Opini Unika Santu Paulus Ruteng
Sekolah Tepat, Masa Depan Tetap
Berbagai masalah yang berhubungan dengan brain power dan kebutuhan akan mental might sangat erat dengan dunia pendidikan kita.
Bernardus T. Beding
Dosen PBSI Unika Santu Paulus Ruteng
“It’s like Pearl Harbour. The Japanese have invaded, and U.S. has been cought sort. Not onguns and tanks and battleship – those are yesterday weapon’s – but one mental might. In a hightech age where nation increasingly compete on brainpower, American school are pruducing an army of illiterates. Companies that cannot hire enough skilled woekers now realize they must do something to save the public schools. Not to be charitable, not to promote good public relations, but to survive (https://www.sweetstudy.com).”
Demikian hasil tukar pikiran antara para pendidik, pejabat, dan sejumlah pimpinan terkermuka, sekaligus sebagai rangsangan bagi orang tua untuk mulai berpikir lagi tentang masa depan anak-anak. Menarik sekali informasi tersebut bahwa di masa mendatang kita menghadapi banyak tantangan dan persaingan berwujud brain power. Karena itu, butuh mental might agar kita sebagai bangsa tetap survival.
Berbagai masalah yang berhubungan dengan brain power dan kebutuhan akan mental might sangat erat dengan dunia pendidikan kita. Kita tahu, pendidikan bisa menjadi pilihan pertama dan utama membentuk pribadi seseorang lebih baik dan memiliki masa depan yang tetap. Pendidikan sesungguhnya melekat dengan anak-anak dan masa depan mereka. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana menyiapkan anak-anak untuk tetap tegar menghadapi setiap tantangan dan kesulitan? Bagaimana me-manage anak-anak agar survive dalam persaingan dan memiliki ketangguhan mental?
Tentu saja ini bukan masalah sepele, karena menyangkut eksistensi dan masa depan anak-anak. Untuk itu, butuh perencanaan dan wawasan luas orang tua dalam mempersiapkan anak-anak memasuki era disrupsi yang dipenuhi model teknologi informasi dengan berbagai bentuk persaingan dan tantangannya.
Baca juga: BREAKING NEWS : Ribuan Mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng Asistensi Paskah 2025
Pemilihan Sekolah
Proses mempersiapkan masa depan anak melalui pendidikan, orang tua harus mencari, menemukan, dan menentukan sekolah yang tepat, juga sesuai kemauan anak. Sekolah hadir sebagai jembatan yang mengantar rutinitas kepada sebuah perubahan kehidupan. Melalui sekolah, anak-anak belajar banyak hal. Sekolah yang tepat bukan hanya memberi dampak pada perkembangan kognitif, tetapi juga perkembangan psikomotorik dan afektif anak. Lebih dari itu, pendidikan di sekolah berpengaruh pada pembentukan mindset dan terciptanya networking. Sekolah merupakan lingkungan yang membantu proses belajar anak agar kelak memiliki masa depan tetap. Anak-anak memproses dirinya menjadi pribadi berkarakter, berpengetahuan, dan memiliki keterampilan.
Sekarang kita masuk pada masa-masa akhir semester genap dan siap memasuki tahun ajaran baru. Menjelang tahun ajaran baru, orang tua sibuk memilih sekolah buat anaknya. Setiap orangtua pasti memiliki keinginan untuk selalu memberikan yang terbaik buat anaknya, termasuk pendidikan. memang pendidikan penting, tapi pemilihan sekolah tidak segampang membalikkan telapak tangan. Yah, gampang-gampang susah. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan momen krusial bagi orang tua dalam mempertimbangkan sekolah yang tepat untuk masa depan anak yang tetap.
Indonesia memiliki begitu banyak sekolah. Data Pokok Pendidikan (Dapodik) Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendiidkan Dasar dan Menengah Republik Indonesia merilis jumalah sekolah di seluruh Iondonesia, yakni sebanyak 441.243 (Negeri 173.499, Swasta: 267.744) dengan rincian TK: 99.237 (Negeri: 7.350, Swasta: 91.887); KB: 83.340 (Negeri: 252, Swasta: 83.088); TPA: 2.538 (Negeri: 28, Swasta: 2.510); SPS: 19.816 (Negeri: 56, Swasta: 19.760); PKBM: 10.568 (Negeri: 56, Swasta: 10.512); SKB: 507 (Negeri: 505, Swasta: 2); SLB: 2.387 (Negeri: 658, Swasta: 1.729); SD: 149.732 (Negeri: 129.487, Swasta: 20.245); SMP: 43.751 (Negeri: 24.171’ Swasta: 19.580); SMK: 14.465 (Negeri 3786, Swasta 10.679); dan SMA: 14.902 (Negeri: 7.150, Swasta: 7.752).
