Berita Nagekeo

Alumni SDK Maunori Angkatan 1986 Kenang Masa Sekolah: “Tidak Boleh Sebut Nama Guru”

Sorot mata alumni dan masyarakat tampak berbinar, mengenang perjalanan panjang sekolah yang

Penulis: Albert Aquinaldo | Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/ALBERT AQUINALDO
ALUMNI - Agustinus Kako, alumni SDK Maunori angkatan 1986 yang kini menjadi guru SMP di Mauponggo menceritakan kenangan saat masa-masa bersekolah di SDK Maunori. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Albert Aquinaldo

TRIBUNFLORES.COM, MBAY - Suasana haru dan nostalgia menyelimuti puncak perayaan satu abad Sekolah Dasar Katolik (SDK) Maunori, Kamis (31/7/2025). 

Ratusan alumni lintas generasi berkumpul di bawah tenda acara di tengah lapangan sekolah tertua di wilayah selatan Kabupaten Nagekeo, menyatukan cerita masa kecil yang penuh warna.

Dihadiri oleh Uskup Agung Ende, Mgr Paul Budi Kleden, serta Bupati Nagekeo Simplisius Donatus, perayaan 100 tahun SDK Maunori menjadi momen sakral yang bukan hanya seremonial, melainkan juga penuh refleksi. 

Sorot mata alumni dan masyarakat tampak berbinar, mengenang perjalanan panjang sekolah yang telah berdiri sejak 1 Agustus 1925.

 

Baca juga: Perayaan Satu Abad SDK Maunori, Jadi Pelita Pendidikan di Nagekeo NTT

 

 

Di pojok tenda, beberapa alumni angkatan 1986 tampak bersenda gurau, saling menertawakan kenangan masa kecil mereka. 

Salah satunya adalah Agustinus Kako, yang kini berprofesi sebagai guru SMP di Mauponggo. Baginya, masa sekolah di SDK Maunori bukan hanya tentang pelajaran, tetapi juga soal tata krama dan penghormatan.

“Kalau kami waktu itu, perjuangan kepala sekolah dan guru sangat luar biasa. Fasilitas sangat minim, tapi semangat mereka sungguh luar biasa. Kami bersyukur, karena dari situ kami bisa jadi seperti sekarang,” ujar Agustinus kepada TribunFlores.com disela-sela acara. 

Agustinus mengenang salah satu kebiasaan yang sangat membekas di zamannya, yaitu larangan menyebut nama guru secara langsung. Dalam budaya sekolah saat itu, menyebut nama guru dianggap tabu.

“Selama saya sekolah di SDK Maunori, saya tidak pernah tahu nama kepala sekolah. Kami hanya memanggil ‘Bapa Guru’ atau ‘Guru Kepala’. Baru saya tahu nama beliau, Gabriel Wundu saat menerima ijazah,” kenangnya sambil tersenyum.

Meski terdengar kaku, aturan itu justru membentuk sikap hormat dan kedisiplinan murid terhadap para pendidik. Nilai-nilai ini, menurut Agustinus, menjadi salah satu warisan penting yang dibawanya sepanjang hidup.

Ia pun menyampaikan rasa terima kasih mendalam kepada almamater SDK Maunori dan para guru yang telah menggelar perayaan satu abad dengan sangat baik. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved