Bus Tabrak Kios di Larantuka

BREAKING NEWS: Kios di Larantuka Flores Timur Ambruk Ditabrak Bus

Editor: Gordy Donovan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AMBRUK - Sebuah kios milik pedagang kaki lima di Kelurahan Waihali, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur ambruk ditabrak mobil bus, Jumat 17 Juni 2022.

Dibawah sejuknya rerindang pohon kopi dan pohon bayam milik PT Rerolara, sebuah perusahan perkebunan milik keuskupan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, termaktub seberkas harapan agar barang jualan ludes terjual.

Anastasya Peni Puka (52), salah satu penjual menuturkan, lapak Rumah Kalwat dihuni oleh 19 orang. Sebagian besar penjual merupakan warga Desa Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.

Karena jumlahnya belasan, mereka kemudian membentuk kelompok bernama Tobo Laran. Kata Tobo Laran merupakan bahasa daerah Lamaholot yang berarti duduk bersama sambil mencari rejeki.

"Kami sekarang sudah punya Kelompok namanya Tobo Laran. Kelompok ini hasil kesepakatan kami untuk kepentingan semua anggota," ujarnya Anastasya saat diwawancarai wartawan.

Baca juga: Fakta Seorang Wanita Ditipu Suaminya yang Ternyata Perempuan, Terungkap setelah 10 Bulan Menikah

Setelah terhimpun dalam kelompok, mereka lalu menyisihkan sedikit hasil keuntungan untuk membangun lapak mini yang hanya bertahan selama empat tahun. Ketika cuaca buruk di tahun 2014, Lapak swadata itu hancur tertimpal pohon bayam.

"Kami swadaya bangun tempat jualan, tapi saat badai angin, lapak kami hancur tertimpal pohon besar," ceritanya.

Setelah itu, mereka kemudian membangun Lapak baru menggunakan uang pribadi. Lapak itu bertahan hingga sekarang dan hasil julan sukses menghantar anaknya bergelar sarjana.

"Anak saya ada tiga orang dan yany sulung sudah selesai kuliah," ungkapnya.

Elisabet Namang, rekan Anastasya menerangkan, aktivitas menjual buah dimulai pada pukul 07.00 pagi sampai 17.30 sore wita.

"Sudah belasan tahun kami jualan disini untuk bantu suami mencari nafkah. Kadang ramai, kadang sepih. Bersyukur saja dengan hasil yang ada," tutur Elisabet sambil melebarkan senyum.

Meski lapak swadaya cukup sempit, kata dia, mereka tak pernah saling cekcok. Metode penjualan yang diterapkan selalu adil tanpa menaruh unsur deengki.

"Kami semua ada 19 orang. Biar ukuran kecil, kami tetap kompak dan saling menghargai," tandasnya.

Maria Ance, penjual berikutnya memaparkan, omset jualan perhari tak menentu, tergantung jumlah pelaku perjalanan yang melintas.

Baca juga: Korban Kebakaran di Wuring dapat Bantuan Dinas Sosial Sikka

Saat pandemi covid 19 merebak, juga diberlakukan kebijakan PSBB dan PPKM, Anselina bersama semua penjual terpaksa karantina di rumah.

Enggan lama terlarut, mereka nekat menjual buah meski jumlah pelaku perjalanan bisa terhitung jemari tangan. Mereka akhirnya menanggung kerugian karena buah-buahan rawan rusak.

Halaman
123