Pembanguna Waduk Lambo
Ritual Adat Memberi Makan Arwah di Titik Nol Waduk Lambo Dihadang FPPWL
Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo menghadang pelaksanaan ritual adat pemberian makan dan memohon restu arwah leluhur di titik nol Waduk Lambo.
Pertama, bidang tanah dengan nomor urut bidang 493 dan 496 hasil pengukuran BPN pada Proyek Strategis Nasional pembangunan Waduk Lambo yang sebelumnya tercatat sebagai tanah ulayat suku Rendu di Desa Rendu Butowe terdistribusi menjadi dua bagian yang dibagikan kepada persekutuan masyarakat adat Kawa sebesar 60 persen dan dan kepada suku Gaja yang mewakili Suku Redu, Suku Isa dan Suku Gaja sebesar 40 persen dari total nilai ganti kerugian terhadap bidang-bidang tanah tersebut.
Kedua, berkaitan dengan hak kepemilikan ulayat atau sejarah tanah tersebut yang akan terdampak genangan Waduk Lambo, tidak akan dibicarakan dan dan diperdebatkan (diungkit-ungkit) dan sepakat bahwa genangan air adalah pembatasnya atau dalam istilah adat kedua belah pihak disebut "Ma'e Sua Ruta Waga Watu".
Tiga, kuasa yang akan menandatangani segala administrasi berkaitan dengan pelepasan hak dan nilai ganti kerugian terhadap tanah, ditentukan oleh masing-masing pihak.
Baca juga: Sebelum Ditemukan Meninggal Dunia, Pria di Nagekeo Sempat Gendong Anaknya Sambil Menangis
Berita acara tersebut ditandatangi oleh lima orang perwakilan masyarakat adat Kawa sebagai pihak pertama. Sedangkan pihak kedua dari persekutuan masyarakat adat Suku Gaja, Redu dan Isa dari Desa Rendu Butowe juga ditandatangani oleh lima orang perwakilan yakni Leonardus Suru, Gabriel Bedi, Gaspar Sugi, Tadeus Betu dan Kristoforus Lado.
Namun, tanggal 9 Desember 2021 atau satu bulan setelah kesepakatan antara kedua kubu menuai titik terang, FPPWL bersama AMAN Nusa Bunga kembali memblokade jalan masuk menuju titik nol, di Lowo Se.
Aksi-aksi FPPWL terpantau kian tak terkendali. Sejumlah ibu-ibu anggota FPPWL rela melakukan aksi buka baju untuk menghadang pekerja dan petugas di pintu masuk ke Lowo Se, Dusun Roga - Roga, Desa Rendu Butowe, Kecamatan Aesesa Selatan.
Puncaknya, Jumat, 22 Maret 2022 ketika PT. Brantas Abipraya mulai memobilisasi alat kerja menuju titik nol, kelompok FPPWL kembali menghadang mobilitas 2 unit alat pengebor dan dua unit eksavator di pintu masuk menuju Lowo Se.
Baca juga: Isak Tangis Keluarga Sambut Jenazah Korban Penganiayaan Berat di Nagekeo
Sementara, bersamaan dengan dengan aksi penghadangan mobilitas alat kerja, acara ritual adat di titik nol yang sedang dilaksanakan oleh masyarakat adat Kawa juga mendapat gangguan dari kelompok FPPWL yang lain.
FD, salah satu warga yang menyaksikan aksi penghadangan seremonial adat di Lowo Se mengatakan, Kepala Desa Rendu Butowe, Yeremias Lele dan Sekretaris FPPWL, Wilbrodus Bei Ou serta beberapa anggota FPPWL lainnya terilibat dalam aksi penghadangan itu.
Belum diketahui secara pasti alasan FPPWL menghadang dan mengganggu seremonial adat persekutuan masyarakat adat Kawa di Lowo Se.
Menurut Klemens, acara seremonial adat itu merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari tahapan pembangunan waduk Mbay/Lambo.
Baca juga: 2 Kakak Beradik di Nagekeo Ditemukan Tewas dalam Rumah, Ini Kata Adik dari Terduga Pelaku
"Kehadiran mereka disana juga tidak jelas. Entah keterwakilan dari mana itu juga ngambang. Kita lihat bahwa secara legal standing sudah jelas dalam berita acara itu. Kemarin kita jalan berdasarkan payung hukum (berita acara) itu. Makanya, kemarin kami sarankan, kalau misalkan tidak puas dengan berita acara, silahkan menempuh jalur hukum dengan melaporkan tiga pihak ini yang telah mewakili suku Isa, Gaja dan Rendu. Silahkan saja melaporkan mereka jika mereka tidak mengakui ketiga orang ini sebagai perwakilan suku mereka," tegas Klemens.
Seorang anggota FPPWL di pintu masuk dusun Roga-Roga bahkan hampir melakukan penganiayaan dan mengusir Reporter Tribunflores.Com ketika mereka hendak dikonfrimasi. Ketua FPPWL, Bernadinus Gaso, belum berhasil dikonfirmasi.