Tentu saja setiap sekolah memiliki kualitas yang berbeda-beda. Dari segi biaya, terdapat sekolah yang gratis, tetapi ada sekolah yang memebani siswa dengan biaya hingga puluha juta. Satu pemahaman klasik tuurn temurun bahwa sekolah yang bagus cenderung mahal, karena untuk biaya pembangunan fisik, penyediaan fasilitas, pembiayaan tenaga pendidik dan kependidikan. Hal ini yang masih menjadi entry barrier bagi orang tua dalam memilih dan menentukan sekolah bagi anak-anaknya. Apalagi sekolah swasta, pos-pos biaya tersebut, sebagian atau sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua melalui komite.
Sekolah yang Tepat
Sudah menjadi pemikiran universal bahwa sekolah terbaik adalah lembaga pendidikan yang memiliki tingkat akademik baik, terakreditasi sangat baik atau unggul, lulusan berhasil lolos beasiswa dan PTN, dan berbagai prestasi akademik lain.
Justru bukan sekadar terbaik. Seharusnya yang menjadi indikator bagi orang tua adalah “sekolah yang tepat”: sekolah yang mampu mengubah peserta didik menjadi lebih baik. Sekolah yang mampu memberikan perbedaan signifikan antara kondisi awal peserta didik (input) dan kondisi setelah mengikuti proses dan menamatkan pendidikan (output).
Sekolah yang tepat memiliki beberapa aspek menonjol. Pertama, sekolah memiliki Pusat Bimbingan dan Konseling (PBK) yang aktif-responsif. Proses pendidikan bermutu seharusnya berorientasi pada siswa (subject centered), bukan berorientasi pada kurikulum (curriculum centered). Perhatian kepada perkembangan kepribadian, kedewasaan, pembentukan sikap, nilai, dan aspek-aspek kepribadian lain siswa harus menjadi titik perhatian pendidikan.
Sekolah yang tepat mampu mengerti dan memahami peserta didik dengan seluruh dimensinya: pengetahuan, keterampilan, dan sikap. PBK sebagai sarana yang sangat relevan untuk memberi perhatian kepada kedewasaan kepribadian siswa, pada usaha untuk membentuk mental might siswa.
Realitas menunjukkan banyak sekolah masih mengabaikan peranan BK. Guru atau petugas BK masih ditempatkan sebagai “polisi sekolah”, petugas presensi, atau bahkan diberi pekerjaan untuk menghukum siswa. Tentu saja peranan ini tidak sesuai dengan bidangnya. Petugas BK adalah pembimbing yang memberikan layanan informasi, data-data perkembangan kepribadian siswa, membantu kemampuan siswa untuk mengenali dan menyadari segala potensi, kelemahan, dan keterbatasan yang ada pada dirinya. Kita tahu, aspek pemahaman dan kesadaran terhadap diri sendiri merupakan aspek yang sangat sentral dalam mencapai seorang pribadi yang dewasa.
Kedua, sekolah yang tepat adalah sekolah yang memiliki kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler variatif dan “lengkap”. Pertanyaannya, mengapa pilihan kelengkapan tidak pada kegiatan intra-kurikuler? Kegiatan intra-kurikuler adalah kegiatan yang sudah diatur dalam kurikulum. Berhadapan dengan kurikulum yang telah ditentukan oleh kementerian, kebanyakan pendidik dan peserta didik tidak berkutik. Karakter tuntutan intra-kurikuler adalah selesainya bahan yang disajikan dalam kurikulum.
Dalam kegiatan ko-kurikuler dan ekstra kurikuler seorang guru bisa mengadakan variasi kegiatan dan pendekatan personal kepada setiap siswa. Dengan pendekatan personal tersebut, setiap pendidik mampu mengenal kekuatan dan kelemahan siswanya satu per satu. Kegiatan ekstra kurikuler yang lengkap dapat semakin memperkaya keterampilan dan aktivitas siswa, melatih kepekaan sosial siswa, dan melatih sisi lain dari dimensi-dimensi kepribadian siswa, selain dimensi kognitif.
Ada konsep belajar bahwa pada dasarnya setiap anak emiliki potensi, sehingga sekolah yang tepat memfasilitasi tumbuh kembang potensi peserta didik secara optimal. Para pendidik dituntut berperan mengoptimalkan potensi peserta didik. Selain itu, adanya perubahan perilaku yang dibuktikan melalkui kompetensi apa yang dimiliki peserta didik setelah berproses pendidikan di sekolah. Para pendidik dituntut mengisi dan melengkapi kompetensi peserta didik. Tentu, keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan.
Waluyo (2022) menganalogikan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah seperti kegiatan cocok tanam. Kalau bibitnya berasal dari varietas unggul, ditanam di tanah yang subur, kemudian ditangani petani profesional, kita bisa menebak, hasilnya akan optimal. Namun setiap tanaman memiliki karakteristik yang berbeda. Ada tanaman yang tumbuh subur ditempat kering, ada juga yang butuh banyak air. Ada tanaman yang cocok di dataran tinggi, ada yang justru butuh dataran rendah. Adanya perbedaan karakteristik meniscayakan perlakuan berbeda pula.
