Berita NTT

Harga Naik Diam-diam, Inflasi NTT Dipicu Kebutuhan Sehari-hari: Dari Dapur hingga Dompet Warga

Sebanyak 5000 pelajar baik tingkat SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Ende menari gawi massal usai mengikuti apel peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hard

Editor: Ricko Wawo
TRIBUNFLORES.COM/YANO TANDI
JEMUR BAWANG - Sayful Imam, pedagang bawang merah dan bawang putih di Pasar Alok sedang menjemur bawang, Selasa 9 September 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (year on year/y-on-y) sebesar 1,77 persen, didorong oleh lonjakan harga pada kebutuhan paling dasar: makanan, perawatan pribadi, dan biaya pendidikan. 

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG– Meski tak terasa mencolok, April 2025 membawa gelombang kenaikan harga yang menghantui rumah tangga di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan (year on year/y-on-y) sebesar 1,77 persen, didorong oleh lonjakan harga pada kebutuhan paling dasar: makanan, perawatan pribadi, dan biaya pendidikan.

IHK (Indeks Harga Konsumen) provinsi mencapai 108,06. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi wilayah dengan inflasi tertinggi sebesar 3,41 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di Kota Kupang sebesar 0,91 persen.

Baca juga: Mikael Ane, Petani dari Manggarai Timur NTT Gugat UU Sumber Daya Hayati dan Ekosistem ke MK

 

 

Kepala BPS NTT Mira Bengngu Kale mencatat 9 dari 11 kelompok pengeluaran mengalami kenaikan. 

"Ini menunjukkan pola inflasi yang perlahan namun konsisten, menjalar ke berbagai sektor kehidupan," ujarnya dalam rilis hasil survey April 2025 aula BPS NTT. 

Yang mengejutkan, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya justru menjadi penyumbang inflasi tertinggi dengan lonjakan harga mencapai 9,34 persen.

Sebuah ironi, ketika warga harus merogoh kocek lebih dalam hanya untuk kebutuhan sehari-hari seperti sabun, shampo, hingga layanan kebersihan.Kelompok makanan, minuman, dan tembakau komponen utama belanja rumah tangga mengalami inflasi sebesar 3,52 persen. Ini artinya, harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak, dan lauk-pauk makin sulit dijangkau oleh kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Kelompok lain yang turut mendorong inflasi termasuk pakaian dan alas kaki (0,53 persen), kesehatan (0,97 persen), serta pendidikan (1,46 persen). Biaya sekolah anak kini bukan hanya soal uang pangkal, tapi juga keperluan harian yang ikut terdampak.

Di tengah kenaikan ini, dua kelompok pengeluaran justru mencatat deflasi:
 transportasi turun 1,68 persen, dan informasi serta jasa keuangan turun 1,00 persen. Hal ini menjadi sedikit angin segar, meski tidak cukup kuat menahan beban dari kelompok pengeluaran lain.

Secara bulanan (month to month/m-to-m), inflasi NTT pada April 2025 tercatat 0,22 persen. Sementara secara tahunan berjalan (year-to-date/y-to-d), inflasi telah menyentuh 1,56 persen.

Kenaikan harga yang menyebar ke kebutuhan dasar dari dapur hingga perawatan pribadi bisa jadi tekanan ekonomi yang senyap namun nyata. Bagi rumah tangga di NTT, terutama di luar Kota Kupang, daya beli berpotensi melemah jika tren ini terus berlanjut.

Kalau semua ikut naik tapi gaji tidak naik bahkan tidak sampai UMR tapi harga terus gerak,” keluh Siti Hajeni, warga TDM di Naikoten, Kupang.

Masyarakat pun dihadapkan pada dilema menyesuaikan gaya hidup, menahan konsumsi, atau mencari alternatif kebutuhan yang lebih murah sebuah tantangan nyata dalam ekonomi pasca pandemi. (Iar) 

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved