Berita Nasional

Mikael Ane, Petani dari Manggarai Timur NTT Gugat UU Sumber Daya Hayati dan Ekosistem ke MK

Mikael Ane, warga Desa Ngkiong Dora, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, menggugat UU KSDAHE ke MK.

Editor: Cristin Adal
TRIBUNFLORES.COM/HO-ALIANSI MASYARAKAT ADAT
GUGATAN KE MK - Mikael Ane dari Desa Ngkiong Dora, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menggugat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mikael Ane, petani dari Desa Ngkiong Dora, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, menggugat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dilansir dari Tribunnews, Mikael adalah salah satu pemohon dalam perkara uji formil dengan Nomor Perkara 132/PUU-XXII/2024. Ia pernah menjadi korban kriminalisasi akibat kebijakan konservasi.

Surat Permohonan di situs resmi MK, Mikael adalah warga masyarakat adat Ngkiong Dora, Lamba Leda Timur. Pada Maret 2023, ia ditangkap aparat gabungan karena dianggap tinggal dan membangun rumah di kawasan konservasi.

Mikael dijerat dengan UU Kehutanan dan UU Konservasi lama, hingga divonis bersalah dan dipenjara selama 1 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Ruteng.

 

Baca juga: Petani di Manggarai NTT Dilatih Budidaya Jagung Berbasis Good Agriculture Practice 

 

 

Vonis tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Kupang. Namun, Mahkamah Agung kemudian membatalkan seluruh putusan tersebut dan menyatakan bahwa perbuatan Mikael bukan tindak pidana.

Pengalaman kriminalisasi itu membuat Mikael merasa berkepentingan langsung terhadap berlakunya UU 32/2024. Dalam permohonannya ke MK, Mikael menilai UU baru tersebut masih mengabaikan keberadaan masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Ia khawatir beleid itu kembali membuka celah kriminalisasi serupa terhadap masyarakat adat lain yang hidup turun-temurun di dalam kawasan konservasi.

"Bahwa Undang-undang a quo tidak memberikan ruang untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif di dalam menentukan kawasan konservasi berdasarkan hukum adat dan pengetahuan tradisional."

 

Baca juga: Irigasi Rusak Dihantam Banjir, Petani di Golo Mori Manggarai Barat Terancam Gagal Panen

 

"Hal ini karena tidak adanya pengaturan masyarakat adat sebagai subjek dalam penyelenggaraan konservasi," bunyi salah satu dalil permohonan Mikael, dikutip pada Jumat (3/5/2025).

Permohonan uji formil ke MK diajukan pada 19 September 2024 bersama tiga organisasi: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). 

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved