Berita NTT
Transaksi Surat Utang Jangka Menengah Rugikan Bank NTT Rp 50 Miliar
BPK Perwakilan NTT menemukan kerugian negara Rp 50 miliar pada Bank NTT akibat kelalaian prosedur transaksi surat utang jangka menengah atau MTN.
Laporan Reporter TRIBUNFLORES.COM, Irfan Hoi
TRIBUNFLORES.COM,KUPANG-Hilangnya Rp 50 miliar milik Bank NTT setelah PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) pailit menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT. Temuan ini disebut sebagai kelalaian prosedur dalam transaksi surat utang jangka menengah atau Medium Terms Notes (MTN).
Perusahaan multifinance PT SNP Finance diketahui merugikan 14 bank termasuk Bank NTT dalam transaksi ini.
Komisi III DPRD NTT mengundang BPK RI maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT, Senin 25 Juli 2022, untuk menjelaskan temuan dan pengawasan terhadap bank pembangunan daerah ini.
Ketua BPK NTT, Adi Sudibyo, menjelaskan setelah PT. SNP pailit maka asetnya tengah diproses kurator untuk dibagikan kepada nasabah termasuk Bank NTT. Ia menyebut saat ini masih diproses oleh kurator karena perusahaan pailit ini juga merugikan 300 lebih nasabah yang terdampak.
Baca juga: Penyebab Suhu Dingin Melanda NTT saat Ini, Nanik Tresnawati: Suhu Paling Dingin
BPK menyebut Bank NTT tidak melalui prosedur yang cermat, sehingga tidak menyadari PT. SNP akan pailit dua bulan setelah investasi itu dilakukan.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2019 ditemukan indikasi kerugian di Bank NTT Rp 50 miliar yang disebut BPK NTT sebagai uang milik Bank NTT yang hilang.
"Bahasanya uangnya hilang tepatnya karena pengertian rugi pun ada rugi usaha, tapi secara operasinya Bank NTT tahun itu tidak terganggu, masih membukukan laba Rp 300 miliar," ungkap dia.
Ia menegaskan sementara ini belum bisa disebut sebagai kerugian negara karena perlu melihat unsur-unsur ketentuan yang dilanggar, perbuatan melawan hukum, nilainya, juga pihak yang diuntungkan atau menguntungkan orang lain.
Baca juga: Wakil Gubernur NTT Minta Warga Jangan Takut Pelihara Babi
"Di antara itu harus terpenuhi lalu dapat ditentukan sebagai kerugian negara," ungkap dia.
Menurutnya, belum terindikasi saat ini soal kerugian negara, daerah, operasi atau persero seperti pada BUMN dan BUMD yang mempunyai undang-undang sendiri tidak mengikuti undang-undang APBN atau APBD.
"Itu harus ada pembuktian dari APH," kata dia.
Bila ada unsur-unsur yang dipenuhi dalam tindak pidana korupsi maka tentunya temuan ini dapat digunakan nantinya.
Baca juga: Pansel Umumkan 12 Peserta Calon Anggota Bawaslu NTT
Sementara OJK NTT menyebut pembelian surat berharga atau MTN asasnya dari kebijakan direksi untuk mengoptimalkan pendapatan bank yang belum disalurkan melalui kredit, juga untuk menjaga likuiditas.
Kepala OJK NTT, Japarmen, menyebut kerugian Bank NTT Rp 50 miliar sebagai risiko bisnis yang kompleks dilihat secara kronologis. Pada awalnya, Bank NTT berani mengambil investasi ini mengacu pada rangking aman yang ditetapkan Pefindo sebagai lembaga pemeringkat. Pefindo mengeluarkan rangking aman atas PT. SNP berdasarkan hasil audit dari kantor akuntan publik yaitu Deloitte.