Semana Santa 2023

Semana Santa 2023, Wisata Religi yang Sangat Sakral, Prosesi Laut hingga Darat yang Unik

Semanta Santa Larantuka digelar kembali tahun 2023.Semana Santa wisata religi yang sangat sakral. Ikut prosesi Semana Santa 2023 di Larantuka.

|
Penulis: Gordy Donovan | Editor: Gordy Donovan
TRIBUNFLORES.COM / HO-DOKUMEN KERAJAAN LARANTUKA
ILUSTRASI SEMANA SANTA - Semanta Santa Larantuka digelar kembali tahun 2023.Semana Santa wisata religi yang sangat sakral. Ikut prosesi Semana Santa 2023 di Larantuka. 

Menurut Pradjoko, harga kayu cendana ini di Pelabuhan Canton bisa mencapai tiga kali lipat dibandingkan dengan harga di Pulau Timor.

Sejak saat itulah, kepulauan di wilayah Nusa Tenggara Timur mulai berinteraksi dengan bangsa Portugis, tak terkecuali wilayah di Flores Timur beserta kota-kotanya.

Pada tahun 1515, Portugis membangun kekuatannya di dua wilayah yang berada di Flores sebagai tempat singgah sebelum ke Pulau Timor, yakni Kabupaten Ende dan Larantuka.

Larantuka sendiri dipilih karena letaknya yang strategis, tidak menghadap laut lepas, dan terlindungi oleh dua pulau di depannya, yakni Pulau Solor dan Pulau Adonara, serta teluknya yang tenang dan indah.

Selanjutnya, Portugis lebih memusatkan kekuatannya di Pulau Solor, tepatnya di Lohayong dan Larantuka ditinggalkan.

Pada tahun 1561, Solor didatangi oleh kaum misionaris Dominikan yang memulai misi Katolik di sana.

Ketika Belanda menyerang Solor pada tahun 1613 dan benteng pertahanan yang dibangun Portugis di Lohayong berhasil direbut, Portugis mengalami kekalahan dan melarikan diri bersama beberapa pribumi yang sudah memeluk Katolik ke Larantuka sebagai wilayah yang aman.

Dalam pelarian tersebut ada hal yang menarik di dalamnya, yaitu ketika komandan garnisun Belanda di Solor membelot dan menggabungkan diri dengan Portugis di Larantuka serta memeluk Katolik.

Ketika berada di Larantuka itulah, imam-imam Portugis datang kepada Raja Larantuka dan mempermandikan raja beserta keluarganya menurut iman Katolik.

Mulai saat itu juga, muncul semboyan di Larantuka, yaitu “raja adalah penguasa wilayah, penguasa pemerintahan, adat, dan agama”.

Pelabuhan Larantuka selanjutnya berkembang dengan cukup pesat. Kapal-kapal dari Jawa dan Tiongkok rutin menyinggahi dan mendatangi Larantuka.

Pada tahun 1641, terjadi pengungsian besar-besaran orang Portugis dari Kabupaten Malaka ke Larantuka bersama orang Melayu-Malaka yang telah memeluk agama Katolik karena Malaka berhasil direbut.

Pengungsian besar-besaran inilah yang diduga juga membawa patung-patung dan benda-benda kerohanian Katolik ke Larantuka.

Para imigran ini membangun dua pemukiman baru, yaitu di desa Wureh dan desa Konga, Titehena, Flores Timur. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi dan membentuk sebuah komunitas masyarakat baru.

Mereka lantas disebut dengan orang Topas, sedangkan orang Belanda menyebutnya dengan Zwarte Portugeesen (Portugis hitam) yang bisa dikenali dari kulit mereka yang berwarna gelap.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved