Pariwisata Labuan Bajo

Kapal Wisata di Labuan Bajo Dikenai Pajak 10 Persen, Berlaku Bulan Ini

Pemerintah Manggarai Barat memberlakukan Perda dan Perbub pemungutan pajak terhadap kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo.

Penulis: Berto Kalu | Editor: Egy Moa
POS-KUPANG.COM/BERTO KALU
Kapal wisata berlabuh di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores akan dikenai pajak.  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Berto Kalu

POS-KUPANG.COM,LABUAN BAJO- Rencana pemungutan pajak jasa akomodasi perhotelan dan pajak makan minum (pajak hotel dan restoran) kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores didukung pemilik kapal wisata.

Namun, mereka mengeluhkan fasilitas terbatas yang disediakan pemerintah. Ada juga yang minta peninjauan atas besaran pajak yang dipungut 10 persen mulai berlaku bulan ini. 

Respon pelaku wisata yang sebagian besar pemilik kapal wisata itu terungkap dalam Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Bupati (Perbub) Manggarai Barat Nomor 5 Tahun 2024 Tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Penyediaan Makanan dan/atau Minuman serta Jasa Perhotelan di Atas Air di Kabupaten Manggarai Barat. Sosialisasi berlangsung di Aula Kantor Bupati Manggarai Barat di Labuan Bajo, belum lama  ini.

"Pada prinsipnya kami sebagai pelaku pariwisata, segala kebijakan atau peraturan itu tentunya kita harus support dan wajib hukumnya kita harus bersinergi," kata Acin, perwakilan dari Plataran Komodo, Selasa 9 April 2024.

Baca juga: Pariwisata Labuan Bajo Dipromosikan di Kazakhstan dan Tajikistan

 

Ia hanya meminta penjelasan tentang dasar hukum penertiban Perbup Nomor 5 Tahun 2024 tersebut sehingga tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari baik bagi pelaku wisata maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat itu sendiri. 

Kepala Bapenda Kabupaten Manggarai Barat Maria Yuliana Rotok menjelaskan Perbub tersebut merupakan turunan dari Perda Nomor 6 Tahun 2023. Perda tersebut sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.

"Perbup turunan dari Perda. Perda ini sudah melalui evaluasi Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, dan dikatakan harmonis, tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi," kata Leli, sapaan Maria Yuliana Rotok.

Persetujuan terhadap pungutan pajak itu juga disampaikan Jhon Apong, salah satu pemilik kapal wisata di Labuan Bajo. Menurut dia, hasil pungutan pajak itu bisa memberikan manfaat bagi masyarakat.

Baca juga: Kepuasan Masyarakat Pariwisata Labuan Bajo Meningkat

"Saya sangat setuju dengan penerapan peraturan tentang pajak karena manfaat dari kemajuan destinasi pariwisata masyarakat juga merasakan nikmatnya. Investasi yang berkeadilan," ujar Apong.

Ia hanya menyoroti terbatasnya fasilitas yang disediakan Pemerintah untuk kapal wisata. Di sisi lain hotel di daratan yang sama-sama dipungut pajak sebesar 10 persen, mendapat kemudahan fasilitas seperti ketersediaan air oleh PDAM, listrik dari PLN, dan lainnya. 

Adapun kapal wisata yang nantinya membayar pajak hotel harus membeli sendiri air tawar dan solar untuk penerangan di kapal.

Lukas, perwakilan dari PT Komodo Escape Prawara setuju dengan pungutan pajak hotel dan restoran kapal wisata. Perusahaan yang menaungi kapal Pinisi Adishree dan Andamari. Lukas hanya minta besaran pajak itu ditinjau kembali karena masih tingginya beban yang ditanggung kapal wisata.

Baca juga: Pasca Hilang Turis Asal China, Konjen China Harap Keamanan Pariwisata Labuan Bajo Ditingkatkan

"Pengenaan tarif kami sepakati tapi kalau memang bisa ditinjau kembali karena kami perhatikan dalam satu perjalanan gross of profit (GOP). Kami hitung GOP. Dalam satu bulan ramai syukur bisa bayar gaji, listrik, BPJS. Adakalanya sepi satu bulan bisa dua trip, yang mana selain retribusi Daerah, pajak daerah juga pajak tahunan," kata Lukas 

"Mohon dipertimbangkan kembali, secara pribadi setuju 10 persen pajak hotel, cuma kita jualaan paket, harga paket bukan seperti di restoran ada COGS (harga pokok penjualan) sendiri makanan itu. Paket itu di dalamnya ada solar, freelance, air, bensin, dll. Tarifnya mungkin bisa diperhatikan kembali," lanjut dia. 

Ia juga mempersoalkan fasilitas sampah yang tidak memuaskan, padahal kapal membayar retribusi sampah hingga Rp 400 ribu per bulan. Sejumlah pelaku wisata mengaku masih bingung dengan tata cara pemungutan pajak tersebut. 

Leli menegaskan pajak yang dipungut itu bukan 10 persen dari total harga paket wisata setiap kali kapal melakukan trip. 

Pajak tersebut hanya dihitung 10 persen hanya untuk komponen kamar (cabin) dan makan minum di kapal. Adapun biaya cabin dan makan minum hanya dua dari beberapa komponen dalam harga satu paket wisata. *

Berita TRIBUNFLORES.COM lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved