Cerpen Terbaru

Cerpen Romantika Bangku Tua: Di Pantai yang Bisu Part 2, Nostalgia Anak Kampung

Ini adalah part yang kedua. Sebenarnya sudah diposting pada sehari sebelumnya namun karena kendala teknis malam ini baru diposting.Simaklah cerpen

Penulis: Nofri Fuka | Editor: Nofri Fuka
zoom-inlihat foto Cerpen Romantika Bangku Tua: Di Pantai yang Bisu Part 2, Nostalgia Anak Kampung
TRIBUNFLORES.COM/NOFRI FUKA
CERPEN - Romantika Bangku Tua: Di pantai yang bisu Part 2. Cerpen Romantika Bangku Tua: Di Pantai yang Bisu Part 2, Nostalgia Anak Kampung.

Sementara itu, sapi satu ekor milik keluarga yang terikat di belakang rumah mereka terus berlarian mengelilingi pohon. Hari ini adalah giliran Lar memberi makan sapi tersebut namun ia keburu masuk kamar.

Melihat sapi yang tak kunjung berhenti berlari sang ayah menggantikan tugas Lar mendekat dan melemparkan seikat daun pada sapi untuk dimakan. Alhasil sesaat kemudian sapi tersebut kembali tenang dan jinak setelah melahap seikat daun lamtoro.

Sang ayah yang melihat sikap Lar sempat dibuat bertanya. Hanya saja sebagai seorang ayah ia memilih bijak melihat sikap anaknya. "Namanya anak muda. Ah..itu urusan mereka kita sudah tua tidak perlu ikut campur," gumam ayahnya sembari pergi ke dapur.

Pagi itu listrik di kampung dipadamkan. Sesuai instruksi kepala desa beberapa waktu lalu, akan ada pemadaman listrik bergilir di wilayah pinggiran kota. Kampungnya Lar juga mendapat giliran pemadaman. Ini bukan yang pertama dirasakan warga kampung itu namun bagi Lar ini menjadi tekanan tersendiri untuknya.

"Waduhh mati lampu lagi. Mana HP baterai habis tadi malam lagi. Susah benar," kesal Lar dalam hati.

HP android yang dibeli Lar setahun lalu dari uang hasil jualan pinang terpaksa disimpan saja karena lobat. Lar hanya merenung tak karuan. Sekali-sekali berdiri depan jendela lalu memandang jauh ke pinggir pantai. Singlet dan celana pendek olahraga masih ia kenakan. Ia tak bersendal. Sendalnya dibawa lari anjing peliharaan semalam entah kemana. Yang tersisa hanya bekas lumpur sendal yang terkelupas karena mengering di depan kamarnya.

Di tempat Lar berdiri tampak juga di depan sana di pinggir pantai depan rumahnya, bocah bocah usia 7 tahunan penerus kampung sedang bermain pasir dan berenang menabrak ombak. Tak ada yang perlu ditakutkan, mereka sudah menyatu dengan alam laut di sana. Tingkah para bocah rupanya menjadi hiburan tersendiri bagi Lar yang lagi "suam-suam kuku". Sekali sekali Lar tersenyum melihat para juniornya itu. Namun tetap saja ada yang masih mengganjal dalam pikirannya.

Dalam kamar yang hening. Sunyi yang sendiri. Lar diam seribu bahasa. Sekali-sekali bola matanya mengarah pada lampu pijar yang bergantung di langit langit kamarnya.

"Aduhh..Tuhan e nyala sudah kh..masa lama ngeri," ngomelnya penuh kesal.

Entah apa yang diinginkan Lar dari lampu pijar itu? Mungkin ada yang belum terjawab. Masih dalam tanya. Namun bayang obrolan dengan si dia nampaknya terus merasuk pikirannya.

Pukul 10.00 wita lampu masih padam. Lar beranjak ke dapur mencari makanan yang telah disiapkan emaknya sedari pagi hari. Di sana pas didapati ubi dan pisang rebus serta sambal tomat buatan mamanya dicampur daun kemangi. Tanpa pikir panjang 20 buah pisang dan ubi sepiring ludes dilahapnya. Sambal di mangkok tua putih pun bersih tak bernoda dihabiskan Lar.

