Kisah Perawat di Flores Timur

Setia Merawat Pasien di Tengah Dahsyatnya Letusan dan Amukan Gunung Lewotobi

Pasien yang datang mengeluh pusing, mual, demam, gatal-gatal, bahkan muntah-muntah. Sejak erupsi berkepanjangan hampir 2 tahun terakhir

|
Penulis: Paul Kabelen | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/PAUL KABELEN
LAYANI PASIEN-Sejumlah pasien penyintas korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-kaki saat  mendapatkan pelayanan nakes di Puskesmas Boru, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, Selasa, 15 Juli 2025. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen

TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Antrean pasien mengular panjang di Puskesmas Boru, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, NTT, Senin (07/07/25) pagi.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang dekat dengan Gunung Lewotobi Laki-laki itu berjalan dalam teror letusan eksplosif.

Pasien yang datang mengeluh pusing, mual, demam, gatal-gatal, bahkan muntah-muntah. Sejak erupsi berkepanjangan hampir 2 tahun terakhir, warga lebih rentan terserang penyakit.

Seorang perawat, Maria Theresa Mukin (43), tampak sibuk. Ia dan tenaga kesehatan (nekes) Puskesmas Boru juga penyintas korban erupsi.

 

 

 

Baca juga: Wagub NTT Janji Perhatikan Nasib Mahasiswa Penyintas Erupsi Lewotobi

 

 

Maria tetap tetap pasang badan di tengah dahsyatnya letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, NTT yang terus meneror keseharian hidup warga.

Maria tetap bertahan dan menjalani tugas walau sering diteror abu vulkanik dan hujan kerikil serta pasir ketika Lewotobi meletus.

Hanya satu tekad Maria  kesembuhan pasiennya. Ikhtiar ini menunjukkan pelayanan tanpa batas terhadap sesama penyintas.

Atap gedung rawat inap Unit Gawat Darurat (UGD) serta sebagian besar ruangan kini rusak akibat erupsi. Akibat kerusakan prasarana, tiga orang pasien akhirnya dipindahkan ke ruangan rawat jalan.

 

 

 

Baca juga: Agustinus Nurak Petani asal Desa Nitakloang Sikka Doakan LPK Musubu 

 

 

 

 

 

 

 

Saat pelayanan sedang berjalan normal, nakes dan pasien dikejutkan dengan dentuman kuat. Lewotobi Laki-kaki kembali murka. Suasana di Puskesmas Boru seketika mencekam. Letusan pukul 11.05 Wita yang mengguncang disertai gemuruh hebat itu menyemburkan asap hingga 18.000 meter di atas puncak kawah.

Theresa yang panik berusaha tegar. Ia dan rekan-rekannya menenangkan pasien yang ketakutan. Mereka juga mencegah beberapa orang yang nekat keluar ruangan di tengah guyuran material kerikil.

Theresa lalu duduk di samping dua pasien rawat inap yang tak berhenti merintih khawatir. Atap seng dikoyak kerikil. Material seukuran jempol yang terbang dari radius 7 kilometer itu merangsek hingga teras puskesmas. Material abu bahkan melanda hingga ratusan kilometer ke arah barat Pulau Flores.

"Keadaan jadi gelap, hujan kerikil hantam seng, semua orang panik, kami semua berlindung di dalam ruangan," ujar Theresa, saat ditemui pada Sabtu (17/07/25).

 

 

 

Baca juga: Rektor Unipa: Kami Apresiasi Program Pemkab Sikka 1 Kepala Keluarga RTM 1 Sarjana

 

 

Guncangan saat Lewotobi Laki-laki meletus eksplosif sudah lima kali  terjadi. Perasaan trauma akan letusan dahsyat pada tanggal 7 November 2024 yang menewaskan 9 warga belum seutuhnya lekang dari ingatan.

Mereka saling menguatkan sembari berdoa memohon perlindungan. Hujan kerikil selama 15 menit akhirnya berhenti. Tidak ada yang terluka. Semuanya selamat dari bencana.


Nakes terserang ISPA

Risiko bahaya selalu membayangi saat mereka melaksanakan tugas. Puskesmas Boru terpaut jarak sekira tujuh kilometer selalu dilanda abu setiap kali erupsi. Bangunan Puskesmas Boru masih dikepung abu vulkanik sejak awal erupsi 23 Desember 2023 hingga Juli 2025.

Menjadi nakes di kawasan rawan bencana Gunung Lewotobi Laki-laki bukanlah pekerjaan mudah. Selain diancam letusan eksplosif, para nakes juga rentan tersengar penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan akut (Ispa).