Yah, kita tahu setiap peserta didik memiliki karakteristik pribadi, bakat, minat, potensi berbeda dan unik. Jadi, tidak ada anak yang tidak cerdas; paling tidak memiliki satu dari multiple intelegence. Sekolah yang tepat mampu membangun ekosistem subur untuk tumbuh kembang potensi anak. Tidak ada diskriminasi terhadap kecerdasan. Karena itu, ideal pembelajaran di kelas diikuti oleh 30—40- siswa. Tidak bileh lebih dari itu. Alasanya, pendidik dapat mengenal dan membimbing siswanya secara personal, satu per satu. Dengan jumlah lebih kecil, seorang pendidik dapat lebih leluasa memberikan jaminan bimbingan dan perhatian terhadap perkembangan siswa secara personal. Apalagi kalau pendidik ingin membimbing secara kelompok, maka kelompok kecil akan memberikan keleluasaan kesempatan baik kepada pendidik maupun peserta didik untuk menggali seluruh potensi dirinya.
Saya jadi ingat film Beyond the Blackboard yang dirilis tahun 2011; diangkat dari kisah nyata Stacey Bess. Film itu menceritakan perjuangan ketulusan seorang wanita yang direkrut menjadi guru di tempat penampungan warga Amerika yang homeless. Situasi sekolah yang sama sekali tidak ideal. Tidak ada fasilitas untuk belajar. Anak-anak yang juga sangat liar. Namun, dengan ketulusannya dan dedikasinya ia membenahi sendiri tempat tersebut dengan apapun yang ia punya. Ia bisa mengambil hati satu per satu anak maupun orangtua. Perlahan ia mengubah segalanya (Waluyo, 2022).
Itu berarti sekolah yang tepat seperti dikatakan oleh Waluyo (2022) adalah sekolah yang paling sesuai dengan karakteristik dan potensi anak. Bisa jadi ia tidak memiliki julukan sekolah terbaik atau favorit. Ia hanya sekolah dengan bangunan sederhana yang berdiri di pinggir kota. Namun, dengan guru-guru yang penuh ketulusan dan dedikasi, ia mampu menggali dan memfasilitasi tumbuh kembang potensi anak. Sekolah yang mampu menghadirkan pendidikan esensial, bukan eksistensial.
Ketiga, sekolah yang tepat adalah sekolah yang mampu memberikan kesejahteraan maksimal kepada tenaga pendidik dan kependidikan. Kita tahu peran seorang pendidik sebagai ujung tombak proses pembelajaran. Karena itu, faktor kesejahteraan guru cukup menentukan kegiatannya dalam proses pendidikn dan pembelajaran. Seorang pendidik yang mengalami kekurtangan dalam hal kesejahteraan, pasti akan mencari tambahan-tambahan pekerjaan yang ada kesempatan tanpa berpikir lagi soal kondisi badan, kualitas pelayanannya, dan juga konsentrasi dalam pekerjaan. Pendidik semacam ini tentu saja tidak memiki fokus perhatian terhadap kemajuan dan pengembangan kepribadian siswa.
Guru yang kesejahteraannya belum terjamin, proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah belumlah aman. Maka kecil kemungkinan kecil mereka bisa membantu dan membimbing siswa secara personal dan maksimal. Terhadap kebutuhannya sendiri masih “kewalahan”, apalagi kalau harus disibukkan dengan perhatian terhadap siswa-siswanya.
Dengan memiliki kesejahteraan maksimal, guru-guru dapat secara maksimal pula memberikan perhatian, bimbingan, dan pengajaran kepada siswa-siswa. Guru yang demikian tidak lagi disibukkan mencari tugas-tugas tambahan untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam proses pendidikan di sekolah, faktor guru memang menjadi penentu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Maka faktor kunci ini pun perlu mendapat perhatian yang proposional dari sekolah. Agar putra-putri kita mendapat pendidikan di sekolah yang cukup memadai, kita sebagai orang tua harus secara bijaksana memberikan perhatian dalam hal ini.
Masa Depan Tetap
Kesempatan kepada anak-anak untuk memilikirka masa depan mereka merupakan tindakan tepat orang tua, karena merekalah yang akan menjadi sekuruh proses pendidikan tersebut. Keterlibatan dan motivasi yang kuat buat anak-anak untuk menjalani proses pendidikan tersebut dapat menjadi modal yang dapat diandalkan untuk mencapai tujuan dan masa depan yang tetap. Tentu saja sebagai orang tua, kita bisa memberikan saran-saran, perhatian, cinta, pengawasan, dan fasilitas yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal. Dengan cara inilah kita para orang tua ikut terlibat dalam menyediakan sumber daya manusia yang sungguh-sungguh memilikii mental might dan brain power yang sungguh-sungguh bisa dipertanggungjawabkan dan diandalkan oleh bangsa di masa-masa yang akan datang. Satu hal yang pasti, potensi yang tepat pada sekolah yang tepat akan menciptakan masa depat yang tetap.
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.