Berita NTT
Komisi V DPRD NTT Soroti Kebijakan Sekolah Pukul 5 Pagi, Ciptakan Kegaduhan Masyarakat
Rapat dengar pendapat Komisi V DPRD NTT dengan Dinas Pendidikan Provinsi NTT membahas penerapan aturan baru ujicoba sekolah dimulai pukul 5 pagi.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Elisabeth Eklesia Mei
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Komisi V DPRD NTT menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala dinas Pendidikan dan Kebudayaan ( P dan K) Provinsi NTT membahas aturan sekolah yang dimulai pukul 05.30 Wita, Rabu 1 Maret 2023
Ketua Komisi V DPRD NTT, Yunus Takandewa, mengatakan aturan baru yang dibuat Pemerintah Provinsi NTT menimbulkan kegaduhan pada masyarakat NTT bahkan nasional.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Ombusman NTT, Asosiasi Guru Swasta bahkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti mempertanyakan penerapan kebijakan ini.
Keresahan publik tersebut mendorong DPRD mengundang Kadis P dan K menyampaikan alasan logis dan rasionalnya terkait kebijakan yang dibuat. Menurutnya, kebijakan itu belum lengkapi unsur-unsur kajian atau belum ada dasar hukum.
Kadis P dna K NTT, Linus Lusi menjelaskan alasan-alasan dibuatnya kebijakan Jam masuk SMA/SMK kelas 12 di 10 sekolah sebagai uji coba.
Baca juga: Hujan Lebat dan Angin Dampak Gelombang Equatorial Kelvin Aktif di NTT
"Sebelumnya kami sudah melakukan perjanjian kinerja antara dinas pendidikan dengan kepala sekolah SMA/SMK se- NTT untuk mendorong sekolah agar bisa masuk dalam 200 sekolah terbaik secara nasional,"ungkapnya
Langkah pertama yang dilakukan sudah terjadi pada SMAN 6 Kupang yang diikuti juga oleh komite. Pada hari kedua dipantau secara langsung dan terdapat ratusan siswa yang mengikuti aturan tersebut dalam dua hari ujicoba pada 26-27 Februari 2023..
"Hal ini kami lakukan supaya kelas 3 SMA/SMK bisa disiapkan mengikuti berbagai tes seperti tes PNS,TNI Polri dan lainnya, sehingga kita akan mengetahui berapa sekolah kita yang masuk dalam akreditasi A dan siswa/siswi yang bisa lulus dalam tes tersebut," kata Linus.
"Hanya dua sekolah yang diintervensi secara langsung. Sekolah lain masih disosialisasikan dengan orang tua," katanya.
Baca juga: Sekolah Jam 5 Pagi, SMA di Nagekeo Minta Pemprov NTT Kaji Ulang Kebijakan
Pemerintah daerah, kata Linus juga merespon pandangan tokoh-tokoh agama, sehingga diubah jam sekolah dari semula pukul 05.000 menjadi pukul 05.30.
"Kami akan selalu evaluasi terus-menerus. Awal yang baru tapi perlu didorong. Dari NTT kita mengubah pendangan-pandangan yang negatif menjadi positif karena ini adalah untuk kebaikan anak-anak sekolah juga," ungkapnya
Anggota DPRD NTT, Eduardus Markus Lioe mengatakan dinas P dan K tidak pernah menyampaikan ke Komisi V DPRD mengenai kebijakan masuk sekolah pukul 05.30 Wita
"Setelah mencermati, kebijakan yang dibuatkan pemerintah provinsi sangat berbeda dengan yang lainnya," ungkapnya.
Baca juga: Inflasi 7 Persen di Kota Kupang, Penjabat Wali Kota Dukung Program Jalan Kaki Pemprov NTT
Menurutnya, jika sudah di atas 50 persen orang tua mengkomplain kebijakan yang dibuatkan itu, harus menjadi dasar untuk tidak perlu dilanjutkan.
"Sudah banyak komplain dari masyarakat. Ibu-ibu yang menyiapkan segala sesuatunya di pagi-pagi sekali," ungkapnya.
Anggota DPRD lainnya, Obet Naitboho mengatakan kebijakan ini ramai diprotes masyarakat menyampaikan banyak opini mereka terkait keresahan yang dialami.
"Selama ini kita sekolah jam 7 pagi diubah menjadi jam 5 pagi menimbulkan banyak keresahan di masyarakat," kata Naitboho.
Baca juga: 4 Kebijakan Gubernur NTT yang Pernah Menjadi Sorotan, Satu Diantaranya Wajib Berbahasa Inggris
"Kalau membuat kebijakan itu harus rasional, adil dan bijaksana. Saya sarankan untuk sekolah jam 6 pagi saja dan juga siswa/i disarankan untuk tinggal di asrama," ujarnya.
Anggota DPRD NTT lainnya, Johanis Lakapu mengatakan Memang setiap kebijakan pasti ada resiko saat mengimplementasikan. Tapi, kebijakan ini memang lebih banyak yang memgkomolain dan sangat meresahkan banyak masyarakat.
"Ini ada penolakan publik sehingga Kadis P dan K perlu untuk mengevaluasi kebijakan itu kembali," katanya
Johanis juga katakan bahwa kebijakan itu memang baik untuk meningkatkan mutu pendidikan untuk bisa bersaing dengan yg lainnya. Namun, menutunya Kondisi NTT sangat berbeda dengan lainnya.
