral pendahulunya, masa jabatan yang singkat dari Mgr. Abdon Longinus da Cunha, diisi dengan terobosan-terobosan pastoral untuk memperkuat kemandirian Gereja KAE.

Melalui Musyawarah Pastoral KAE, beliau menetapkan Arah Dasar (Ardas) Pastoral KAE, yaitu pembebasan dan pemberdayaan komunitas umat basis hingga menjadi komunitas perjuangan.

Partisipasi umat KAE semakin meningkat dalam bidang personalia dan finansial. Mgr. Abdon Longinus da Cunha juga memperhatikan secara khusus, karya Pendidikan Katolik dengan memprakarsai dan menyelenggarakan Musyawarah Pendidikan Katolik (Musdikat) pada tahun 1997.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved