Berita NTT
145 Anak Tak Sekolah, Pemprov NTT Genjot Gerakan Kembali ke Sekolah
Pemerintah Provinsi JKT terus menggencarkan upaya penanganan anak-anak yang tidak bersekolah, menyusul data terbaru yang mencatat sebanyak 145 anak t
Laporan reporter POS-KUPANG. COM, Tari Rahmaniar Ismail
POS- KUPANG.COM, KUPANG — Pemerintah Provinsi JKT terus menggencarkan upaya penanganan anak-anak yang tidak bersekolah, menyusul data terbaru yang mencatat sebanyak 145 anak tercatat tidak mengenyam pendidikan, baik di tingkat dasar maupun menengah.
Menanggapi kondisi tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi NTT bersama UNICEF menggulirkan inisiatif Gembala atau Gerakan Kembali ke Sekolah sebagai langkah konkrit untuk mengatasi persoalan ini.
“Kita sudah memulai upaya sejak tahun lalu bersama UNICEF, mulai dari pertemuan, rapat koordinasi, hingga penyaluran bantuan langsung kepada anak-anak agar mereka bisa kembali ke sekolah,” ujar Ambrosius Kodo selalu Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT saat diwawancarai POS-KUPANG. COM, Senin (14/7).
Baca juga: Gotong Royong PCI NTT dan UKAW Bangun Lapangan Kricket Jelang PON 2028
Ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah anak tidak sekolah membutuhkan kerja sama erat antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota.
"Sebab, tanggung jawab pendidikan dasar SD dan SMP berada di bawah kewenangan kabupaten/kota, sedangkan jenjang pendidikan menengah SMA/SMK merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi," ujarnya.
Sebagai tindak lanjut dari arahan Gubernur NTT, pekan ini akan dilaksanakan rapat koordinasi lintas sektor yang melibatkan mitra-mitra strategis, termasuk Badan Penjaminan Mutu Pendidikan. Rapat ini akan membahas strategi dan langkah terukur untuk menekan angka anak yang tidak bersekolah.
“Kita tidak bisa hanya fokus pada satu jenjang saja. Harus dipetakan: siapa yang belum masuk SD, siapa yang putus di SMP, dan siapa yang tidak melanjutkan ke SMA/SMK. Kita juga harus gali alasan-alasan kenapa mereka berhenti sekolah,” jelasnya.
Ambrosius Kodo menegaskan bahwa berbagai skema telah disiapkan untuk mendukung anak-anak tetap bersekolah. Misalnya, bagi siswi yang mengalami kehamilan atau anak-anak yang sedang dalam proses hukum, pihak sekolah memastikan mereka tetap mendapatkan pendampingan belajar hingga menyelesaikan ujian.
Sementara itu, untuk lulusan SMP yang tidak melanjutkan ke jenjang menengah karena faktor biaya, sudah tersedia bantuan seperti Program Indonesia Pintar (PIP) serta beasiswa siswa miskin dari pemerintah provinsi.
“Kita pastikan bahwa tidak ada alasan biaya untuk anak tidak melanjutkan sekolah. Tugas kita adalah memastikan mereka tahu dan bisa mengakses bantuan tersebut,” tegasnya.
Bagi anak-anak yang tidak bisa belajar di sekolah reguler karena alasan tertentu, pemerintah juga mendorong alternatif pendidikan seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan program SMA Terbuka, yang juga mendapat dukungan mitra pembangunan dan kementerian terkait.
Bahkan, wacana terbaru dari Kementerian Pendidikan membuka peluang bagi anak-anak untuk belajar di tempat ibadah atau fasilitas komunitas lain.
Meski demikian, Ambrosius Kodo mengakui tantangan utama adalah kurangnya data yang utuh dari pemerintah kabupaten/kota mengenai anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah. Data yang dimiliki saat ini mayoritas berasal dari sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang hanya mencatat anak yang putus sekolah, bukan yang tidak mendaftar sama sekali.
“Ini sebabnya sinergi sangat penting. Kita perlu duduk bersama, saling berbagi data dan menyusun strategi agar tidak ada lagi anak-anak yang tercecer dari sistem pendidikan,” pungkasnya. (Iar)
Berita TRIBUNFLORES.COM Lainnya di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.