Baca juga: Gubernur NTT Sebut untuk Menjadi Manusia Unggul Harus Siap Sebelum Matahari Terbit
"Masyarakat belum siap untuk menerima masuk jam 5 pagi. Saya bahkan ditelepon oleh masyarakat terkait kendala yang mereka alami. Sehingga kebijakan itu harus dikaji lebih dalam lagi," ujarnya
Menurut Johanis Kalau anak-anak mau berprestasi maka tingkatkan mutu bukan harus masuk jam 5 tapi kesejahteraan guru dan fasilitas sekolah.
"Saya sarankan lebih baik perlu disiapkan waktu untuk menambah jam pelajaran untuk bimbel bagi anak-anak dalam hal untuk meningkatkan mutu siswa. Jadi kebijakan itu perlu dipertimbangkan kembali," pungkasnya
Petrus Berekmans Roby Tulus mengaku lucu dengan kebijakan tersebut.
"Dalam hati Pak Kadis tidak mau kebijakan ini dijalankan. Tapi karena atasan sudah sampaikan makanya tidak enak untuk menyampaikan penolakan," katanya.
Roby mempertanyakan hubungannya masuk sekolah pukul 5 pagi dengan prestasi, justru akan mengganggu pertumbuhan anak sekolah.
"Kalau kita lihat jam tidur remaja itu harus 8 jam perhari. Kalau ASN masuk jam 5 pagi pasti tidak ada yang jalankan. Jangan kita bebankan anak-anak saat masa pertumbuhan," jelasnya
Roby menyarankan Kadis P dan K merekam respon masyarakat. Meningkatkan prestasipeserta didik maka wajibkan anak-anak tinggal di asrama atau studi sore.
"Jangan buat kebijakan di luar kebiasaan masyarakat. Kita komisi V tolak kebijakan ini," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi V, Kristien Samiyati Pati menyarankan uji coba kebijakan tersebut hasilnya harus dibedah dan didiskusikan.
"Harus ada kajian-kajian yang mendasari dan hasilnya bisa samlaikan kepada komisis V," katanya
Selanjutnya Wakil Ketua, Ir. Mohammad Ansor Oang mengatakan kebijakan ini bukan hanya meresahkan anak-anak di Kota Kupang tetapi juga tersebar di seluruh masyarakat lainnya.
Ia menyarankan sebaiknya anggaran yang ada digunakan menyiapkan anak-anak kelas 3 SMA/SMK masuk asrama.
" Ini lebih masuk akal dari pada menimbulkan polemik di tengah masyarakat," katanya.
Kebijakan tersebut dinilai Ansor sebagai pelanggaran HAM anak. Karena Kegaduhan yang terjadi belum ada kematangan sosialisasi kepada orang tua.
"Kami sangat sayangkan kebijakan ini. Karena kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan suatu saat nanti siapa yang bertanggung jawab, karena belum melalui regulasi. Kepada siapa pertanggungjawabannya," tandas Ansor.
Sementara Sekretaris Komisi V DPRD ,Jan Pieter Dj. Windy, mengatakan jika kebijakan yang dibuat tidak mencapai hasil maksimal maka 10 kepala sekolah dan kadis P dan K harus mengundurkan diri dari jabatannya.
Linus Lusi menanggapinya menyatakan bahwa kebijakan tersebut masih bersifat uji coba. Ia mengharapkan diberi ruang untuk menerapkan aturan tersebut.
"Kami mengharapkan adanyan ruang untuk kami bisa lakukan sambil berproses. Ini khusus untuk dua sekolah saja. Hasilnya ini nanti akan dievaluasi. Ini yang mau didorong kami hanya butuh dukungan," mohonnya
"Ini yang perlu dilakukan karena ini perjanjian kerja bersama kepala sekolah sambil kita proses dan riset bersama," katanya
Ia mengakui kekhawatiran tokoh-tokoh agama, tapi Ia telah mengunjungi mereka untuk meminta dukungan.
"Kami mohon beri kami dukungan, sehingga hasil dari itu akan kita evaluasi. Karena ini hal baru,' tuturnya
Ketua Komisi V DPRD NTT membacakan kesimpulna RDP menyatakan kebijakan yang awalnya pukul 05.00 Wita menjadi pukul 05.30 Wita telah mendapatkan respon dari stakeholder dan pemangku kepentingan termasuk Ristekdikti.
"Kami minta Dinas P dan K NTT mengkaji ulang pembelajaran yang dimulai jam 05.30 Wita ini," tegasnya.
Selain transportasi, lanjut Yunus, kenyamanan yang mengharuskan jalan kaki dan tata kelola dalam rumah tangga dan para guru juga harus diperhatikan.
"Dinas P dan K harus mengkaji ulang kebijakan ini karena tidak ada aturan yang mendasarinya, sehingga kebijakan ini tidak perlu dilanjutkan," ujarnya.
Yunus menyampaikan dampak negatif kebijakan tersebut. Kepada siapa yang harus dimintai pertanggungjawabannya.
"Komisi V merekomendasikan agar penerapannya ditunda sambil meminta hasil kajian agar kebijakan yang diterapkan kelak tidak menimbulkan keresahan publik," tegas Yunus. *
Berita TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.