Stunting di NTT

Stunting di NTT Tertinggi Kedua se-Indonesia Setelah Papua Barat

Prevalensi tengkes atau stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di angka 37,9 persen, menempati posisi kedua

Penulis: Berto Kalu | Editor: Hilarius Ninu
TRIBUNFLORES.COM/BERTO KALU
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kodang, ditemui di Labuan Bajo. Selasa 30 Juli 2024. 

Laporan Reporter TRIBUN-FLORES.COM, Berto Kalu


TRIBUN-FLORES.COM, LABUAN BAJO - Prevalensi tengkes atau stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di angka 37,9 persen, menempati posisi kedua secara nasional setelah Provinsi Papua Barat yang menempati posisi pertama. 

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Usman Kodang, di sela-sela acara sosialisasi pencegahan stunting yang diselenggarakan Kominfo di Labuan Bajo, Selasa 30 Juli 2024.

"Posisi kedua ini yang pertama di tahun ini karena adanya lahir provinsi baru, kalau tidak ada provinsi baru (Papua Barat) maka NTT itu juara satu. Ada kesenjangan antara kabupaten satu dengan lainnya tetapi rata-rata NTT itu masih tinggi," ungkapnya. 

Usman membeberkan penyebab masih tingginya kasus stunting di NTT. Seperti cara berpikir, selama ini masyarakat NTT masih menganggap bahwa untuk mendapatkan makanan yang kaya protein, maka harus mengeluarkan banyak uang. Selain itu minimnya informasi serta edukasi terkait stunting turut menjadi faktor. 

 

 

Baca juga: Cegah Stunting di NTT: Plan Indonesia dan FITRA Gelar Dialog Kebijakan tentang Anggaran Stunting

 

 

 

 

 


Menurutnya, masalah stunting di NTT harusnya tak terlalu sulit diatasi karena sebagai provinsi kepulauan, NTT kaya akan sumber daya laut, dan hasil pertanian seperti buah dan sayuran yang tinggi protein. Ini  harus dimanfaatkan secara baik sehingga keseimbangan gizi anak tercapai.


"Karena kami bekerja di bidang komunikasi jadi kerja kita melakukan diskusi, seminar, sosialisasi dan hal-hal yang terkait dengan bagaimana kita mengubah pikiran, pengetahuan, mengubah perilaku supaya mengarah kepada pencegahan stunting," jelasnya. 


Lebih lanjut dikatakan, anak-anak muda yang belum menikah disebut perlu memahami isu stunting atau kurang gizi. Usman menegaskan bahwa stunting harus diketahui sejak remaja, dan sebelum pernikahan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved