Berita Lembata
Kearifan Lokal Menyelamatkan Teluk Hadakewa dari Ulah Manusia
Ulah sekelompok masyarakat merusak Teluk Hadakewa di Kecamatan Lebatukan, Kabupaten telah menyebabkan tangkan ikan nelayan turun drastis.
Melalui konsultasi publik, kawasan Muro di enam desa seluas 358,28 hektare disepakati untuk dilindungi, kemudian dilegitimasi melalui sumpah adat di rumah adat (Namang) dan dilegalisasi melalui SK Gubernur NTT Nomor: 192/KEP/HK/2019 tertanggal 11 Juni 2019 tentang ‘Pencadangan Konservasi Perairan Daerah di Kabupaten Lembata.’ Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Lembata Nomor 95 Tahun 2021.
Sebanyak 25 orang Kapitan Sari Lewa sebagai Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) yang mengawasi Muro bersama tim pengawas di tingkat kabupaten Lembata juga mendapat mandat berupa SK Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Lembata Nomor: DISKAN.523/SD1.101/v/2019.
Apa yang terjadi di Teluk Hadakewa?
Ulah manusia jadi satu-satunya alasan kenapa para nelayan mengeluhkan pengurangan hasil tangkapan ikan di Teluk Hadakewa. Peneliti lingkungan, Piter Pulang, mengklaim 80 persen terumbu karang di Teluk Hadakewa sudah rusak. Otomatis tempat ikan berkembangbiak pun musnah dengan sendirinya.
Baca juga: Bupati Lembata Bersama Rombongan Kunjungi Istana Raja Larantuka, Wujud Lewo Kakan Arin
Lebih jauh, Piter menyebutkan pembabatan bakau (mangrove) di desa Merdeka, desa tetangga Hadakewa, beberapa tahun lalu, juga turut punya pengaruh pada menurunya hasil tangkapan ikan. Bakau sebagai tempat ikan bertelur pun lenyap.
Bukan itu saja, setiap tahun, banjir atau aliran air hujan membawa tanah dari daratan yang sudah tercampur dengan pupuk kimia, pestisida, atau material polutan. Jika hutan bakau sudah tak ada, maka tanah yang tercampur zat-zat kimiawi itu juga turut mencamari laut. Kondisi ini kemudian diperparah lagi dengan erupsi gunung Ile Lewotolok yang memuntahkan zat kimia ke lautan. Komposisi air laut pun berubah. Akibat dari konsentrasi kimia yang tinggi di laut dan tak ada tempat untuk bertelur, maka ikan akan keluar dari Teluk Hadakewa.
Justru, Piter mengklaim, tangkapan ikan yang didapat para nelayan saat ini berasal dari wilayah konservasi yang sudah menerapkan Muro di desa desa-sekitar.
Temuan lain diutarakan oleh Kepala Kantor Cabang Dinas Perikanan Provinsi NTT M. Un Budi Kabosu. Menurut dia, salah satu sebab hasil tangkapan nelayan tradisional berkurang ialah semakin banyaknya kapal bagan yang beroperasi di Teluk Hadakewa. Dia menyarankan supaya tidak ada lagi penambahan kapal bagan di Teluk Hadakewa.
Baca juga: Ratusan Guru Lembata Ikuti Workshop
Budi menyampaikan hal ini saat bertemu dengan para nelayan di Aula Kantor Desa Hadakewa, Kecamatan Lebatukan, Kamis, 17 Maret 2022.
Dari laporan kepala desa, diketahui kalau jumlah kapal bagan yang beroperasi di Teluk Hadakewa menyentuh angka 30 kapal. Jumlah ini sudah terlalu banyak menurutnya. Maka tidak heran hasil tangkapan nelayan pun berkurang.
Budi memaparkan di dalam wilayah Teluk Hadakewa, harus ada perhitungan daya dukung (daya pemulihan laut) dan daya tampung (kapal tangkap).
Dia mencontohkan, sebanyak 100 kilogram ikan yang direbut oleh 30 kapal bagan. Maka, satu kapal bagan hanya dapat sedikit ikan. Apalagi para nelayan tradisional.
Baca juga: Bendahara Pimpinan Setda Lembata Ditemukan di Pohon Asam
Dia menemukan ada banyak rumpon di Teluk Hadakewa. Sementara, sesuai regulasi rumpon hanya bisa dipasang di luar wilayah 4 mil atau di luar zona konservasi Teluk Hadakewa. Untuk itu dia meminta para pemilik rumpon untuk segera memindahkan alat tangkapnya itu keluar dari Teluk Hadakewa.
Menghidupkan Kembali Muro
Saya kemudian bertemu lagi dengan Klemens dan kembali membahas persoalan hasil tangkapan nelayan di desanya. Kami berkesimpulan, Muro adalah model konservasi yang tepat untuk diterapkan di Teluk Hadakewa. Berbasiskan kearifan lokal yang dekat dengan masyarakat, warisan leluhur ini jadi solusi paling mutakhir bukan hanya untuk dampak eksploitasi laut yang berlebihan tapi juga soal perubahan iklim (climate change).
Kami berdua sadar ada banyak kearifan lokal yang ditinggalkan tapi justru itu merupakan solusi dari masalah-masalah lingkungan yang kita alami sekarang.