Berita Manggarai Barat
Komite Bersama Panas Bumi Indonesia Lakukan Kajian Sosial Proyek Geothermal Wae Sano
Plt PT Geo Dipa Energi, Riki Firmandha mengatakan Komite Bersama Panas Bumi Indonesia masih melakukan kajian sosial proyek geothermal Wae Sano.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Gecio Viana
TRIBUNFLORES.COM,LABUAN BAJO-Plt Direktur PT Geo Dipa Energi, Riki Firmandha Ibrahim mengatakan,eksplorasi geothermal Wae Sano di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores merupakan bagian dari Proyek Startegis Nasional (PSN) yang dikenal dengan nama Proyek Pengeboran Pemerintah atau Government Drilling (GEUDPP) mendapat pendanaan dari pemberi dana Internasional.
"Proyek eksplorasi panas bumi Wae Sano awalnya merupakan penugasan kepada salah satu BUMN dibawah Kementrian Keuangan PT SMI. Baru pada 2021, penugasan ini dilanjutkan kepada PT Geo Dipa Energi (Persero). Kami melihat ada beberapa hal dan kajian yang harus dilakukan agar dapat mendukung kelancaran proyek, khususnya yang terkait dengan isu sosial," katanya dalam rilis yang diterima TribunFlores.com.
Riki menjelaskan, pada Juni 2020, Komite Panas Bumi Indonesia menerima sebuah surat yang ditujukan untuk Presiden Indonesia. Surat ditulis oleh Uskup Ruteng meminta agar proyek eksplorasi Wae Sano dihentikan karena dipandang mengganggu ruang hidup masyarakat di sana.
Menyikapi kondisi ini, Komite Bersama Panas Bumi Indonesia membentuk kelembagaan bersama untuk Proyek Wae Sano yang melibatkan semua unsur terkait, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, PT SMI dan PT Geo Dipa Energi. Melakukan analisa gap terhadap kajian yang telah dilakukan sebelumnya dan memperkuat kajian-kajian yang diperlukan bilamana belum pernah dilakukan.
Baca juga: Proyek Geothermal Wae Sano Manggarai Barat Ramah Lingkungan
Selanjutnya, menyusun MoU untuk membangun kerja sama kemitraan bersama Keuskupan Ruteng untuk bersama-sama membantu mendengar dan mengatasi keberatan masyarakat penolak di Wae Sano. Diantaranya, proyek dinilai tidak memperhatikan pendekatan secara adat dan budaya dan mengganggu wilayah keramat dan tanah leluhur.
Proyek dinilai tidak transparan dan banyak janji. Proyek dinilai menimbulkan rasa sakit hati bagi beberapa tokoh penolak. Proyek dinilai menimbulkan bencana dan membuat warga harus relokasi dan dapat menimbulkan genocide atau mati masal, sehingga warga terpaksa harus evakuasi.
Sepanjang tahun 2020 sampai dengan 2021, proyek telah melakukan pengelolaan bidang sosial diantaranya bidang untuk masyarakat adat Wae Sano, melakukan free prior inform concern (FPIC) agar proyek dapat diterima secara menyeluruh oleh masyarakat adat Desa Waesano dan dapat bekerja sama untuk melaksanakan rencana aksi yang tertuang dalam CDP.
Selanjutnya, melaksanakan rencana aksi dalam CDP (community development plan) masyarakat adat dengan proyek. Optimalisasi peran panitia kampung untuk menyampaikan keluhan kepada proyek dalam kerangka GRM. Memonitor perubahan-perubahan sikap masyarakat sebagai bagian dari proses evaluasi stakeholder engagement.
Baca juga: Ricuh Demo Proyek Geothermal, Pintu Pagar Kantor Bupati Manggarai Barat Dirusak
Membangun pusat informasi di tingkat desa. Mendirikan dan mengelola pusat informasi tentang kegiatan eksplorasi panas bumi di Desa Waesano.Sementara itu untuk Stakeholder di luar masyarakat adat dilakukan: Diseminasi informasi kepada pemangku kepentingan lain di luar kelompok masyarakat adat. Kegiatan yang dilakukan antara lain sirkulasi informasi tentang kegiatan eksplorasi panas bumi, mitigasi risiko, pengelolaan sosial dan lingkungan, pelaksanaan CDP dan dampaknya bagi livelihood masyarakat. Bentuk diseminasi antara lain: workshop, pembuatan poster, leaflet, spanduk. Pemanfaatan media sosial untuk diseminasi informasi panas bumi Wae Sano.
"Mengajak keterlibatan dan berkolaborasi dengan Keuskupan Ruteng dalam pelaksanaan CDP. Melibatkan pemerintah Kabupaten Manggarai Barat sebagai mitra diseminasi informasi mengenai kinerja proyek bagi pemangku kepentingan. Keseluruhan pendekatan pengelolaan bidang sosial ini dilakukan secara sinergis dan terpadu melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait dan tentunya ini memerlukan waktu serta tenaga agar dapat terlaksana dengan baik," jelasnya.
Terkait apa kendala atau hambatan utama, sehingga proyek ini belum terealisasi, Riki menjelaskan, setelah menyelesaikan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL Tahap 1) di tahun 2020 maka pada tahun ini, proyek eksplorasi geothermal Wae Sano memasuki periode pelaksanaan RKTL tahap 2 yang pelaksanaannya memerlukan waktu yang lebih panjang daripada RTKL 1.
Baca juga: Ricuh Demo Proyek Geothermal, Pintu Pagar Kantor Bupati Manggarai Barat Dirusak
Apalagi, lanjut Riki, yang dilaksanakan adalah pendekatan pengelolaan sosial. Semua perlu dilakukan secara partisipatif dengan mendengarkan masukan dan pendapat dari berbagai pihak.
Pihaknya menyadari, pengelolaan sosial ini memerlukan dialog dan diskusi yang tidak sederhana dan tidak singkat dan harus dilaksanakan dengan prinsip pelibatan bermakna dari semua pihak dalam arti, proyek perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, dengan terus memperhatikan standar yang diberlakukan oleh Bank Dunia (World Bank).
Menurutnya, pemahaman dan kesadaran mengenai perlunya panas bumi dijalankan di Indonesia adalah dalam rangka mengurangi emisi karbon negara ini dan dalam rangka mencapai target Net Zero Emision untuk membantu mencegah semakin memburuknya perubahan iklim dunia.