Sambal itu rupanya cukup pedas hingga membuat Lar berkeringat. Dari permukaan hidungnya juga berjatuhan tetesan keringat yang muncul dari pori pori kulit kepalanya. Singlet putih bersih pun basah bak Lar baru selesai mandi.

Untuk itu Lar langsung bergegas ke kamar mandi membersihkan diri sambil menunggu listrik dihidupkan. Usai mandi Lar masih mencuci pakaiannya sendiri. Pakaiannya dilaburi dengan sabun wings. Perlu diketahui di kampungnya Lar sabun yang paling laris dan banyak dipakai untuk mencuci pakaian adalah sabun wings dalam kotak plastik. Mencuci menggunakan sabun wings dirasa sangat ampuh membunuh kuman. Bahkan kadang-kadang untuk membersihkan dan membunuh kuman di kepala, emak emak di kampung rutin menggunakan jasa sabun wings mencuci rambut dan kulit kepalanya.

Tapi tidak dengan Lar. Sabun wings cukuplah untuk mencuci pakaian. Karena ia sudah membeli shampo kesukaannya yakni sunslik. Meski permukaan bungkusan shampo itu bergambar seorang wanita cantik berambut panjang hitam terurai. Lar tetap kukuh memakainya, baginya semua rambut itu sama saja jadi wajar shampo sunslik juga bisa ia pakai.

Selesai mandi Lar mengeringkan badannya di bawah terik matahari. Bertelanjang dada dan bercelana pendek, Lar menikmati hangatnya mentari yang sebentar lagi mencapai ubun ubun. Lar pun masih melirik bola lampu depan rumah, memastikan listrik sudah bernyala atau belum.

Hingga pukul 11.30 wita lampu pun dinyalakan. Bocah- bocah pun berteriak "hore lampu nyala".

Rupanya mereka bahagia karena sebentar lagi akan menonton televisi di rumah tetangga yang memutar film Wiro Sableng. Bocah-bocah itu pun berlari meninggalkan area pinggir pantai dengan ombak menawan dan pasir putih halus.

Lar pun tak ketinggalan, berbalutkan celana olahraga pendek tipis menutup aurat serta bertelanjang dada, berlari ke kamarnya.

HP yang sedari tadi tersimpan di laci diambil lalu dicas pada terminal yang terpasang di meja kamarnya.

Tak menunggu lama, baterai HPnya yang baru terisi 10 persen langsung dicabutnya lalu dihidupkan. Mata yang terpaku seakan menanti sesuatu yang akan muncul dalam HP itu membuat situasi sekitarnya begitu menegangkan. Benar benar menegangkan.

Yang ditunggu akhirnya tiba. HPnya Lar akhirnya aktif. Ribuan pesan WA masuk pun bermunculan pada layar HPnya. Namun mata Lar hanya tertuju pada nama WA Si Dia.

Menunggu cukup lama, akhirnya pesan yang dari si dia pun masuk.

"Mat pagi kaka..," tulis Si Dia. Rupanya pesan itu telah dikirim sejak pagi tadi.

Lar kebingungan. Obrolan kacau kemarin malam masih menghantui pikirannya. "Aduh sa balas apa ini," katanya dalam hati.

Lar pun beranikan diri mengetik pesan "mat siang ade maaf baru balas, lagi apa adk," tulisnya. Saat hendak mengirim tulisan itu HP Lar habis baterainya dan off.

Lar begitu kesal. Hendak membanting HPnya tapi hanya itu saja yang ia miliki. Terpaksa dengan kesal dicasnya lagi hp tersebut. Tiba terdengar teriakan keras seorang ibu dari kejauhan.

"Tolonggg..Tolongggg," tampak terdengar dari jauh.

Seperti suara emaknya Lar.

***

Akhirnya bersambung...

Akhir Kata, kadang harapan selalu bergantung pada alam yang beri restu. Angin tak pernah mengatakan permisi lalu harus disalahkan. Tidak. Itu tidak mungkin.

Hal yang perlu diperbuat adalah tetap mengalir. Nanti juga ada yang datang dan kau sambut penuh senyuman.

Tunggu part 3 yah guys...

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved