Pembangunan Waduk Lambo
Usai Ditangkap Polisi, FPPWL Disebut Dukung Pembangunan Waduk Mbay/Lambo di Nagekeo
Selain itu, Bernadinus juga berjanji tidak akan menghalangi aktivitas pekerjaan pada proyek pembangunan waduk Lambo.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Patrianus Meo Djawa
TRIBUNFLORES.COM, MBAY - Bernadinus Gaso dan Wilbrodus Bei Ou, Ketua dan Sekretaris Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) akhirnya menyudahi pertahanan mereka dalam upaya penolakan pembangunan waduk Mbay/Lambo, di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bertempat di ruang Bhayangkari Polres Nagekeo, Selasa, 5 April 2022, mewakili kelompok penolak pembangunan waduk Lambo, Bernadinus Gaso akhirnya menyetujui proyek pembangunan waduk Lambo untuk dilanjutkan.
Baca juga: Amankan 24 Anggota Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo di Nagekeo, Ini Kata Polisi
Pernyataan Bernadinus Gaso itu disampaikan didepan Kapolres Nagekeo dan sejumlah awak media termasuk didepan 24 orang Anggota FPPWL yang ditangkap senin, 4 April 2022, kemarin.
Selain itu, Bernadinus juga berjanji tidak akan menghalangi aktivitas pekerjaan pada proyek pembangunan waduk Lambo.

Dia hanya meminta agar Pemerintah memperhatikan hak-hak masyarakat adat.
Sementara untuk 24 orang yang telah diamankan, siang ini akan dipulangkan.
Baca juga: Atasi Kekerasan Terhadap Anak di Sikka, Fransiskus Minta Aktifkan SEKAMI dan SEKAR
Amankan 24 Orang
Sebelumnya, sebanyak 24 warga Desa Rendubutowe yang tergabung dalam forum penolakan pembangunan waduk lambo (FPPWL) ditangkap pihak Kepolisian Resort Nagekeo, Senin, 4 April 2022.
Mereka dicokok Polisi karena diduga terlibat aksi penghadangan dan penyerangan terhadap tetua adat mereka sendiri dari Suku Redu, Suku Isa dan Suku Gaja yang sedang menggelar ritual adat di titik nol, pada lokasi proyek pembangunan waduk Mbay/Lambo, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kepala Kepolisian Resor Nagekeo, AKBP Yudha Pranata S.I.K, SH, menuturkan, 24 orang anggota FPPWL disangkakan karena melakukan pengancaman dengan senjata tajam serta melawan petugas yang sedang berdinas.
Aparat kepolisian terpaksa harus menangkap ke 24 warga tersebut karena melakukan penyerangan dan tindak pidana pengancaman hingga mengarah pada tindakan anarkis baik terhadap tetua adat mereka sendiri maupun terhadap aparat kepolisian yang sedang berdinas.
Ini adalah aksi penghadangan kedua yang dilakukan oleh Kelompok FPPWL terhadap aktifitas pegelaran ritual adat.
Sebelumnya, kelompok yang dipimpin Bernadinus Gaso ini juga melakukan aksi serupa terhadap masyarakat adat Kawa yang juga menggelar ritual adat di titik nol.
"Pelaku yang kami tangkap sama dengan pelaku yang melakukan penghadangan terhadap suku Kawa," ujar Kapolres.
Baca juga: Tidak Terima Ditegur, Siswa Ini Aniaya Guru, Ajak Belasan Temannya
Masa tenggang penangkapan terhadap ke 24 orang Anggota FPPWL hanya berlaku selama satu kali dua puluh empat jam. Dalam kurun waktu yang singkat itu, polisi akan menentukan peran dari masing-masing terduga pelaku yang ditangkap terhadap suatu dugaan kejahatan atau dugaan pelanggaran yang dilakukan.
"Jadi tidak semuanya akan dilakukan penahanan. Melalui gelar perkara oleh penyidik Kita harus bisa menentukan peran dari masing-masing berdasarkan perbuatan dan juga unsur sangkaan pelanggaran pidana terhadap suatu kejahatan atau pelanggaran yang mereka lakukan. Jadi tidak semuanya akan dilakukan penahanan," ujar dia.

Kepolisian menerapkan pasal pengancaman dan melawan petugas sesuai kitab undang undang hukum pidana (KUHP) pasal 212 dan 214 dimana para anggota FPPWL yang ditangkap itu telah secara nyata melakukan intimidasi, pengancaman dengan senjata tajam termasuk menghentikan kenderaan, ujar Kapolres Yudha.
Insiden penghadangan Warga Desa Rendubutowe bermula saat warga adat Rendubutowe yang tergabung dalam persekutuan tiga Suku, yakni Suku Rendu, Gaja dan Isa sedang melaksanakan ritual adat
Sejumlah aparat kepolisian Resort Nagekeo tanpa senjata api dan alat pelindung diri, di hari yang sama juga sedang melakukan pengawalan terhadap jalannya ritual adat yang dilakukan oleh tiga kepala Suku Redu, Suku Isa dan Suku Gaja bersama persekutuannya di pintu masuk menuju lokasi pekerjaan proyek.
Adapun tujuan ritual adat itu digelar untuk memohon ijin keselamatan terhadap alat kerja dan alat untuk beroperasi oleh tiga ketua suku.
Baca juga: Kasus Rudapaksa 13 Santriwati, Herry Wirawan Divonis Hukuman Mati
Namun, saat ritual adat sedang digelar, Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL) mendatangi lokasi ritual kemudian melakukan aksi penghadangan kepada para ketua Suku mereka sandiri. Beberapa diantaranya menenteng senjata tajam.
Dalam aksi penghadangan tersebut, anggota kepolisian Resort Nagekeo yang sedang bertugas juga nyaris menjadi korban dari aksi yang mengarah ke tindakan anarkis oleh kelompok FPPWL.
Kapolres Nagekeo mengatakan, penghadangan yang dilakukan oleh FPPWL disebut sangat tidak memiliki alasan yang jelas dimana FPPWL melakukan penyerangan terhadap suku mereka sendiri.
"Ritual ini sangat kami junjung tinggi karena warisan turun temurun. Ritual ini membuktikan kalau kita masih memiliki warisan Budaya dan adat istiadat. Siapapun tidak boleh menghadang, menghalangi dan bahkan membubarkan ritual adat karena ini bukan agama sesat dan aliran sesat," ucapnya. (Cr3).
Berita Pembangunan Waduk Lambo Lainnya