Berita Belu

Tradisi 'Dada Tama We Fohon' di Laktutus Saat Peresmian Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Laktutus

Tradisi ini mengandung unsur budaya dan agama yang di dalamnya, menampilkan ada nya inkulturasi antara budaya dan Agama dan

Editor: Nofri Fuka
POS-KUPANG.COM/AGUS TANGGUR
Pastor Paroki Hati Kudus Yesus Laktutus, bersama sejumlah tokoh adat dan pemerintah setempat melakukan tradisi "Dada Tama We Fohon," yang merupakan persembahan air pemali ke gereja sebelum peresmian gereja. Senin, 23 Oktober 2023. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur

POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Jelang peresmian Gereja Paroki Hati Kudus Yesus Laktutus, di Desa Foho Eka, Kecamatan Nanaet Duabesi pada 25 Oktober 2023 mendatang, sejumlah persiapan telah dimulai.

Salah satu acara yang menjadi bagian dari jelang peresmian adalah tradisi "Dada Tama We Fohon," yang merupakan persembahan air pemali ke gereja. Senin, 23 Oktober 2023.

Tradisi ini mengandung unsur budaya dan agama yang di dalamnya, menampilkan ada nya inkulturasi antara budaya dan Agama dan juga menggambarkan masuknya Agama Katolik ke Kabupaten Belu, khususnya di wilayah Nanaet Dua Besi.

Air pemali ini diambil dari salah satu sumber mata air yang biasa digunakan oleh oleh masyarakat setempat untuk melakukan prosesi atau ritual adat.

Baca juga: Pimpin Misa Penerimaan Krisma di Gereja St. Yoseph Pekerja Penfui Kupang, Ini Pesan Uskup Turang

 

Air pemali tersebut dibawah oleh tiga suku yakni suku Kukun rai lubu, Kukun mauluta mautefa dan suku Roman nanaet duabesi sebagai perwakilan dari 72 Suku yang dikawal oleh suku Kolo nahak sebagai pahlawan.

Sebelumnya, pada malam hari diadakan upacara adat dengan menyembelih hewan kurban berupa babi. Kemudian, pada pagi hari, air pemali ini dihantar ke gereja dengan diiringi tarian likurai dan juga nyayian adat setempat.

Perjalanan menghantar air pemali ini kurang lebih menempuh jarak 1 km yang harus ditempuh di bawah terik matahari.

Meskipun terik matahari menyengat, para penari dan sejumlah tokoh adat, agama, pemerintah dan masyarakat setempat tetap semangat dalam misi mereka untuk mengantarkan air pemali ini dari sumber mata air ke gereja. Ritual adat ini menjadi bagian penting menuju puncak upacara pentabisan gereja.

Ketika sampai di gereja, air pemali tersebut ditempatkan di atas mesba yang telah disiapkan di luar pelataran gereja.

Prosesi adat di pelataran ini kemudian diikuti oleh prosesi pengantaran air pemali ke dalam gereja, dimana air ini nantinya akan diberkati dan akan digunakan saat peresmian gereja, yang menggambarkan perpaduan antara keyakinan agama dan budaya.

Di dalam gereja, sejumlah proses adat masih terus berlangsung, termasuk penyembelihan seekor babi sebagai kurban. Darah hewan tersebut dicampurkan dengan air pemali, kemudian Pastor Paroki Kristoforus Tara OFM menggunakan campuran ini untuk membuat tanda salib di tempat penyimpanan hosti kudus atau tabernakel dan altar gereja.

Sebagai penutup dari semua acara, dilakukan penyembelihan kurban berupa seekor sapi. Proses ini didahului dengan penuturan adat oleh tokoh adat, dan dilanjutkan dengan pemberkatan hewan kurban oleh Pater Kristoforus Tara OFM sebagai pastor Paroki.

Dalam pernyataannya, Pater Kristoforus Tara OFM menyampaikan bahwa tradisi yang dilakukan ini merupakan bagian integral dari upaya untuk mengintegrasikan kepercayaan agama dan budaya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved