Berita NTT

Pesan Uskup Atambua: Polisi Proses Hukum Pemabuk dan Pembuat Keributan Bukan Penyuling Sopi

Namun, jangan menangkap dan memproses hukum para penyuling minuman tradisional jenis Sopi. Pasalnya, banyak masyarakat yang membiayai pendidikan anak-

|
Editor: Gordy Donovan
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON 
BERI SAMBUTAN - Uskup Atambua, Mgr Dominikus Saku, Pr saat memberi sambutan para Peringatan HUT ke 50 Paroki Santo Andreas Rasul Tunbaba, Selasa 8 Juli 2025. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon 

TRIBUNFLORES.COM, KEFAMENANU - Uskup Atambua, Mgr Dominikus Saku, Pr berpesan kepada Kepala Kepolisian Timor Tengah Utara (Kapolres TTU) untuk menangkap dan memproses hukum para pemabuk alkohol yang membuat keonaran di Kabupaten TTU, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Namun, jangan menangkap dan memproses hukum para penyuling minuman tradisional jenis Sopi. Pasalnya, banyak masyarakat yang membiayai pendidikan anak-anak dari hasil menyuling minuman tradisional ini.

"Saya berpesan kepada ibu Kapolres, tangkap saja mereka-mereka yang mabuk tidak jelas bawa saja ke kilometer 4 (RUTAN Kefamenanu)," ungkapnya saat memberikan sambutan pasca perayaan Ekaristi peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke 50 Paroki Santo Andreas Rasul Tunbaba, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten TTU, NTT.

Baca juga: Kapolres TTU Diminta Uskup Atambua Tidak Menghukum Penyuling Sopi

 

Ia menjelaskan, alasan para pemabuk ini ditangkap dan diproses hukum karena mereka yang menjadi dalang persoalan di masyarakat.

Apabila para pengkonsumsi alkohol ini mabuk dan membuat keonaran maka, tangkap dan proses hukum. Karena, dengan melakukan keonaran dan keributan mereka melanggar hukum.

"Kalau penjara tidak cukup, bawa mereka ke paroki-paroki terdekat," ungkapnya, disambut tawa ribuan Umat Paroki Santo Andreas Rasul Tunbaba.

Mgr Dominikus juga berharap penegakan hukum di wilayah hukum Polres TTU menjadi lebih baik pada waktu-waktu mendatang.

Ia menegaskan, Umat Paroki Santo Andreas Rasul Tunbaba tidak boleh meninggalkan nilai-nilai baik. Karena dengan nilai-nilai tersebut setiap orang memanusia.

"Dengan merayakan 50 tahun, kita harus lebih memanusia," ujarnya.

Sejak tahun 1964 sampai tahun 1975, Paroki Santo Andreas Rasul Tunbaba masuk wilayah paroki di Kota Kefamenanu. Peralihan dari apa yang dinamakan indigenisasi gereja.

Dengan kata lain disebut mengindonesiakan Gereja. Maka, tenaga-tenaga gereja lokal mulai banyak menjadi imam dan pekerja. Pasalnya sudah mulai disadari Eropa tidak lagi mendukung Indonesia (dari aspek tenaga rohaniawan) karena berada dalam krisis. (bbr)

Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved