Medio Oktober 2024 lalu, Lembaga survei Indikator merilis survei nasional yang mencatat bahwa 85,3 persen responden yakin bahwa Presiden Prabowo Subianto kedepannya bakal memimpin Indonesia menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Pengalaman di masa lalu tentunya telah memberikan pelajaran berarti bagi rakyat Indonesia, untuk memaknai dengan baik betapa pentingnya kebersatuan yang utuh sebagai sebuah bangsa, dibandingkan terpisah oleh polarisasi.
Ayo Bangun NTT, Fondasi Pembangunan NTT
Melki-Johni sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, tentunya mengemban misi besar dalam menahkodai NTT.
Sejumlah persoalan NTT telah menanti diantaranya, kemiskinan, infrastruktur, stunting, kematian ibu dan anak, kualitas pendidikan, konflik agraria, perusakan lingkungan dan sejumlah persoalan lainnya.
Lantas seperti apakah strategi serta gaya kepemimpinan Melki-Johni dalam menjawab persoalan-persoalan di NTT? Jika merujuk pada pernyataan William G. Scott (1962), kepemimpinan merupakan proses memengaruhi kegiatan yang diselenggarakan dalam kelompok, dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pada titik ini, Gubernur haruslah menentukan strategi komunikasi secara tepat dalam upaya menentukan gerak dan arah rakyat serta stakeholder guna mencapai tujuan pembangunan yakni peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat NTT.
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam buku “Techniques for Effective Communication”, seperti dikutip oleh Effendy, menyatakan bahwa strategi komunikasi memiliki tiga tujuan utama (Effendy, 2003: 32), diantaranya untuk mengamankan pemahaman, untuk menetapkan penerimaan dan untuk memotivasikan tindakan.
Melki Laka Lena memulainya dengan menyampaikan pesan “Ayo Bangun NTT” sebagai fondasi awal dalam menentukan gerak pemerintahan serta arah tujuan pembangunan di NTT.
“Ayo Bangun NTT” sengaja ditampilkan oleh Melki sebagai pesan yang menjadikan dan menghidupi kembali budaya gotong royong atau kerja bersama seluruh elemen masyarakat dalam membangun NTT. Budaya Gotong royong bukan hal baru, melainkan merupakan nilai tradisi yang hidup di tengah-tengah masyarakat NTT.
Tradisi budaya yang menjadi kekuatan rakyat NTT, coba ditampilkan Melki sebagai kekuatan pembangunan NTT.
Tradisi kumpul keluarga dalam proses perkawinan menjadi contoh nyata, bagaimana nilai kegotong royongan hidup dengan kuat dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari orang NTT.
Tradisi ini dibangun dalam bingkai rasa kekeluargaan, untuk terlibat secara aktif mengambil peran dan bagian masing-masing dalam menyukseskan sebuah proses perkawinan.
Di Kota Kupang contohnya, kumpul keluarga tidak hanya mengikutsertakan etnis sesama suku, melainkan melibatkan relasi lintas suku yang terjalin dalam hubungan kekerabatan sosial seperti tetangga atau relasi pada lingkungan pekerjaan yang terbangun secara emosional dalam bingkai kekeluargaan. Tradisi budaya ini bukan lagi dipandang sebagai solusi materi untuk menyukseskan sebuah hajatan perkawinan, melainkan dimaknai sebagai bagian paling penting merawat silaturahmi dalam bingkai kekeluargaan.
Kehadiran individu (orang yang diundang) dalam tradisi budaya kumpul keluarga merupakan bentuk kontribusi paling nyata yang sekaligus menandai kesatuan tujuan terselenggaranya sebuah perkawinan antara kedua calon mempelai. Dengan kata lain, tujuan dua orang (calon mempelai) yang ingin menikah kemudian melebur secara alami menjadi tujuan bersama.