 

 

 

Baca juga: Anggota DPRD Sikka Adeo Datus Apresiasi Pelaku Usaha yang Sadar Pajak

 

 

Saat menderita sakit, beban pekerjaan semakin berat. Nakes juga manusia. Demi menyehatkan masyarakat, mereka tetap menjangkau wilayah yang terisolasi akibat banjir lahar dingin, seperti saat ke Desa Hewa, Desa Pantai Oa, Desa Ojan Detun, dan Desa Waiula.

Kepala Puskesmas (Kapus) Boru, Andrea Maria Andriana Masni, mengatakan paparan vulkanik tebal menyebabkan 170 orang, termasuk para nakes terserang ispa. Mereka dirawat sesama nakes sebagai pasien BPJS, kemudian diijinkan beristirahat hingga pulih.

"Setiap saat mereka bersentuhan dengan abu, baik di rumah hingga puskesmas. Beberapa nakes kami juga kena ispa. Abu erupsi kali ini tebal sekali, orang-orang rentan sakit," katanya.

Nakes yang bertugas di Puskesmas Boru umumnya warga Desa Boru, Desa Pululera, Desa Boru Kedang, dan sekitarnya. Mereka tidak mengungsi karena tempatnya diklaim cukup aman dari lontaran batu dan guguran awan panas.

Perhatian nakes juga tertuju kepada anak-anak beresiko stunting dan gizi buruk di pos-pos pengungsian terpusat maupun mandiri. Seperti di Pos Lapangan (Poslap) Desa Konga, Poslap Kobasoma, Poslap Bokang Wolomatang, dan hunian sementara (Huntara).

 

 

 

Baca juga: TKK Ade Irma Labuan Bajo, Tidak Hanya Terima Siswa Baru, Tapi Juga Tempat Penitipan Anak

 

"Untuk masyarakat di sekitar gunung tetapi tidak diungsikan (Pemerintah) juga disiapkan nakes. Pelayanan tetap berjalan maksimal,"ujar Masni.

TRIBUNFLORES.COM beberapa kali melihat perawat Puskesmas Boru mengunjungi para pengungsi, khususnya saat pemberian asupan makanan bergizi bagi anak-anak stunting agar menunjang tumbuh kembang mereka. Giat di pengungsian itu tidak luput dari pemberitaan.

Puskesmas Boru ke posko pengungsian di Kecamatan Titehena sekitar 18 kilometer dan ditempuh sekitar 20 menit. Waktu sebenarnya lebih singkat, namun kondisi jalan yang penuh dengan pasir mengharuskan mereka agar tak buru-buru. Namun, ancaman letusan Gunung Lewotobi Laki-laki selama perjalanan membuat nyawa merinding.

Di tengah perjalanan, tepatnya Dulipali-Nobo, nakes akan melewati zona merah dengan jarak 3 kilometer dari pusat erupsi. Luncuran awan seringkali mengarah ke Jalan Trans Flores itu. Beberapa dari mereka pernah terjebak erupsi saat hendak pulang ke Puskesmas Boru.

Pasien mengapresiasi kerja keras para nakes Puskesmas Boru yang setia merawat pasien sesama penyintas. Pasien BPJS juga senang karena tanggungan biaya pengobatan gratis hingga mereka sehat kembali.

"Pelayanannya sungguh luar biasa. Berobat di sini gratis, saya tentu bersyukur bisa menjadi peserta BPJS," Ujar Regina Bare (56), penyintas asal Desa Hokeng Jaya.

Regina adalah salah satu dari 282.830 peserta BPJS di Kabupaten Flores Timur. Dia mengaku dipermudah saat mengakses kesehatan gratis, baik di puskesmas maupun rumah sakit.

"Saya mengakui dedikasi semua tim medis di sana (Puskesmas Boru). Sama-sama korban bencana, tetapi mereka bekerja siang dan malam demi semua pasien," katanya.

Berdasarkan data dari BPJS Maumere, jaminan kesehatan bagi Flores Timur mencapai 97.57 persen. Jumlah ini juga mencapuk penyintas korban erupsi yang mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, termasuk nakes Puskesmas Boru.

Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Flores Timur, Fredy Moat Aeng, yang mewakili Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, menaruh hormat kepada nakes yang setia merawat pasien di bawah teror erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.

"Mereka orang-orang tangguh, sesama korban bencana yang menjadi garda terdepan dalam melakukan pelayanan bagi pasien, terutama ke sesama penyintas korban erupsi," ucapnya.

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved