Demo di Ende
BREAKING NEWS: Pakai Pakaian Adat, Aktivis AMAN Demo Hentikan Proyek Geotermal di Flores NTT
Mereka mendesak Bupati Ende segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.
Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Gordy Donovan
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo
TRIBUNFLORES.COM, ENDE - Sejumlah Aktivis dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama aliansi mahasiswa menggelar aksi damai di depan Kantor Bupati Ende, Senin 14 Oktober 2024.
Dengan mengenakan pakaian adat, para demonstran yang didominasi ibu-ibu membawa spanduk besar bertuliskan "Stop Eksploitasi Bumi Flores", menyuarakan penolakan keras terhadap proyek panas bumi (geotermal) di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi ini menjadi sorotan, mengingat pulau yang dikenal dengan keindahan alamnya itu terancam oleh berbagai proyek industri yang dinilai mengabaikan hak-hak masyarakat adat.
Para aktivis menuntut pemerintah pusat dan daerah agar segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan eksploitasi dan perampasan lahan adat.
Baca juga: Pemred Dianiaya Oknum Polisi Saat Meliput Aksi di Poco Leok, Floresa Tempuh Jalur Hukum
Dalam orasinya, para demonstran menyampaikan 10 tuntutan kepada pemerintah pusat, termasuk mendesak pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat dan menghentikan diskriminasi serta kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
Salah satu tuntutan utama adalah pencabutan SK Kementerian ESDM No. 2268 K/30/MEM/2017 yang menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, yang dianggap mengancam kehidupan masyarakat adat dan lingkungan.
Para aktivis juga menyoroti perlunya transparansi dari pemerintah terkait Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) proyek geotermal, serta meminta pemerintah untuk memberikan perhatian serius kepada masyarakat yang terkena dampak proyek tersebut.
Selain itu, mereka juga menuntut pembayaran ganti rugi bagi masyarakat adat yang tanahnya diambil untuk proyek Waduk Lambo.
Tak hanya ke pemerintah pusat, para aktivis juga melayangkan tuntutan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Ende.
Mereka mendesak Bupati Ende segera menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat.
Salah satu isu krusial yang diangkat adalah penolakan terhadap pengoperasian proyek geotermal di Kecamatan Detukeli.
Masyarakat sekitar menilai proyek ini menyebabkan kerusakan lingkungan, seperti lahan pertanian yang mengering, pencemaran sumber air, serta rusaknya infrastruktur jalan.
Proyek geotermal di Sokoria disebut telah membuat polusi udara parah, menyebabkan banyak warga terkena ISPA. Kami tidak ingin ini terus berlanjut.
Selain persoalan lingkungan, para demonstran juga menyoroti tindak kekerasan aparat hukum terhadap masyarakat adat.
Mereka mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk menangkap dan mengadili oknum aparat yang diduga melakukan kekerasan terhadap masyarakat adat Pocoleok di Manggarai serta wartawan yang meliput kejadian tersebut.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.