Berita NTT

Profesor Intje Picauly Singgung Ekologi Pangan dan Gizi di Wilayah Lahan Kering Kepulauan

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi.,M.Si dikukuhkan menjadi guru besar.

Penulis: Gordy | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / GG
ORASI ILMIAH - Profesor Dr Intje Picauly S.Pi.,M.Si saat menyampaikan Orasi Ilmiah pada pengukuhan guru besar di Undana Kupang, NTT, Rabu 22 Januari 2025. 

Maksud pesan ini adalah tidak ada satu jenis pangan yang lebih istimewa tetapi yang akan menjadi hebat adalah menerapkan pola makan yang “beragam, bergizi, seimbang dan aman-B2SA) (ijin megutip juga program Dinas Pertanian dan ketahanan pangan).
 
Jika di gunung ada kelor dan tempe/telur maka dipantai ada kelor dan ikan dalam menu makan anak atau keluarga. Disinilah letak titik kritis pengelolaan ekologi pangan dan gizi dalam pola konsumsi keluarga.

Ia mengaku sejak awal pelaksanaan pemberian makan bergizi gratis (6 januari 2025) banyak pertanyaan kepada pemerintah bahwa kenapa tidak ada susu dalam menu hari ini?  
Jawabannya: untuk efisiensi “Tidak harus ada”
Hal ini disebabkan karena dalam konsep pedoman umum gizi seimbang (PUGS) dan pedoman ISI PIRINGKU susu masuk dalam kelompok jenis makanan lauk-pauk.  

Sehingga susu diberikan untuk menjadi pelengkap jika :

1.Jenis pangan yang diberikan tidak beragam (rendah kandungan protein dan mineral)

2.Pasien dalam proses pemulihan yang membutuhkan tambahan protein dan mineral.

Hal ini berarti bahwa, jika dalam menu makan anak sudah beragam dan bergizi dan sudah terpenuhi kandungan gizi protein dan mineral (Kalsium, Fosfor, Zat Besi) maka pemberian susu dihentikan. 

Namun jika, dukungan ekonomi keluarga  mampu untuk pengadaan susu dalam menu makan anak maka susu dapat diberikan dengan konsekuensi jumlah makanan dalam menu tidak akan dihabiskan mengingat semua kebutuhan tubuh akan energy sudah sudah dipenuhi oleh susu. 

Stunting dan Prospek Penanggulangannya 

Ia menyebutkan pangan yang berkualitas berperan penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini berarti bahwa konsumsi pangan yang seimbang dan bergizi dapat mencegah berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan anak. 

Kajian penelitian menyimpulkan bahwa kekurangan gizi dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, seperti stunting, anemia, dan tingginya angka kematian ibu dan bayi (AKIB).  

Martorel (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa indikator skor kemampuan membaca pada anak-anak stunting di usia 3 tahun lebih tinggi pada anak laki-laki (lebih rendah 15 poin) dan perempuan lebih rendah 11 poin.  Atau rata-rata anak bergizi buruk (pendek/stunted) mempunyai risiko kehilangan IQ 10-15 poin. Sedangkan berdasarkan indikator lamanya sekolah (dalam tahun) diketahui bahwa pada anak laki-laki stunting mempunyai masa studi lebih lama 1.6 tingkat atau 1-2kali tinggal kelas dan perempuan1.3 tingkat atau 1 kali tinggal kelas. 

FOTO BERSAMA - Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi., M.Si pose bersama suami Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila, MP., PhD dan dua anaknya mereka Blessty Senenity Pellokila dan George Jehuda Semuel Pellokila di Kupang, NTT, Januari 2025.
FOTO BERSAMA - Prof Dr. Intje Picauly, S.Pi., M.Si pose bersama suami Prof. Ir. Marthen Robinson Pellokila, MP., PhD dan dua anaknya mereka Blessty Senenity Pellokila dan George Jehuda Semuel Pellokila di Kupang, NTT, Januari 2025. (TRIBUNFLORES.COM / HO-PROF INTJE)


 
Jika diproyeksikan dengan indikator tingkat pendapatan dari BPS NTT (2023) dan Dinas Ketenagaan Kerja NTT (2023) maka besar penghasilan perkapita pertahun (US$) berdasarkan keparahan stunting terdapat perbedaan yang nyata yaitu laki-laki sebesar $650.5 atau Rp. 10.400.000,-/tahun  atau Rp. 866.666,-/bulan atau Rp. 28.888,-/hari dan perempuan  $428 atau Rp.5.248.000,-/tahun atau Rp. 437.333,-/bulan atau Rp. 14.577,-/hari.  

Dibandingkan dengan batasan upah minimum regional (UMR) Propinsi NTT tahun 2025 yaitu sebesar Rp 2.186.826,-/bulan, maka tingkat pendapatan tersebut masih sangat jauh di bawah UMR NTT untuk memenuhi kebutuhan hidup secara layak.  

"Terkait masalah stunting, sampai saat ini hipotesis yang terbentuk bahwa Wilayah NTT memiliki musim panas yang panjang sehingga sangat baik untuk kelimpahan jenis pangan sayur kelor dan memiliki produksi hasil perikanan yang beragam dan bergizi. Seharusnya masalah stunting tidak ditemukan di wilayah Propinsi NTT,"jelas dia.

Ia menyebutkan banyak penelitian turut memberikan informasi yang beragam terkait faktor-faktor penyebabnya dan sekaligus menjadi peluang penurunan stunting antara lain :

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved