Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Paul Kabelen
TRIBUNFLORES.COM, LARANTUKA-Flores Children Development (FREN) mengenalkan "safeguarding" atau budaya perlindungan bagi para penyintas Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 18 Desember 2024.
Dalam semangat kepedulian bagi kelompok rentan, terutama anak-anak, FREN bersama Childfund mengajak Dinas P2KBP3A Flores Timur, Unipa Maumere khusus program studi psikologi, PKBI, dan UNICEF untuk sama-sama menciptakan perlindungan dan psikososial.
Melibatkan 22 orang utusan dari sejumlah desa terdampak di Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura, serta 8 orang di luar wilayah terdampak. Peserta dibekali pemahaman soal safeguarding.
Rafael Ola Keraf dari FREN, membawakan materi tentang safeguarding. Istilah dalam bahasa Inggris ini membuat peserta tampak mengerutkan jidat. Ia menggambarkan materi itu sehingga mudah dipahami.
Ia mengatakan, safeguarding menjadi standar pada setiap kegiatan-kegiatan Yayasan FREN, meliputi kebijakan dan tanggungjawab dalam mencegah, mendeteksi, melaporkan hingga merespon bentuk-bentuk eksploitasi.
Baca juga: Serka Anton Sams Gendong Bocah Perempuan yang Takut Lewati Lokasi Longsor di Ende
Selain anak rentan, safeguarding ditujukkan bagi orang dewasa penerima manfaat. Setiap melakukan aktivitas, termasuk dalam kondisi bencana, dukungan psikososial juga penting diterapkan bagi yang bukan orang rentan.
"Safeguarding tidak membatasi diri kepada anak-anak, tetapi juga orang dewasa," ucap Rafael Ola Keraf.
Rafael menceritakan pengalaman awal saat berada di Posko Pengungsian Desa Bokang Wolomatang. Di sana ditemukan beberapa hal yang tak sesuai. Salah satunya menyangkut cara anak-anak beraktivitas dalam trauma healing yang waktunya tak diatur efektif.
Menurutnya, banyaknya aktivitas juga akan mempengaruhi kondisi anak-anak, seperti di tempat-tempat pengungsian. Realitas itulah yang menjadi komitmen FREN sehingga para stakeholder di posko-posko diundang dalam diskusi bersama, termasuk dalam kegiatan saat ini.
"Karena itu kita atur dulu jamnya. Anak-anak satu hari bisa sampai 6-7 kali ikut kegiatan. Ketika satu kelompok datang, anak-anak akan dipanggil berkumpul, lalu kelompok berikut datang lagi. Kita jangan hanya lihat pas anak tertawa saja, tetapi kita lupa kalau anak-anak pasti lelah," cerita Rafael.
Ia menambahkan, penerapan safeguarding tak ada toleransi. Semua tindakan baik kekerasan ataupun eksploitasi wajib dilaporkan untuk ditindaklanjuti.
ANTUSIAS PESERTA
Kolaborasi ini digagas dalam tajuk 'Pelatihan Perlindungan Anak dan Perlindungan Psikososial Bagi Relawan'. 30 peserta tampak antusias. Mereka diberi kesempatan untuk bertanya dan menyampaikan pendapat.
Kegiatan dihadiri Kepala Dinas P2KBP3A Flores Timur, Anselmus Yohanes Maryanto bersama jajaran, Ketua Yayasan Fren, Bona Kowan Kornelis, serta pemangku kepentingan dari CHILDFUND, UNICEF, PKBI, Unipa.