Kekerasan Seksual Anak di Kupang

Berawal Grup WhatsApp Vulgar, Terungkap Kasus Kekerasan Seksual Anak SMP di Kupang NTT

Petugas menemukan sebuah grup WhatsApp besar bernama "Grup SMP Se-Kota Kupang."  Kasus seksual anak di Kota Kupang.

Editor: Gordy Donovan
POS-KUPANG.COM/RAY REBON
BERI KETERANGAN - Kadis P3A Kota Kupang, dr. Marciana Halek saat memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus prostitusi anak SMP di Kota Kupang, NTT, Rabu (8/10/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

TRIBUNFLORES.COM, KUPANG - Siang itu, ruang kerja Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang terasa lengang. Di balik tumpukan berkas laporan, dr. Marciana Halek menatap serius. 

Suaranya pelan, namun tegas ketika mengungkap sesuatu yang selama ini mungkin tak disadari banyak orang.

"Delapan SMP di Kota Kupang sudah terpapar kekerasan seksual berbasis elektronik," kata Marciana, mantan Direktur RSUD S.K. Lerik ini diruang kerjanya, Rabu 8 Oktober 2025.

Nada suaranya datar, tapi isi kalimatnya seperti petir di siang bolong.

Baca juga: Ribuan Warga Kota Kupang Terjangkit HIV/AIDS, Terbanyak IRT dan Usia Produktif

 

Marciana mengisahkan semua berawal dari laporan satu sekolah. Dimana seorang murid laki-laki dilaporkan memperlihatkan tubuhnya kepada teman perempuan saat pergantian pakaian untuk pelajaran olahraga. 

Perilaku itu dianggap aneh, hingga akhirnya pihak sekolah melapor ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Dari sinilah semuanya terbuka. Petugas menemukan sebuah grup WhatsApp besar bernama "Grup SMP Se-Kota Kupang." 

Di dalamnya, ratusan siswa dari berbagai Sekolah Menengah Pertama (SMP) bergabung, saling berbagi gambar, stiker, dan bahasa yang berbau pornografi. 

Grup itu bahkan sudah terlalu penuh hingga tak bisa menampung anggota baru.

"Anak-anak ini tidak merasa bersalah. Mereka menganggap percakapan seperti itu hal biasa," ujar Marciana.

Yang lebih mengejutkan, dari grup besar itu kemudian muncul grup-grup kecil.
Di sana, percakapan lebih intens, lebih berani, dan mulai mengarah ke aktivitas seksual berbasis elektronik. 

Sebagian anak bahkan mulai berpacaran, saling mengirim foto dan video tidak senonoh. 

Dari dunia maya, hubungan itu kemudian berlanjut ke dunia nyata hingga terjadi praktik prostitusi antar-anak.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved