Berita Lembata

Sika Sed Angi Keferok,Ritual Membersihkan Penyakit di Kampung Boto Lembata

Kemajuan peradaban di bidang kesehatan tidak serta merata mengubah tradisi masyarakat Kampung Boto.Ritual adat dipercaya bisa membersihkan penyakit.

Editor: Egy Moa
TRIBUN FLORES.COM/RICKO WAWO
Masyarakat Kampung Boto di Kecamatan Nagawutung menggelar ritual adat Sika Sed Angi Keferok, menghalau penyakit menyerang manusia, hewan dan tanaman. 

Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Ricko Wawo

TRIBUNFLORES.COM, LEWOLEBA-Kemajuan peradaban manusia di bidang kesehatan sudah dirasakan manfaatnya tidak serta merata mengubah tradisi masyarakat Kampung Boto di Kecamatan Nagawutung, Kabupaten Lembata meninggalkan warisan leluhur.

Serangan sakit penyakit terhadap manusia, hewan dan tanaman pertanian tak selamanya hanya mengandalkan pengobatan modern. Ritual adat, salah satu cara ditempuh.

Komunitas warga Kampung Boto mencakup wilayah Keluang dan Belabaja, mewarisi ritual Sika Sed Angi Keferok. Ritual dikenal sejak nenek moyang dilakukan setiap tahun jika ada sakit-penyakit yang mengancam kehidupan manusia, hewan atau tanaman.

Ritual Sika Sed Angi Keferok melewati sejumlah tahapan. Tahap awal dilakukan Tobo Bao fed ed uanga gemaketa, secara harafiah artinya duduk untuk musyawarah bersama.

Baca juga: KPU Lembata Sabet Penghargaan dari KPU Provinsi NTT dan KPPN Larantuka

Sejumlah tokoh adat seperti tokoh penjaga ritus dari suku Demong’or, kepala suku, penjaga rumah adat dan tokoh adat dalam komunitas adat Boto yang diundang.

Pada saat Tobe Bao, semua tokoh tersebut membicarakan segala proses ritual yang harus dilakukan untuk mengusir wabah penyakit (bala).

“Semua tua adat diundang datang dan duduk dan omong sama-sama tentang penyakit yang merajalela kampung ini. Setelah sepakat lalu siap tuak dalam bambu, ayam, busur dan anak panah untuk dipakai sebagai alat panah keluar semua sakit penyakit. Ada juga yang diantar dan lepas di laut,” kata Fransiskus Pati Deona, salah satu tokoh budaya Boto saat ditemui di sela acara eksplorasi budaya Lembata di Desa Labalimut, Rabu, 23 Februari 2022.

Pada saat Tobe Bao, semua perlengkapan dan bahan menggelar ritual tolak bala di dalam vetak (semacam pondok, bagian yang tak terpisahkan dari rumah adat) itu perlu dibicarakan.

Fransiskus merincikan, beberapa bahan yang perlu disiapkan itu seperti bambu hutan dan batu yang disiapkan oleh Suku Pukan. Lalu Suku Idan bertugas membelah bambu (bisel) tersebut. Suku Baon menyiapkan ijuk. Bahan lainnya adalah seekor ayam, tuak dan koli tembakau, daun lontar, busur serta anak panah yang terbuat dari bahan khusus.

Baca juga: Menghalau Sial dan Penyakit, Kampung Lewolein Lembata Hening Tanpa Penerangan

Seremonial dilakukan oleh Suku Demong’or yang dipercaya untuk menjaga ritus warisan leluhur secara turun temurun.

Tahap berikutnya adalah Falat/Gerita ata Efelej yang merupakan proses pembersihan lidah sebagai simbol mengusir penyakit (bala) pada manusia.

Pembersihan lidah dilakukan dengan menggunakan daun lontar. Setelah itu, daun lontar itu dibawa dan dikumpulkan di dalam Koker Bale Basa (rumah adat Suku Demong’or).

Selanjutnya tahap Balenga. Ini merupakan bagian penting karena semua daun lontar yang sudah dikumpulkan di rumah adat Demong’or itu akan melewati ritual penjagaan selama satu malam sebelum dibawa ke tempat seremonial pembebasan. Tujuannya, supaya setelah ritus pembebasan, semua penyakit yang diusir bisa pergi jauh dari kampung dan tidak kembali lagi.

Setelah disemayamkan satu malam di rumah adat Demong’or, pada pagi harinya semua bahan seremonian termasuk tuak dan ayam dibawa ke tempat ritual (vetak). Di dalamnya sudah terdapat Maseng yang merupakan tempat khusus dari bambu dan disiapkan untuk meletakkan batu besar (Fat inan) yang diyakini sebagai panglima perang.

Baca juga: Ikut Eksplorasi Budaya Sare Dame, Akademisi Sebut Kita Punya Modal Kebudayaan untuk Bangun Lembata

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved