Universitas Nusa Nipa

Pentingnya Perencanaan Cermat dalam Pembangunan Hunian di Kawasan Perbukitan dan Pegunungan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, misalnya, menegaskan pentingnya

Editor: Nofri Fuka
TRIBUNFLORES.COM/HO THOBIAS
Yoseph Thobias Pareira, ST., MUEP, Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Nusa Nipa Maumere 

Oleh: Yoseph Thobias Pareira, ST., MUEP, Dosen Program Studi Arsitektur Universitas Nusa Nipa Maumere

TRIBUNFLORES.COM, MAUMERE - Pembangunan hunian di kawasan perbukitan dan pegunungan bukanlah perkara sederhana. Dibutuhkan pertimbangan teknis yang matang, menyangkut aspek kestabilan tanah, kondisi topografi, pola aliran air, sistem drainase serta kajian lingkungan secara menyeluruh. Yang paling utama, pembangunan tersebut harus mengutamakan prinsip keselamatan dan keamanan bagi para penghuni.

Sebagai negara kepulauan dengan kontur wilayah yang beragam dan rawan bencana, Indonesia telah menetapkan berbagai regulasi terkait pembangunan permukiman melalui undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, hingga peraturan daerah. 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, misalnya, menegaskan pentingnya perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan tipologi wilayah, budaya lokal, aspek ekologi serta keselamatan penghuni. 

Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 yang mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, termasuk pengaturan tentang hunian berimbang.

 

Baca juga: Sambut Dies Natalis ke-20, Dosen hingga Mahasiswa Universitas Nusa Nipa Ikut Donor Darah

 

 

Namun, peraturan saja tidak cukup. Dalam praktiknya, pembangunan hunian di area rawan seperti pegunungan harus memperhatikan berbagai aspek teknis dan lingkungan. 

Kestabilan tanah, misalnya, tidak hanya dilihat dari permukaan lahan, tetapi juga harus dianalisis berdasarkan struktur batuan, kemiringan, dan susunannya. Hal ini penting untuk menilai potensi terjadinya longsor atau pergerakan tanah yang dapat membahayakan bangunan dan penghuninya.

Aliran air permukaan juga perlu diamati dengan cermat. Jejak aliran air yang tampak di permukaan tanah merupakan indikasi jalur alami air yang, bila terganggu, bisa menyebabkan genangan atau banjir lokal. Oleh karena itu, sistem drainase yang baik menjadi syarat mutlak dalam pembangunan, agar air dapat terbuang secara terkendali dan tidak menimbulkan risiko tambahan.

Secara global, pendekatan pembangunan yang terintegrasi dengan alam bukanlah hal baru. Arsitektur yang memperhatikan keselarasan antara bangunan dan lingkungan sekitarnya kini menjadi tren yang berkelanjutan. 

Bangunan yang dirancang tidak untuk menaklukkan alam, tetapi menjadi bagian darinya, terbukti mampu mengurangi dampak ekologis serta menciptakan harmoni dengan lingkungan. Pendekatan ini pun sangat relevan diterapkan di wilayah Indonesia yang rentan terhadap bencana alam.

Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, aspek mitigasi bencana harus menjadi prioritas. Kajian potensi bencana seperti tanah longsor, gempa bumi, atau pergerakan tanah harus menjadi bagian dari analisis tapak yang komprehensif. 

Di sinilah pentingnya mekanisme perizinan dan pengawasan rutin yang dijalankan oleh pemerintah daerah serta dinas teknis terkait.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved